Bi Siti sudah cukup lama menjadi pembantu di rumah Tuan Nurbudi. Ini merupakan tahun kelima ia bekerja di sana. Bi Siti merasa kerasan karena keluarga Tuan Nurbudi cukup baik memperlakukannya bahkan memberikan lebih dari apa yang diharapkan oleh seorang pembantu. Bi Siti sadar akan hal ini, terutama akan kebaikan Tuan Nurbudi, yang dianggapnya terlalu berlebihan. Namun ia tak begitu memikirkannya. Sepanjang hidupnya terjamin, iapun dapat menabung kelebihannya untuk jaminan hari tua. Perkara kelakuan Tuan Nurbudi yang selalu minta dilayani jika kebetulan istrinya tak ada di rumah, itu adalah perkara lain. la tak memperdulikannya bahkan ikut menikmati pula.
Walaupun orang kampung, Bi Siti tergolong wanita yang menarik. Usianya tidak terlalu tua, sekitar 35 tahunan. Penampilannya tidak seperti perempuan desa. Ia pandai merawat tubuhnya sehingga nampak masih sintal dan menggairahkan. Bahkan Tuan Nurbudi sangat tergila-gila melihat kedua payudaranya yang montok dan kenyal. Kulitnya agak gelap namun terawat bersih dan halus. Soal wajah meski tidak tergolong cantik namun memiliki daya tarik tersendiri.
Sensual! Begitu kata Tuan Nurbudi saat pertama kali mereka bercinta di belakang dapur suatu ketika.
Dalam usianya yang tidak tergolong muda ini, Bi Siti adalah janda yang sudah lama ditinggal suami yang masih memiliki gairah yang tinggi. Karena ternyata selain berselingkuh dengan majikannya, ia pernah bercinta pula dengan Kang Nimu, Satpam penjaga rumah.
Perselingkuhannya dengan Kang Nimu berawal ketika ia lama ditinggalkan oleh Tuan Nurbudi yang sedang pergi ke luar negeri selama 2 bulan penuh. Selama itu pula Bi Siti merasa kesepian, tak ada lelaki yang mengisi kekosongannya. Apalagi di saat itu udara malam terasa begitu menusuk tulang. Tak tahan oleh gairahnya yang meletup-letup, ia nekat menggoda Satpam itu untuk diajak ke atas ranjangnya di kamar belakang.
Malam itu, Bi Siti kembali tak bisa tidur. la gelisah tak menentu.
Bergulingan di atas ranjang. Tubuhnya menggigil saking tak tahannya menahan gelora gairah seksnya yang menggebugebu. Malam ini ia tak mungkin menantikan kehadiran Tuan Nurbudi dalam pelukannya karena istrinya ada di rumah.
Perasaannya semakin gundah kala membayangkan saat itu Tuan Nurbudi tengah menggauli istrinya. Ia bayangkan istrinya itu pasti akan tersengalsengal menghadapi gempuran Tuan Nurbudi yang memiliki senjata dahsyat. Bayangan batang kontol Tuan Nurbudi yang besar dan panjang itu serta keperkasaannya semakin membuat Bi Siti sengsara menahan nafsu syahwatnya sendiri. Sebenarnya terpikir untuk memanggil Kang Nimu untuk menggantikannya namun ia tak berani selama majikannya ada di rumah. Kalau ketahuan hancur sudah akibatnya nasib mereka nantinya. Akhirnya Bi Siti hanya bisa mengeluh sendiri di ranjang sampai tak terasa gairahnya terbawa tidur.
Dalam mimpinya Bi Siti merasakan gerayangan lembut ke sekujur tubuhnya. Ia menggeliat penuh kenikmatan atas sentuhan jemari kekar milik Tuan Nurbudi. Menggerayang melucuti kancing baju tidurnya hingga terbuka lebar, mempertontonkan kedua buah dadanya yang mengkal padat berisi. Tanpa sadar Bi Siti mengigau sambil membusungkan dadanya.
"Emmhh… ahhhh… remas... lebih kenchengg.. aihhh... hiii...uugghh.. ughh.. ayoo isep putingnya.. aduuhh enaknya.."
