Bab 4 [Restu Dari Zara]

Romance Completed 1670

Sengaja mengulur-ngulur waktu, Yogi menyeret Zara ke pusat perbelanjaan terbesar di kota. Hanya ingin berlama-lama dengan sahabat lama yang ia cintai.

Mereka ada di tempat pakaian wanita, meski Zara sudah menolak untuk memilih karena isi dompet yang tipis tapi Yogi tetap memaksa ingin memberinya sebagai hadiah.

"Lihat, baju pink ini bagus. Coba deh," Baju berwarna pink di tangan Yogi memang cantik, panjang tangannya 3/4 hingga terkesan simpel dan Zara rasa ia tertarik. Namun gadis itu berusaha menolaknya saat melirik harga, "Tapi, baju inikan..."

"Mahal" sergap Yogi cepat. Disambut anggukan mantap dari sang gadis. Penuh rasa sayang akhirnya Yogi balas mengangguk, meyakinkan bahwa itu semua urusannya.

Tak diduga Yogi pun mengulurkan tangannya ke pipi chubby Zara. Rasanya pipi Zara bersemu merah, ternyata ia masih belum berubah ya. Anak orang kaya itu mengangguk.

"Cepet coba, kamu lapar kan? Ayo! Setelah itu kita makan."

Sambil menunggu Zara mencoba pakaian yang ke tiga, akhirnya Yogi putuskan untuk duduk di kursi panjang membelakangi ruang ganti. Setelah Zara keluar dan tersenyum, ia bersiap memanggil Yogi, namun tiba-tiba tangannya ditarik cukup kasar.

Ini rasanya sakit! Zara meronta agar tangannya tak ditarik sekuat tadi. Matanya terbelalak saat tahu jika Daniel yang menyeretnya.

"Ayo pulang. Lo dalam masalah besar, Ra."

"Apa maksud lo, Dan. Gue enggak ngerti Daniel, lepas-kan," hentakan tangan Zara membuat hati Daniel sedikit perih. Mengapa Zara jadi sekasar ini?

"Natasya mencarimu, kenapa kau tidak pulang?" Kini pertanyaan Daniel semakin seduktif. Ada kilatan marah yang tercetak di raut wajahnya. Namun dikendalikan dengan suara yang merendah.

Zara hanya mendengus, "Apa peduli lo. Lo aja bukan orang yang berhak mengatur hidup gue," Tidak Daniel, aku tidak bisa terlalu lama berada di dekatmu, batinnya melanjutkan.

Karena mendengar suara keributan Yogi turut menoleh ke belakang. Di sana Zara sedang bertengkar. Sial, kenapa lelaki itu muncul? Yogi ikut mendengus seperti Zara.

"Kenapa kalian ribut di tempat seperti ini? Daniel berhenti mengekang Zara, dia juga butuh refresing," Zara tersenyum. Yogi ada di pihaknya sekarang.

"Refresing kata lo?!" Bentak Daniel mencengkeram kerah kemeja Yogi, "Kakaknya mengamuk di rumah gue atas tuduhan penculikan," lanjutnya berang namun Zara justru tertawa cekikikan. Sejak kapan Natasya peduli keberadaannya. Apa karena dia kehabisan uang?

Saat ini siang bolong memayungi Zara dan Daniel untuk pulang. Motor matik yang Daniel kendarai terparkir cantik di halaman rumah. Keduanya masuk setelah pemuda itu menarik kunci motornya. Natasya ada di rumah, batin Zara.

Dirinya masuk mendahului Daniel yang masih melirik kagum lukisan tua nan usang di ruang tamu, dinding pucat pun tak jadi masalah.

Natasya berdiri. Menantang Zara dengan melipat kedua tangannya. Luapan emosi sudah sejak pagi dibendungnya, tapi belum ada pelampiasan kecuali mesin jahit yang sudah hancur.

Zara tertohok melihat bahan rancangan miliknya hancur "Ya Tuhan, kakak kenapa mesin jahitnya hancur?" mata Zara sudah memerah, air mata mulai mencari jalan untuk keluar. Ia memeluk sebagian rancangan yang hampir jadi.

