Itu yg bikin aku sangat gelisah meski aku tak pernah mengungkapkannya, tapi aku selalu mencari pelampiasan dimana saja supaya aku tdk selalu kepikiran dengan hal itu terus. Bertemulah aku dengan mas Kapri, orangnya hitam kekar, tinggi besar, ditumbuhi brewok di lehernya dan bulu-bulu rambut yg menghiasi dadanya, sungguh sangat bergairah sekali saat aku melihat mas Kapri, ingin sekali aku rasakan disetubuhi mas Kapri yg kekar itu seperti pejantan tangguh yg pasti bisa memuaskan aku diranjang.
Meski perkerjaannya sebagai tukang ojek di sekitar kampungku, tapi banyak juga ibu-ibu kampong yg suka ngeomongin mas Kapri. Ternyata bukan aku saja yg ingin merasakan disetubuhi mas Kapri, tapi ibu-ibu tetanggaku banyak juga yg ingin disetubuhinya. Entah daya pikat apa yg ia pakai, tapi yg jelas terlihat sangat besar tonjolan penis mas Kapri dari luar celananya.
Setiap hari setiap mas Kapri lewat dikampung selalu saja menjadi bahan pembaicaraan ibu-ibu, bahkan ada juga ibu-ibu yg genit juga menggodannya. Dari omongan ibu-ibu kampung ini aku mengetahui kalau mas Kapri ini hobi sekali ngentot, dia siap ngelayanin siapa saja yg memintanya tanpa meminta imbalan.
Ibu-ibu kampung bhakan juga sudah pernah merasakan mantapnya disetubuhi oleh mas Kapri, aku mendengar itu birahiku langsung naik, ingin sekali aku merasakan disetubuhi juga sama mas Kapri, sampai sejantan mana mas Kapri bisa memuaskan aku. Setiap hari aku memikirkan hal itu ditambah lagi setiap malam aku tdk pernah mendapatkan kepuasan dari suamiku sendiri. Pikiran itu yg selalu mengganguku. Sampai suatu saat, sore itu aku sedang memasak, aku melihat ada bumbu yg kurang untuk aku memasak, aku langsung menuju ke pasar tempat langgananku dengan terburu-buru takut nanti tutup.
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Kapri nggenjot sepeda, agar tdk jatuh tanganku berpegangan pada sadel yg tentu saja menyentuh bokongnya. Ada setrum yg langsung menyerang jantungku. Deg, deg, deg. Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya.
"Narik dari jam berapa mas?", aku membuka omongan,
"Yaah nggak tentu bu. Hari ini saya mulai keluar jam 10.00 pagi. Soalnya pagi-pagi tadi tetangga minta bantu pasang kran air. PAM-nya nggak mau keluar". Wwaaoo.., tiba-tiba ada ide yg melintas!
"Apa yg nggak mau keluar ..?", nada bicaraku agak aku bengkokkan.
"Kenapa nggak mau keluar..?", untuk lebih memperjelas nada bicaraku yg pertama.
Jawabannya nggak begitu aku dengar karena ramainya jalanan.
"Ooooo.., kirain apaan ygg.. nggakk keluarr..". Dan
tanpa aku sadari sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Kapri. "Kirain barang Mas Kapri yg ini nggak mau keluar", mulutkupun tak lagi bisa kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi hi. "Aahh, ibuu, ntarr dilihat orang lhoo", sepertinya dia menegor aku. Kepalang basah, "Habiiss.., orang-orang pada ngomongin ini ssiihh..", aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yg naik turun karena kaki-kakinya menggenjot sepeda.
Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
"Siapa yg ngomoong buu..??", dia balik tanya tapi nggak lagi ada tegoran dari mulutnya. Dan tanganku yg sudah berada di bagian depan celananya ini nggak lagi aku tarik.
Bahkan aku kemudian mengelusi dan juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan dilihat orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yg mbonceng sepeda agar tdk terlempar dari boncengannya.
"Ibu berani banget nih, ntar dilihat orang terus nyampai-in ke bapak lho buu". Aku tdk menanggapi kecuali tanganku yg makin getol meremas-remas dan memijat.