Kedua tangan Bi Siti memegang kepala itu dan membenamkannya ke dadanya. Tubuhnya menggeliat mengikuti jilatan di kedua putingnya. Bi Siti terengah-engah saking menikmati sedotan dan remasan di kedua payudaranya, sampai-sampai ia terbangun dari mimpinya.
Perlahan ia membuka kedua matanya sambil merasakan mimpinya masih terasa meski sudah terbangun. Setelah matanya terbuka, ia baru sadar bahwa ternyata ia tidak sedang mimpi. la menengok ke bawah dan ternyata ada seseorang tengah menggumuli bukit kembarnya dengan penuh nafsu. Ia mengira Tuan Nurbudi yang sedang mencumbuinya. Dalam hati ia bersorak kegirangan sekaligus heran atas keberanian majikannya ini meski sang istri ada di rumah. Apa tidak takut ketahuan. Tiba-tiba ia sendiri yang merasa ketakutan. Bagaimana kalau istrinya datang?
Bi Siti langsung bangkit dan mendorong tubuh yang menindihnya dan hendak mengingatkan Tuan Nurbudi akan situasi yang tidak memungkinkan ini. Namun belum sempat ucapan keluar, ia melihat ternyata orang itu bukan Tuan Nurbudi?! Yang lebih mengejutkannya lagi ternyata orang itu tidak lain adalah Arif, putra tunggal majikannya yang masih berumur 16 tahunan!?
"Den Arif?!" pekiknya sambil menahan suaranya.
"Den ngapain di kamar Bibi?" tanyanya lagi kebingungan melihat wajah Arif yang merah padam.
Mungkin karena birahi bercampur malu ketahuan kelakuan nakalnya.
"Bi… auuu.. ngghh.. anu.. mamaafin Arif.." katanya dengan suara memelas.
Kepalanya tertunduk tak berani menatap wajah Bi Siti.
"Tapi.. barusan nga.. ngapain?" tanyanya lagi karena tak pernah menyangka anak majikannya berani berbuat seperti itu padanya.
" Arif.. ngghh.. tadinya mau minta tolong Bibi bikinin minuman.. Tapi waktu liat Bibi lagi tidur sambil menggeliatgeliat.. ngghh… Arif nggak tahan.." katanya kemudian.
"Oohh.. Den Arif.. itu nggak boleh. Nanti kalau ketahuan Papa Mama gimana?" Tanya Bi Siti.
" Arif tahu itu salah.. tapi.. ngghh.." jawab Arif ragu-ragu.
"Tapi kenapa?" Tanya Bi Siti penasaran.
" Arif pengen kayak Kang Nimu.." jawabnya kemudian.
Kepala Bi Siti bagaikan disamber geledek mendengar ucapan Arif. Berarti dia tahu perbuatannya dengan Satpam itu, kata hatinya panik. Wah bagaimana ini?
"Kenapa Den Arif pengen itu?" tanyanya kemudian dengan lembut.
" Arif sering ngebayangin Bibi..juga.. ngghh.. anu.."
"Anu apa? "desak Bi Siti makin penasaran.
" Arif suka ngintip.. Bibi lagi mandi"
Ngakunya sambil melirik ke arah pakaian tidur Bi Siti yang sudah terbuka lebar.
Arif melenguh panjang menyaksikan bukit kembar montok yang menggantung tegak di dada pengasuhnya itu. Bi Siti dengan refleks merapikan bajunya untuk menutupi dadanya yang telanjang.
“Kurang ajar mata anak bau kencur ini,” gerutu Bi Siti dalam hati.
Nggak jauh beda dengan Bapaknya.
"Boleh khan Bi?" kata Arif kemudian.
"Boleh apa?" sentak Bi Siti mulai sewot.
"Boleh itu.. ngghh.. anu.. kayak tadi.." pinta Arif tanpa rasa bersalah seraya mendekati kembali Bi Siti.
"Den Arif jangan kurang ajar begitu sama perempuan..Nggak boleh!", katanya seraya mundur menjauhi anak itu.
"Kok Kang Nimu boleh? Nanti Arif bilangin lho.." kata Arif mengancam.
