Bagian 2: Penemuan Peti Utama dan Ancaman Modern
---
Persiapan Penemuan Peti
Beberapa hari setelah penyelaman pertama yang menegangkan, tim Dr. Amir bersiap untuk melakukan ekspedisi berikutnya. Mereka membawa peralatan lebih canggih: crane mini untuk mengangkat benda berat, sistem pengangkatan hidrolik, dan tabung oksigen cadangan lebih banyak. Farah memeriksa alat selam dengan teliti, memastikan setiap selang, pengukur tekanan, dan regulator berfungsi sempurna.
“Doktor,” kata Farah, matanya menatap Amir serius. “Kita tidak boleh melakukan kesalahan. Arus di dasar laut sangat berbahaya. Bahkan kapal kecil pun bisa terseret.”
Amir mengangguk. “Aku tahu. Kita sudah belajar dari penyelaman sebelumnya. Kali ini, fokus utama kita adalah peti berukir emas itu. Itu kunci rahasia Flor de la Mar.”
Kapten Salleh menatap laut yang tenang, namun matanya berbinar waspada. “Tenang di permukaan tidak berarti aman di bawah. Kita harus memperhatikan tanda-tanda arus, bayangan, atau sesuatu yang tidak terlihat dengan mata telanjang.”
Zaki dan Haziq mengatur drone bawah laut dan kamera. Drone akan membantu mereka memetakan reruntuhan lebih jelas, menemukan jalur aman menuju peti utama, dan mengamati jika ada objek bergerak yang tidak wajar.
---
Penyelaman Kedua
Mereka memulai penyelaman pada pagi yang cerah. Farah memimpin, Amir mengikuti di belakangnya, sementara Haziq dan Zaki tetap memantau dari jarak aman, siap menolong jika terjadi keadaan darurat.
Begitu mencapai kedalaman lima puluh meter, reruntuhan Flor de la Mar tampak lebih luas dari perkiraan mereka. Lambung kapal yang retak terbentang sepanjang lebih dari enam puluh meter, sebagian tertutup lumpur, sebagian lain dihiasi karang yang indah namun licin. Meriam tua berkarat menempel di sisi kapal, sementara pecahan kayu berserakan di dasar laut.
Farah menyalakan lampu sorot. Sinar terang menembus kabut air, menyorot peti berukir emas yang setengah terkubur lumpur. Amir hampir menahan napas—ini adalah peti yang selama berabad-abad menjadi legenda, yang menyimpan rahasia kolonialisme Portugis.
Drone bawah air menampilkan bayangan samar di sekeliling mereka, tampak seperti kapal hitam kecil yang melayang tanpa angin. Sosok itu tidak bergerak, hanya mengamati. Amir merasakan detak jantungnya meningkat. Sosok ini semakin nyata, semakin menegaskan bahwa legenda Flor de la Mar bukan sekadar mitos.
---
Mengangkat Peti
Farah dan Amir mulai membersihkan lumpur di sekitar peti. Setiap gerakan harus tepat; lumpur yang tebal membuat mereka kesulitan bergerak, dan arus bawah laut semakin kuat.
Zaki mengaktifkan lengan mekanik crane mini dari kapal penyelam. Lengan itu perlahan menahan peti, memastikan tidak terbalik saat diangkat ke permukaan.
Haziq memantau kamera, menyorot setiap gerakan untuk memastikan tidak ada kerusakan pada peti.
Namun, saat crane menarik peti perlahan, tiba-tiba arus bawah laut berubah drastis. Pasir beterbangan, mengaburkan pandangan, dan drone hampir tersedot ke pusaran kecil. Sosok berjubah putih muncul lagi, berdiri di antara reruntuhan, tatapannya menusuk jantung Amir.
“Kita harus naik sekarang!” teriak Farah melalui regulator. “Arus ini terlalu kuat!”
Amir meraih tangannya, menarik Farah, dan mereka berenang ke permukaan. Drone berhasil ditarik kembali oleh Zaki, tetapi gambarnya menunjukkan sosok itu masih mengawasi mereka dari kedalaman.
Begitu mereka kembali ke permukaan, Kapten Salleh menarik mereka ke dek. Napas mereka tersengal, tubuh gemetar, dan wajah pucat. Namun peti berukir emas kini berada di dek kapal, utuh dan tersegel.