Dan aku rasakan dalam celana itu semakin membesar. Penis Kapri ngaceng. Aku geragapan, gemetar, deg-degan campur aduk menjadi satu.
"Mas Kapriiiiii..", suaraku sesak lirihh. "Bbuu.., aku ngaceng buu..". Ooohh, obsesiku kesampaian.., dan aku jawab dengan remasan yg lebih keras.
Terus terang, aku belum pernah melakukan macam ini. Menjadi perempuan dengan penuh nafsu birahi menyerang lelaki. Bahkan sebagai istri yg selama ini cinta dan dicintai oleh suaminya. Dan nggak perlu diragukan, bahwa suamiku juga mampu memberi kepuasan seks setiap aku bersebadan dengannya.
Tetapi juga nggak diragukan pula bahwa aku ini termasuk perempuan yg selalu kehausan. Tdk jarang aku melakukan masturbasi sesaat sesudah bersebadan dengan suamiku.
Biasanya suamiku langsung tertidur begitu habis bergaul.
Pada saat seperti itu birahiku mengajak aku menerawang. Aku bayangkan banyak lelaki. Kadang-kadang terbayang segerombolan kuli pelabuhan dengan badan dan ototnya yg kekar-kekar. Telanjang dada dengan celana pendek menunjukkan kilap keringatnya pada bukit-bukit dadanya. Mereka ini seakan-akan sedang menunggu giliran untuk aku isepin dan kulum Penis-Penisnya. Wwoo, khayalan macam itu mempercepat nafsuku bangkit.
"Kang Kapri, aku pengin ditidurin akang lho", aku bener-bener menjadi pengemis. Pengemis birahi. "Jangan bu, ibu khan banyak dikenalin orang di sini", jawabnya, yg justru membuat aku makin terbakar. "Kita cari tempat, nanti aku yg bayarin", kejarku. "Dimana bu, aku nggak pernah tahu". lyyaa, tentu saja Kapri nggak pernah mikir untuk nyewa kamar hotel. Klas ekonominya tukang ojek sepeda khan kumuh banget.
Saat nyampai di warung tujuan aku turun dari sepedanya,
"Kang Kapri tungguin saya yah", biar nanti aku kasih tahu kemana mencari tempat yg aman dan nyaman untuk acara bersama ini.
"Nih tempatnya yg kang Kapri tanyain tadi, barusan aku pinjem pensil pemilik warung dan aku tulis tuh alamat hotel yg pernah aku nginap bersama suami saat nemenin saudara yg datang dari Surabaya. "Maapin bu, saya nggak bisa baca", ahh.. aku baru ingat kalau dia buta huruf.., konyol banget nih. "OK kang, gini aja, besok akang tunggu saja aku di halte bis depan sekolah SD Mawar, tahu? Jam 10 pagi, OK?", dia ngangguk bengong. Walaupun nggak bisa baca rupanya dia tahu apa artinya "OK". "Tt.. tapi bu.., ntar ada yg ngliatin, ntar diaduin ke suami ibu, ntar..", rupanya dia belum juga mengambil keputusan. Keputusan nekad. Ampuunn.. Aku jadinya nggak sabar. "Udahlah kang, ayyoo, sambil jalan..", sementara hari udah mulai gelap, lampu jalanan sudah menyala.
Pada jam begini orang-orang sibuk, kebanyakan mereka yg baru pulang kerja. Kembali aku duduk di boncengan sepedanya. Dan kembali aku langsung merangkul pinggangnya hingga tanganku mencapai bagian depan celananya. Rupanya Penis Kapri udah ngaceng. Tangankupun langsung meremasi gundukkan di celananya itu.
"Bbuu, enaakk..", dia mendesah berbisik. "Makanya aayyoo kang.., aku juga pengin ini banget..", jawabku sambbil memijat gundukkan itu.
Beberapa saat kami saling terdiam, saling menikmati apa yg sedang berlangsung.
"Buu, bagaimana kalau ketempat lain aja yg gampang bu??",
wwoo.. aku berbingar.
Rupanya sambil jalan ini Kapri mikirin tempat.
"Dimana?", tanyaku penuh nafsu,
"Di rumah kontrakan temen saya, kebetulan lagi kosong, yg punya rumah lagi mudik, lagian kebonnya lebar, nggak akan ada yg ngliatin, apa lagi gelap begini".