"Eh jangan! Nggak boleh bilang ke siapa-siapa.." kata Bi Siti panik.
"Nahhh takut kan?? Kalau gitu boleh dong Arif?"
Kurang ajar bener anak ini, berani-beraninya mengancam, makinya dalam hati. Tapi bagaimana kalau ia bilang-bilang sama orang lain. Oh Jangan. Jangan sampai! Bi Siti berpikir keras bagaimana caranya agar anak ini dapat dikuasai agar tak cerita kepada yang lain. Bi Siti lalu tersenyum kepada Arif seraya meraih tangannya.
"Den Arif mau pegang ini?" katanya kemudian sambil menaruh tangan Arif ke atas buah dadanya.
“lya.. iiiiya.. Biii”, katanya sambil menyeringai gembira.
Arif meremas kedua bukit kembar milik Bi Siti dengan bebas dan sepuas-puasnya.
"Gimana Den.. enak nggak?" Tanya Bi Siti sambil melirik wajah anak itu.
Tampan juga anak ini, walau masih ingusan tapi ia tetap seorang lelaki juga, pikir Bi Siti. Bukankah tadi ia merindukan kehadiran seorang lelaki untuk memuaskan rasa dahaga yang demikian menggelegak? Mungkin saja anak ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi dari pada tidak sama sekali?
Setelah berpikiran seperti itu, Bi Siti menjadi penasaran. Ingin tahu bagaimana rasanya bercinta dengan anak di bawah umur. Tentunya masih polos, lugu dan perlu diajarkan. Mengingat ini hal Bi Siti jadi terangsang. Keinginannya untuk bercinta semakin menggebugebu. Kalau saja lelaki ini adalah Tuan Nurbudi, tentunya sudah ia terkam sejak tadi dan menggumuli batang kontolnya untuk memuaskan nafsunya yang sudah ke ubun-ubun. Tapi tunggu dulu. la masih anak-anak. Jangan sampai ia kaget dan malah akan membuatnya ketakutan.
Lalu ia biarkan Arif meremas-remas buah dadanya sesuka hati. Dadanya sengaja dibusungkan agar anak ini dapat melihat dengan jelas keindahan buah dadanya yang paling dibanggakan. Arif mencoba memilin-milin putingnya sambil melirik ke wajah Bi Siti yang nampak meringis seperti menahan sesuatu.
"Sakit Bi?" tanyanya.
"Nggak Den. Terus aja. Jangan berhentiii. Ya yahhh begitu.. terus sambil diremas.. uugghh.. emmhh.."
Arif mengikuti semua perintah Bi Siti. Ia menikmati sekali remasannya. Begitu kenyal, montok dan oohh asyik sekali! Pikir Arif dalam hati. Entah kenapa tiba-tiba ia ingin mencium buah dada itu dan mengemot putingnya seperti ketika ia masih bayi.
Bi Siti terperanjat akan perubahan ini sekaligus senang karena meski sedotan itu tidak semahir lelaki dewasa tapi cukup membuatnya terangsang hebat. Apalagi tangan Arif satunya lagi sudah mulai berani mengeluselus pahanya dan merambat naik di balik baju tidurnya. Perasaan Bi Siti seraya melayang dengan cumbuan ini. Ia sudah tak sabar menunggu gerayangan tangan Arif di balik roknya segera sampai ke pangkal pahanya. Tapi nampaknya tidak sampaisampai. Akhirnya Bi Siti mendorong tangan itu menyusup lebih dalam dan langsung menyentuh daerah paling sensitive. Bi Siti memang tak pernah memakai pakaian dalam kalau sedang tidur. Tidak bebas, katanya.
Arif terperanjat begitu jemarinya menyentuh daerah yang terasa begitu hangat dan lembab. Hampir saja ia menarik lagi tangannya kalau tidak ditahan oleh Bi Siti.
"Nggak apaapa.. pegang aja... ahh.. ahh.. pelan.. aih… pelan.. ya.. terus.. begitu.. yahhh.. teruusshh.. uggh Den enaak!"
