---
[Scene: Rumah Sakit Bina Sejahtera – Lantai 1, Kaunter Informasi]
Nana: (suara tergesa, napas masih ngos-ngosan)
Maaf, ada pasien yang masuk semalam… namanya Rayan. Rayan Danial… kira-kira dia dirawat di mana?
Suster: (mengetik cepat, lalu menatap layar)
Tunggu sebentar, ya…
(hening sebentar)
Ada. Rayan... kamar 09, lantai 4.
Nana:
Terima kasih!
[Tanpa buang waktu, Nana langsung menuju lift. Jarinya bergetar saat menekan tombol. Wajahnya pucat. Dalam lift, dia memejamkan mata, menahan air mata.]
Nana: (gumam dalam hati)
Tolong... jangan begini, Ray. Jangan tinggalin aku...
---
[Scene: Lantai 4 – Depan Kamar 09]
[Pintu kamar sedikit terbuka. Cahaya putih dari dalam menyorot keluar. Nana menahan napas, lalu perlahan mendorong pintu. Di dalam, terlihat seorang dokter sedang memeriksa alat monitor di sisi ranjang.]
Nana: (pelan, tapi tegas)
Dok… gimana keadaannya?
Dokter: (berhenti menulis, lalu menatap Nana dengan serius)
Dia mengalami luka parah di bagian kepala. Trauma otak. Saat ini, dia dalam keadaan koma.
[Nana menutup mulutnya, langkahnya mundur sedikit.]
Dokter:
Kami sudah lakukan yang terbaik. Sekarang… tinggal keajaiban dan doa. Kita harus banyak-banyak berharap.
[Dokter meninggalkan kamar dengan tenang. Nana menatap tubuh Rayan yang terbaring lemah, penuh kabel dan perban. Monitor detak jantung berbunyi pelan tapi stabil.]
[Nana berjalan perlahan ke sisi tempat tidur. Kakinya terasa berat seolah menjejak lumpur. Begitu sampai, dia langsung menggapai tangan Rayan yang dingin.]
Nana: (suara pecah)
Rayan...
[Dia berlutut di sisi ranjang, memeluk tangan Rayan sambil menangis sekuatnya. Tangisnya pecah tanpa bisa ditahan lagi.]
Nana:
Gue belum selesai marahin lo… gue belum sempat bilang… gue sayang lo.
[Kamera bisa membayangkan menangkap wajah Nana yang berlinang air mata, dan layar perlahan gelap, menyisakan bunyi mesin monitor di background.]
---
.
Share this novel