---
[Scene: Kafe tempat Nana kerja. Pagi masih muda, tapi suasana di hati Nana terasa berat. Dia berdiri di balik meja kasir, matanya terus melirik ke arah pintu.]
[Setiap kali pintu terbuka karena pelanggan baru masuk, Nana langsung menoleh cepat. Tapi bukan Rayan. Lagi-lagi bukan dia.]
Nana: (gumam dalam hati)
Kemana sih anak itu? Biasanya jam segini udah nongol... minimal buat gangguin gue.
[Nana pura-pura sibuk menyusun gelas, tapi tatapannya kosong. Sesekali dia melirik layar ponsel, berharap ada pesan. Tapi layar tetap gelap.]
[Rekan kerja Nana, Han, mendekat.]
Han:
Na, lo nungguin siapa sih dari tadi? Udah kayak detektif jagain pintu.
Nana: (cepat menghindar)
Enggak... enggak siapa-siapa. Biasa aja.
Han:
Iya, biasa banget... sampai liat pintu udah kayak liat mantan.
(ketawa kecil)
[Nana gak ikut tertawa. Dia kembali melirik ke pintu, lalu tiba-tiba memegang dadanya sendiri. Jantungnya berdetak cepat.]
Nana: (bisik pelan)
Kenapa sih... perasaan gue gak enak dari tadi?
---
Share this novel