"Jadi kang Kapri maunya sekarang ini?", aku agak terperangah, nggak begitu siap, ntar suamiku nyariin lagi.
"Habis kapan lagi bu? Sekarang atau besok-besok sama saja, lagian besok-besok mungkin di rumah itu udah ramai, pemiliknya udah pulang lagi". Kalau menygkut nafsu birahi riupanya Kapri ini nggak begitu bodoh.
Cukup lama sebelum akhirnya aku menjawab,
"Ayyolahh..", sepeda ojek langsung berbalik, beberapa kali berbelok-belok masuk gang-gang kumuh.
Nampaknya orang-orang ramai sepanjang jalan nggak mau ngurusin urusan orang lain. Mereka nampak tdk acuh saat kami melewatinya.
Kemudian sepeda ini nyeberangin lapangan yg luas dibawah tiang tegangan tinggi sebelum masuk rumah kontrakkan yg diceritakan Kapri tadi. Di depan tanaman pagar yg rapat ada pintu halaman dari anyaman ambu, kami berhenti. Dari dalam ada orang yg bergegas keluar,
"Min, ini mpok gua, baru dateng dari Cirebon, numpang istirahat sebentar sebelum nerusin ke Bekasi, rumah mertuanya.
Ntar aku nggak pulang mau ngantar ke Bekasi ya?!", aahh.., lihai banget nih Kapri, ngibulnya bener-bener penuh fantasi.. Aku salaman sama "Min" tadi.
Saat bersalaman, salah satu jarinya dia selipkan ke telapak tanganku kemudian mengutiknya. Kurang ajar, batinku, rupanya dia tahu kalau si Kapri sekedar ngibul. Rupanya cara macam ini sudah saling mereka kenali. Rupanya kibulan tadi justru untuk aku. Untuk menyakinkan aku bahwa tempat ini aman untukku.
"Ayo bu, istrirahat dulu, mandi-mandi dulu, ntar aku ikut ke Bekasi, biar nggak nyasar-nyasar", uuhh..tukang kibulku.. yg.. sebentar lagi akan aku jilati Penisnya..
Dan memang aku sudah jadi perempuan yg nekad, pokoknya harus bisa merasakan ngentot sama Kapri. Dan sekarang ini kesempatanya. Masa bodo dengan segala kibulan Kapri, masa bodo dengan tangan usil si "Min" tadi.
Nggak tahunya aku dibawa ke loteng. Dengan tangga yg nyaris tegak aku mengikuti Kapri memasuki ruangan yg sempit berlantai papan dengan nampak bolong sana-sini. Dalam ruangan tanpa plafon hingga gentingnya yg rendah itu hampir menyentuh kepala, kulihat tikar tergelar.
Dan nampak bantal tipis kusam di ujung sana. Kuletakkan barang bawaanku. Tanpa menunggu ba bi Bu lagi Kapri langsung menerkam aku. Tangannya langsung memerasi bokongku kemudian susu-susuku. Akupun langsung mendesah.. Birahiku bergolak.. Darahku memacu..
Aku menjadi sangat kehausan.. Tanganku langsung membuka kancing celana Kapri kemudian memerosotkannya. Dalam dekapan dan setengah gelagapan yg disebabkan kuluman bibir Kapri, aku merabai selangkangannya. Penis yg benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. Aku keras dan liatnya, denyut-denyutnya. Penis yg hanya terbungkus celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan tangan kananku. Kami saling melumat.
"Bbuu, aku nafsu bangett bbuu..", aku dengar bisikan desah Kapri di telingaku. Hhheehh..
Kemudian tangan Kapri menekan pundakku supaya aku rebah ke tikar yg tersedia. Terus kami bergumul, dia menaiki tubuhku tanpa melepaskan pagutannya. Dan tanganku merangkul erat tubuhnya. Kemudian dia balik hingga tubuhku ganti yg menindih tubuhnya. Aku terus melumatinya. Lidahnya yg menjulur kusedoti. Ludahku di-isep-isep-nya.
"Bbbuu, aayyoo ..aku udah nggak tahan nihh..". Sama. Nafsu liarku juga sudah nggak terbendung.