---
Ancaman Modern
Di malam hari, Amir duduk di kabin kapal, meneliti catatan sejarah Flor de la Mar. Ia menyadari bahwa peti ini bukan sekadar harta; ia menyimpan rahasia strategi Portugis, catatan perdagangan, dan mungkin peta ke harta lain yang lebih besar.
Tiba-tiba, telepon satelit di kapal berdering. Layar menampilkan nomor tidak dikenal. Amir mengangkatnya dengan hati-hati.
Sebuah suara berat dan elektronik terdengar:
“Kami tahu apa yang kalian temukan. Lepaskan peti itu, atau hadapi konsekuensi.”
Amir menelan ludah. “Siapa ini?” tanyanya.
“Kalian tidak perlu tahu. Hanya ingat, harta itu bukan untuk kalian. Jangan mencoba mengungkap rahasia yang sudah berabad-abad tersembunyi.”
Setelah sambungan terputus, Amir menyadari bahwa mereka sedang diawasi. Drone bawah air sebelumnya mungkin juga telah dipantau oleh pihak lain.
Ia tahu ekspedisi ini bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang permainan kekuatan modern—kolektor gelap, organisasi rahasia, atau bahkan mafia internasional yang mengincar harta karun.
Kapten Salleh menatap Amir. “Kita tidak bisa ceroboh. Laut di sini saja sudah berbahaya; ditambah manusia yang serakah… itu bisa menjadi bencana.”
Amir mengangguk. Ia tahu pihak lain pasti akan mencoba mendekati mereka. Peti di dek kapal bukan lagi sekadar artefak, tetapi simbol persaingan mematikan antara mereka yang menginginkan rahasia Flor de la Mar.
---
Bayangan di Malam Hari
Malam itu, kapal berlayar pelan di tengah laut. Ombak tenang, langit cerah, tapi atmosfer penuh ketegangan. Amir duduk di dek, menatap peti berukir emas, merasakan berat tanggung jawab yang menumpuk di pundaknya.
Farah duduk di sampingnya, diam, matanya menatap gelombang, seperti merasakan sesuatu yang tak terlihat.
Tiba-tiba, lampu navigasi kapal menyorot sesuatu di kejauhan. Siluet samar sebuah kapal kecil melintas tanpa suara, tanpa bendera, bergerak perlahan di permukaan laut. Drone bawah air menampilkan bayangan samar di kedalaman—lagi-lagi sosok berjubah putih, seolah mengikuti gerak mereka.
Amir menghela napas panjang. “Ini bukan lagi soal sejarah. Ini tentang keselamatan kita. Dan ada yang tidak ingin rahasia ini terbongkar.”
Farah menggenggam tangannya. “Kita tidak bisa mundur sekarang, Amir. Jika kita berhenti, kita tidak akan pernah tahu kebenarannya.”
Amir menatap peti berukir emas, simbol misteri yang menanti untuk dipecahkan. Ia tahu, perjalanan mereka baru dimulai. Bahaya dari laut dan manusia menanti, dan Flor de la Mar menyimpan rahasia yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan siapa pun.
---
Rencana Selanjutnya
Keesokan harinya, Amir mengumpulkan kru. Ia menjelaskan strategi untuk menyelam lebih dalam, memeriksa ruang tersembunyi lainnya di lambung kapal, dan memastikan pengamanan lebih ketat terhadap ancaman pihak luar. Kapten Salleh menyetujui rencana itu, menambahkan sistem pengawasan tambahan dan rute pelarian darurat.
Amir sadar, mereka tidak hanya mengejar harta fisik. Mereka mengejar sejarah, legenda, dan mungkin sesuatu yang lebih mistis—sosok yang selalu muncul di kedalaman setiap kali mereka mendekati peti.
Sebelum penyelaman berikutnya, Amir menulis di jurnalnya:
“Flor de la Mar bukan sekadar kapal. Ia adalah teka-teki yang menuntut keberanian, kecerdikan, dan ketahanan. Apa pun yang menunggu kita di dasar laut, kita harus siap menghadapi—baik dari laut maupun manusia yang mengincar rahasia ini.”
Dan malam itu, di kejauhan, bayangan samar kapal hitam sekali lagi mengikuti mereka, seolah menunggu saat yang tepat untuk menuntut harta dan rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi.
---
Share this novel