"Bandingkan!" desis Natasya. "Bandingkan dengan perasaanku yang hancur Zara. Serpihan kaca bahkan lebih berharga daripada aku," bentakan kasar Natasya sukses membuat adiknya menangis keras. Rambutnya terjambak dan tangannya terinjak akibat posisinya yang sedang sujud. Untaian kata maaf bahkan sudah tak berlaku untuk Zara.

"Dasar adik tidak tahu diri. Chiko mencarimu untuk menjelaskan semuanya, kau bukan lagi sahabatnya, kau bukan siapa-siapa," gertak Natasya dengan menahan jambakannya, "Kau tahu, dia tertabrak dan koma karena mencarimu cukup keras. Aku tidak terima itu." Zara ditarik hingga bangkit kemudian tertampar dengan kekuatan yang cukup kasar. Tidak berdarah namun cukup membiru, lebam.

Bermaksud pamit pulang justru Daniel dihidangkan dengan pemandangan yang tidak mengenakkan. Sial, temanku dianiaya, desisnya kasar.

"Cukup Natasya," ia mendekat memisahkan mereka. Sebelum Zara terhuyung ia kembali memeluknya lemah seperti kemarin malam.

"Ada apa ini? Jelaskan!" Dengan nada pelan, sang pemuda meminta Natasya menerangkan. Kemudian melirik mesin jahit yang hancur berantakan.

***

"Zara!"

Gadis itu menoleh. Daniel masih di sini pikirnya. Ia menarik senyum meski sedikit aneh karena pipi kanan yang lebam. Dibalas dengan senyuman, Daniel juga memberinya minum. "Apa tanganmu masih sakit?" Bermaksud menggenggam namun Zara meringis kesakitan.

"Au," gumamnya "ini cukup sakit,"

"Maaf, harusnya kemarin kuantar pulang. Ini semua salahku," Daniel mencium lembut luka pada tangan Zara yang ada dalam genggamannya. Mereka saling menatap.

"Ah, itu." Zara kembali teringat akan sikap Daniel yang berlebihan soal Katrina. Tapi untuk kali ini biar Daniel jadi miliknya.

"Daniel, aku mohon. Kali ini saja peluk aku, sebelum kau ada dipelukan orang lain," Daniel terkesiap mendengarnya. Ia hanya mengangguk mengizinkan. Pikirannya berantakan karena sikap rekannya hari ini.

"Tentu saja. Kemarilah!" Keduanya saling peluk dengan perasaan yang sulit diartikan.

"Maafkan aku Zara, ini semua salahku." ujar Daniel dalam hati.

"Daniel jangan tinggalkan aku. " Zara berharap dalam hati.

***

Bermodal keberanian besar, Zara bertekuk lutut memohon pada sang kakak untuk menjenguk Chiko di rumah sakit. Dengan bersusah payah akhirnya Natasya mengizinkan. Hari ini Zara menggandeng Daniel cukup erat.

Kini rumah sakit mahal ada di depan mata. Tentu saja di dalam sudah ada kakaknya yang tengah menunggu Chiko. Sejak semalam gadis itu tidak pulang membuat kantong matanya hitam. Sengaja Zara membawa bekal agar sang kakak makan.

"Jangan sampai kau ikut sakit, aku sangat menunggu pesta pernikahan kalian," Natasya tersenyum mendengarnya "jadi, makanlah," dan kemudian mengangguk.

"Chiko cepat bangun, kakakku minta dinikahkan olehmu. Apa kau tidak mau jadi iparku?" di dekat ranjang ada kursi yang tadi Natasya duduki, saat gadis itu pergi untuk makan Zara pun menggantikan.

"Maafkan aku karena aku juga sudah memaafkanmu," walau mata Chiko masih terpejam namun dalam hati ia yakin lelaki itu pasti menepati janjinya. Menikahi sang kakak.

Lupa karena ada orang lain selain dirinya, Zara terkikik melihat Daniel yang berdiri patuh tak bergerak sedikit pun. Ia memukul tangannya pelan.

"Untungnya tanganmu tidak terangkat ke atas seperti patung liberty, haha..."

"Kau bisa tertawa sekarang? Rasakan ini," pipi gempil Zara jadi sasaran amuk.

"A-au sakiiiiit" setelahnya mereka jadi perang jitak tak terelakkan.

Melihat mereka tampaknya terlihat serasi bukan? Hanya saja hal itu sulit disatukan.