Aku prosotkan sendiri celana dalamku tanpa mencopot roknya. Sementara itu ciuman Kapri telah meruyak ke buah dadaku. Wwwuu.. Aku menggelinjang dengan amat sangat. Bulu-bulu bewok dan kumis yg tercukur rasanya seperti amplas yg menggosoki kulit halus dadaku.
Dalam waktu yg singkat berikutnya kami telah sama-sama telanjang bulat. Kapri menindih tubuhku. Dan aku telah siap menerima penetrasi Penisnya ke vaginaku. Aku telah membuka lebar-lebar selangkanganku menyilahkan Penis gede Kapri itu memulai serangan. Saat ujung kemaluannya menyentuh bibir vaginaku, wwuuhh ..rasanya selangit. Aku langsung mengegoskan pantatku menjemput Penis itu agar langsung menembusi kemaluanku. Sungguh aku menunggu tusukkan batang panas itu agar kegatalan vaginaku terobati.
Agak kasar tapi membuatku sangat nikmat, Kapri mendorong dengan keras Penisnya menerobos lubang kemaluanku yg sempit sekaligus dalam keadaan mencengkeram karena birahiku yg memuncak. Cairan-cairan pelumas yg keluar dari kemaluanku tdk banyak membantu.
Rasa pedih perih menyeruak saraf-saraf di dinding vaginaku. Tetapi itu hanya sesaat. Begitu Kapri mulai menaik turunkan pantatnya untuk mendorong dan menarik Penisnya di luang kemaluanku, rasa pedih perih itu langsung berubah menjadi kenikmatan tak bertara. Aku menjerit kecil tetapi desahan bibirku tak bisa kubendung. Aku meracau kenikmatan,
"Enak banget Penismu kang Kapri.. aacchh.. nikmatnyaa.. Penismu Kapri.. oohh.. teruusszzhh.. teruuzzhh.., uuhh gede bangett yaahh.. kangg.. kangg enakk.."
Genjotan Kapri semakin kenceng. Bukit bokongnya kulihat naik turun demikian cepat seperti mesin pompa air di kampung. Dan saraf-saraf vaginaku yg semakin mengencang menimbulkan kenikmatan tak terhingga bagiku dan pasti juga bagi si Kapri. Dia menceloteh,
"Uuuhh buu, sempit banget nonokmuu ..buu.., sempit bangeett.. bbuu enaakk bangett..". Dan lebih edan lagi, lantai papan loteng itupun nggak kalah berisiknya.
Aku bayangkan pasti si "Min" dibawah sono kelimpungan nggak keruan. Mungkin saja dia langsung ngelocok Penisnya sendiri.
Terus terang aku sangat tersanjung oleh celotehannya itu. Dan itu semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan mautnya Penis Kapri. Dan lantai papan ini.. berisiknyaa.. minta ampun! Percepatan frekwensi genjotan Penis dan goyangan pantatku dengan cepat menggiring orgasmeku hingga ke ambang tumpah,
"Kang.. kang.. kang..kang.. aku mau keluarrcchh.. keluarrcchh.. aacchh..", aku histeris.
Ternyata demikian pula kang Kapri. Genjotan terakhir yg cepatnya tak terperikan rupanya mendorong berliter-liter air maninya tumpah membanjiri kemaluanku. Keringat kami tak lagi terbendung, ngocor.
Kemudian semuanya jadi lengang. Yg terdengar bunyi nafas ngos-ngosan dari kami. Dari jauh kudengar suara kodok, mungkin dari genangan air comberan di kebon. Aku tersedar. Dirumah pasti suamiku gelisah.
"Kang Kapri, aku mesti cepet pulang nih..", Dia hanya melenguh "..hheehh..". Kulihat Penisnya ternyata masih tegak kaku keluar dari rimbunan hitam jembutnya menjulang ke langit.
Apa mungkin dia belum puas?? Aku khawatir kemalaman nih.
"Ayyoo kang, pulang dulu.., kapan-kapan kita main lagi yaahh..".
