---
[Scene: Malam hari, jalanan sepi. Lampu-lampu jalan mulai redup. Nana berdiri di depan rumah Rayan, menekan bel berkali-kali. Rumah gelap, tak ada suara dari dalam.]
Nana: (panik dalam hati)
Mana sih dia… Jangan bilang ada apa-apa...
[Nafas Nana makin cepat. Tangannya dingin. Dia hendak mengetuk pintu sekali lagi saat tiba-tiba—]
Suara Lelaki Tua:
Dek, nyari Nak Rayan ya?
[Nana menoleh cepat. Seorang lelaki paruh baya, mungkin tetangga, berdiri di bawah cahaya remang. Wajahnya serius.]
Nana: (cepat-cepat)
Iya, Pak... Bapak tahu dia di mana? Dia gak bisa dihubungin dari pagi…
Lelaki Tua: (pelan)
Pagi tadi… kami nemuin dia tergeletak di dekat tempat sampah, berlumuran darah. Kami langsung bawa dia ke rumah sakit.
[Nana membeku. Kata-kata itu seolah merobek udara malam. Jantungnya seakan berhenti berdetak sejenak.]
Nana:
A-a-apa...? Serius, Pak? Terus… sekarang dia di rumah sakit mana?
Lelaki Tua:
RS Bina Sejahtera. Tadi saya lihat dia masih belum sadar pas dibawa.keadaanya sangat parah.
[Tanpa pikir panjang, Nana mengangguk cepat.]
Nana:
Makasih, Pak… makasih banyak!
[Nana langsung naik ke atas motornya. Dengan tangan sedikit gemetar, dia menyalakan mesin dan melaju kencang di tengah malam, membelah jalanan seperti angin.]
Nana: (gumam, hampir menangis)
Rayan... tunggu aku. Jangan kenapa-kenapa. Jangan tinggalin aku...
---
Share this novel