[Scene: Pantai malam hari. Angin sejuk bertiup pelan, suara ombak menyapu pasir lembut. Nana dan Rayan berjalan menyusuri jalan kecil di tepi pantai, masing-masing pegang plastik isi jajan.]
Nana:
Tuh, gue udah beli cilok, tahu crispy, sama jagung bakar. Jangan ngeluh, ini yang ada tadi.
Rayan: (ngambil satu tahu, ngunyah)
Gue sih gak ngeluh. Selama makannya bareng kamu, apa aja jadi enak.
Nana:
Halah... gaya lu.
[Mereka jalan pelan, sesekali saling senggol. Setelah beberapa menit, mereka duduk di bangku kayu tua yang menghadap laut. Rayan selonjoran, sandarin punggung ke sandaran bangku, dan memejamkan mata sejenak.]
Rayan:
Gue suka tempat kayak gini. Gak bising, gak ada drama. Cuma ada suara laut... dan kamu.
Nana: (mandangin laut, pura-pura gak ngaruh)
Yah... kalau kamu cari yang gak ada drama, harusnya gak ngajak aku. Gue kan... paket lengkap.
Rayan: (buka mata, senyum kecil)
Iya, makanya gue suka. Hidup gue terlalu sepi kalau gak ada yang bentak-bentak gue tiap lima menit.
Nana:
Tunggu aja. Nanti juga bosen sama gue.
Rayan: (serius, pelan)
Kalau gue bosen, gue gak bakal duduk di sini sekarang. Gak bakal maksa ikut kamu naik motor. Gak bakal... seneng cuma karena kamu nyuapin gue tahu crispy.
[Nana diam. Gigit bibir pelan. Angin malam meniup rambutnya ke arah wajah.]
Nana:
Kenapa sih kamu suka bikin aku bingung?
Rayan: (lirih, sambil tetap menatap laut)
Karena... aku juga bingung, kenapa kamu bisa ngisi kepala aku tiap hari.
[Hening sebentar. Hanya suara ombak dan jantung yang berdetak lebih kencang.]
Rayan:
Na…
Nana:
Hm?
Rayan:
Kalau aku jatuh cinta sama kamu, kamu bakal turunin aku di jalan juga?
[Nana terdiam. Lalu pelan-pelan tersenyum, tanpa menoleh.]
Nana:
Gak. Tapi jangan harap aku boncengin kamu tiap hari.
Share this novel