Arif semangat mendengar erangan Bi Siti yang begitu merangsang. Sambil terus mengemot puting susunya, jemarinya mulai berani mempermainkan bibir kemaluan Bi Siti. Terasa hangat dan sedikit basah. Dicoba-cobanya menusuk celah di antara bibir itu. Terdengar Bi Siti melenguh. Arif meneruskan tusukannya. Cairan yang mulai rembes di daerah itu membuat jari Arif mudah melesak ke dalam dan terus semakin dalam.
"Akhh.. akhh… Den masukin terusshh.. ahhhgg aihhh… uhhh.. ya begitu. Oohh.. Den Arif pinter bangett!" desah Bi Siti mulai meracau ucapannya saking hebatnya rangsangan ke sekujur tubuhnya.
Sambil terus menyuruh Arif berbuat ini dan itu. Tangan Bi Siti mulai menggerayang ke tubuh Arif. Pertama-tama ia lucuti pakaian atasnya kemudian melepaskan ikat pinggangnnya dan langsung merogoh ke balik celana dalam anak itu.
"Mmmpphh... Mmmmpphh.. emmhh… " desah Bi Siti begitu merasakan batang kontol anak itu sudah keras seperti baja.
la melirik ke bawah dan melihat batang Arif mengacung tegang sekali. Boleh juga anak ini. Meski tidak sebesar bapaknya, tapi cukup besar untuk ukuran anak seumurnya. Tangan Bi Siti mengocok perlahan batang itu. Arif melenguh,
"Oouhhgghh.. Bii.. uueeanaakkhh aduhh bii..!" pekik Arif perlahan.
Bi Siti tersenyum senang melihatnya. Anak ini semakin menggemaskan saja. Kepolosan dan keluguannya membuat Bi Siti semakin terangsang dan tak tahan menghadapi emotan bibirnya di puting susunya dan gerakan jemarinya di dalam liang memeknya. Rasanya ia tak kuat menahan desakan hebat dari dalam dirinya. Tubuhnya bergetar.. lalu.., Bi Siti merasakan semburan hangat dari dalam dirinya berkalikali. la sudah orgasme. Heran juga. Tak seperti biasanya ia secepat itu mencapai puncak kenikmatan. Entah kenapa. Mungkin karena dari tadi ia sudah terlanjur bernafsu ditambah pengalaman baru dengan anak di bawah umur, telah membuatnya cepat orgasme.
Arif terperangah menyaksikan ekspresi wajah Bi Siti yang nampak begitu menikmatinya. Guncangan tubuhnya membuat Arif menghentikan gerakannya. Ia terpesona melihatnya. Ia takut malah membuat Bi Siti kesakitan.
"Bi? Bibi kenapa? Nggak apaapa khan?" tanyanya demikian polos.
"Nggak sayang.. Bibi justru sedang menikmati perbuatan Den Arif," demikian kata Bi Siti seraya menciumi wajah tampan anak itu.
Dengan penuh nafsu, bibir Arif dikulum, dijilati sementara kedua tangannya menggerayang ke sekujur tubuh anak muda ini. Arif senang melihat kegarangan Bi Siti. Ia balas menyerang dengan meremas-remas kedua payudara pengasuhnya ini, lalu mempermainkan putingnya.
"Aduh ahh.. Den.. enak sekali. Den Arif pinter.. uugghh!" erang Bi Siti kenikmatan.
Bi Siti benar benar menyukai anak ini. la ingin memberikan yang terbaik buat majikan mudanya ini. Ingin memberikan kenikmatan yang tak akan pernah ia lupakan. Ia yakin Arif masih perjaka tulen. Bi Siti semakin terangsang membayangkan nikmatnya semburan cairan mani perjaka. Lalu ia mendorong tubuh Arif hingga telentang lurus di ranjang dan mulai menciuminya dari atas hingga bawah. Lidahnya menyapu-nyapu di sekitar kemaluan Arif. Melumat batang yang sudah tegak bagai besi tiang pancang dan megulumnya dengan penuh nafsu.