Kapri bukannya bangun. Dia berbalik miring sambil tangannya memeluk tubuhku mulutnya dia tempelkan ke pipiki dan berbisik,
"Buu, aku masih kepingin..",
"Nggak ah.., aku kan takut kemalaman, nanti suamiku nyariin lagi".
"Jangan khawatir bu.. Sebentar saja.. Aku pengin ibu mau ngisepin Penisku. Kalau diisepin cepat koq keluarnya dan aku cepat puas. Lihat aja nih, dianya nggak mau lemes-lemes. Dia nunggu bibir ibu nihh..". Kapri menunjukkan Penisnya yg gede panjang dalam keadaan ngaceng itu.
"Ayyoo dong buu.., kasian khan bbuu..?!". Dia و.. mengakhiri omongannya sambil bangkit, menggeser tubuhnya, berdiri kemudian ngangkangin dadaku lantas jongkok.
Posisi Penisnya tepat di wajahku. Bahkan tepat di depan bibirku.
"Aayyoo buu, isepin duluu.., ayyoo buu, ciumin, jilat-jilat..". Aku jadi nggak berkutik.
Aku pikir, biarlah, OK-lah, supaya cepat beres dan cepat pulang.
Kuraih Penis itu, kugenggam dan kubawa kemulutku. Aku jilatin kepalanya yg basah oleh spermanya sendiri tadi. Aku rasain lubang kencingnya dengan ujung lidahku.
"Aammpuunn.. Enakkbangett..", Kapri langsung teriak kegatalan.
Sambil tanganku mempermainkan bijih pelernya, Penis itu aku enyotin dan jilatin. Rupanya Kapri ingin aku cepat mengulumnya. Dan dia kembali mulai memompa. Kali ini bukan memekku tetapi mulutku yg dia pompa. Pelan-pelan tetapi teratur. Dan aku.., uuhh.. merasakan Penis gede dalam rongga mulutku.., rasa asin, amis, pesing dan asem berbaur yg keluar dari selangkangan, jembutnya, bijih pelernya.., nafsuku kembali hadir.
Dan pompa Kapri mencepat. Aku mesti menahan dengan tanganku agar Penis itu tdk menyodok tenggorokanku yg akan membuatku tersedak. Tdk lama. Tiba-tiba Kapri menarik Penisnya dan tangan kanannya langsung mengocoknya dengan cepat persis didepan muluku.
"Ayoo bu, minum pejuhku.. Buu, ayo makan nih Peniskuu.. Ayoo buu..minumm..buu.. Bbbuu..", kocokkan itu makin cepat.
Dan reflekku adalah membuka mulut dan menjulurkan lidahku. Aku memang pengin banget, memang menjadi obsesiku, aku pengin minum sperma si Kapri. Dan sekarang..
Entah berapa banyak sperma Kapri yg tumpah kali ini. Kurasakan langsung ke mulutku ada sekitar banyak kali muncratan. Dan aku berusaha nggak ada setetespun yg tercecer. Uuuhh.., aku baru merasakan. Gurihnya sperma Kapri mengingatkan aku pada rasa telor ayam kampung yg putih dan kuningnya telah diaduk menjadi satu. Ada gurih, ada asin, ada tawarnya.. dan lendir-lendir itu nikmatnyaa. Saat pulang kuselipkan dalam genggaman lembaran Rp. 50 ribu. Mungkin semacam ongkos bungkam. Dia dengan senang menerimanya. Tak ada lagi jari ngutik-utik telapak tanganku.
Kapri menurunkan aku di belokkan arah rumahku. Aku beri Kapri lembaran Rp. 100 ribu, tetapi dia menolak,
"Jangan bu, kita khan sama-sama menikmati.., dan terserah ibu.., kalau ibu mau, kapan saja saya mau juga.. Tetapi saya nggak akan pernah mencari-cari ibu, pemali, ntar jadi gangguan, nggak enak sama bapaknya khan?!". Wah.., dia bisa menjaga dirinya dan sekaligus menjaga orang lain. Aku senang.
Sesampai di rumah ternyata suamiku tdk gelisah menunggu istrinya. Kebetulan ada tamunya, tetangga sebelah teman main catur. Aku cepat tanggap,
"Udah dibikinin kopi belum pak?!" ..yg terdengar kemudian Skak!
TAMAT...
Share this novel