Tubuh Arif berguncang keras merasakan nikmatnya cumbuan yang begitu lihai. Apalagi saat lidah Bi Siti mempermainkan biji pelernya, kemudian melata-lata ke sekujur batang kemaluannya. Arif merasakan bagian bawah perutnya berkedut akibat jilatan itu. Bahkan saking enaknya, Arif merasa tak sanggup lagi menahan desakan yang akan menyembur dari ujung moncong kemaluannya. Bi Siti rupanya merasakan hal itu. Ia tak menginginkannya. Dengan cepat ia melepaskan kulumannya dan langsung memencet pangkal batang kemaluan Arif sehingga tidak langsung menyembur.
"Akh Bi.. kenapaaa?" Tanya Arif bingung karena barusan ia merasakan air maninya akan muncrat tapi tiba-tiba tidak jadi.
"Nggak apaapa. Tenang saja, Den. Biar tambah enak, hihihihi.." jawabnya seraya naik ke atas tubuh Arif.
Dengan posisi jongkok dan kedua kaki mengangkang, Bi Siti mengarahkan batang kontol Arif persis ke arah liang memeknya. Perlahanlahan tubuh Bi Siti turun sambil memegang kontol Arif yang sudah mulai masuk.
"Uugghh… ahhh… enak nggak Den?"
"Aduuhh.. Bi Sitii.. sedaapphh..!" pekiknya.
Arif merasakan batang kontolnya seperti disedot liang memek Bi Siti. Terasa sekali kedutannya. la lalu menggerakan pantatnya naik turun. Kontolnya bergerak cepat keluar masuk liang nikmat itu. Bi Siti tak mau kalah. Pantatnya bergoyang ke kanankiri mengimbangi tusukan kontol Arif.
"Auugghh ahhh… ahh… Deenn.. denn… uueennaakk ugghhh… ahhh…. Terus Den, jangan berhenti. Ya tusuk ke situ.. auughgg.. aakkhh..!" jerit Bi Siti seperti kesetanan.
Arif mempercepat gerakannya karena mulai merasakan air maninya akan muncrat.
"Bi.. saya mau keluaarr.." Jeritnya.
"Iya Den.. ayo.. keluarin aja. Bibi juga mau keluar.. ya terusshh.. oohh teruss.." katanya tersengal-sengal.
Arif mencoba bertahan sekuat tenaga dan terus menggenjot liang memek Bi Siti dengan tusukan bertubi-tubi sampai akhirnya kewalahan menghadapi goyangan pinggul wanita berpengalaman ini. Badannya sampai terangkat ke atas dan sambil memeluk tubuh Bi Siti erat-erat, Arif menyemburkan cairan kentalnya berkali-kali.
Crot.. croott.. crott…. Crotzz…
"Aaakkhh.. Akhhh... Aku keluarr.." Bi Siti juga mengalami orgasme.
Sekujur tubuhnya bergetar hebat dalam pelukan erat Arif.
"Ooohh.. Deenn.. hebat sekali...'
Kedua insan yang tengah lupa daratan ini bergulingan di atas ranjang merasakan sisa-sisa akhir dari kenikmatan ini. Nafas mereka tersengal-sengal. Peluh membasahi seluruh tubuh mereka meski udara malam di luar cukup dingin. Nampak senyum Bi Siti mengembang di bibirnya. Penuh dengan kepuasan. la melirik genit kepada Arif.
"Gimana Den. Enak khan?"
"lya Bi, enak sekali," jawab Arif seraya memeluk Bi Siti.
Tangannya mencolek nakal ke buah dada Bi Siti yang menggelantung persis di depan mukanya.
"Ih Aden nakal, ihh... hihihi.."katanya semakin genit.
Tangan Bi Siti kembali merayap ke arah batang kontol Arif yang sudah lemas. Mengelu-selus perlahan hingga batang itu mulai memperlihatkan kembali kehidupannya.
"Bibi isep lagi ya Den?"
Arif hanya bisa mengangguk dan kembali merasakan hangatnya mulut Bi Siti ketika mengulum kontolnya. Mereka kembali bercumbu tanpa mengenal waktu dan baru berhenti ketika terdengar kokok ayam bersahutan. Arif meninggalkan kamar Bi Siti dengan tubuh lunglai. Habis sudah tenaganya karena bercinta semalaman. Tapi nampak wajahnya berseri-seri karena malam itu ia sudah merasakan pengalaman yang luar biasa.
TAMAT....
Share this novel