Tiga bulan berlalu, sejak insiden mengharu biru. Akhirnya Chiko terbangun dari koma dan bergerak cepat setelah mendapat maaf dari Zara untuk melangsungkan lamaran dan pernikahannya. Semua persiapan diurusnya sangat matang. Gedung mewah, gaun pernikahan, dekorasi pun tak luput terkemas rapi oleh wedding organizer. Selang waktu yang singkat namun mengesankan membuat Natasya singgah di pelaminan dan menjadi ratu sejagat hari ini.

Keduanya resmi menjadi pasangan sehidup semati kala janji suci usai diucapkan di hadapan saksi dan tamu undangan. Saat ini mereka berdiri tersenyum menyambut adik tercinta yang mulai mendekat.

"Kakaaaak, aku enggak nyangka akhirnya nikah juga."

Pletakkk. Natasya menjitak kepala adiknya gemas. "Hei, kamu pikir aku ada niat jadi perawan tua," Chiko yang ada di dekat mereka ikut tertawa menyaksikan kakak-adik dua bersaudara yang akrab. Tak disangka setelah sekian lama bersitegang mereka dapat meredamnya.

"Sudah, sudah. Malu dilihat para tamu." Lerai Chiko menengahi "Zara," lanjutnya lagi kemudian berbisik "Jadi, kamu digandeng Daniel atau Yogi?" Natasya yang mencuri dengar hanya menahan tawa melihat wajah merona adiknya. Rupanya di sana ada kedua lelaki yang dimaksud sedang duduk bersebrangan.

Sedangkan Zara menutup mukanya dengan kedua tangan akibat malu.

"Chiko, jangan membuatku mengamuk sekarang," ujarnya dengan nada menggeram.

"Ha ha ha, Zara aku tidak tahan untuk tertawa," Natasya bahkan sampai out charakter jika melirik balutan gaun putih gading nan mahal yang ia pakai. Chiko hanya mencolek tangannya pelan, "Sayang jaga sikapmu".

***

Zara tampak manis hari ini. Berbalut dress merah muda selutut, high hill dan polesan bedak tipis yang Natasya berikan beberapa bulan lalu sepulang dari luar negeri. Sekarang ia tahu jika waktu itu kakaknya pergi bersama Chiko untuk berlibur. Huh, sayangnya waktu itu belum berdamai dan tak mengira mereka balikan.

Duduk di dekat jendela besar yang mengarah ke taman kota nan indah membuat Zara dibuat bahagia. Pemandangan malam hari tampak sempurna dengan gemerlap bintang dan gemerlap lampu jalan. Ada pasar malam ternyata, bianglala di sana memperjelas letaknya yang tak jauh dari kafe sehati. Itu bahkan beberapa puluh meter saja dari rumah. Cocok untuk tempat refresing beberapa hari ke depan.

"Jangan jadi kucing liar yang sulit dicari Zara. Aku berkeliling hanya untuk mencarimu," dengan membawa dua gelas jus Daniel datang sambil mengomel seperti ibu yang kehilangan anak kesayangannya.

Zara meletakkan kedua gelas dari tangan Daniel ke atas meja lalu membalasnya kesal. "Tidak ada yang memintamu ke sini, untuk apa bersusah payah mencariku."

"Hei. Kenapa kamu marah, aku hanya..." khawatir kau berbuat hal aneh. Namun terucap dalam hati.

"Hanya ap-"

Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Daniel dari belakang. "Anak muda, kau sudah punya kekasih rupanya," memancing Zara dan Daniel untuk menoleh ke arah sumber suara. Kemudian terkejut dan...

Daniel menepis tangan Bastian kasar, "Enak saja, dia bukan pacarku, dia cuma rekan kerjaku saja kok. Katrina jangan dengarkan dia," begitu mantap ia berkata semua itu di hadapan Zara. Tentu saja Zara ingin marah tapi ia siapa. Hanya rekan kerja!

Di sana Zara hanya diam mendengarkan Daniel berdebat dengan Bastian sedangkan Katrina tak ambil pusing bahkan sibuk memainkan gadget-nya.

Entah ada malaikat datang dari mana. Ia mengutus Yogi datang dengan pakaian formal nan mengejutkan. Ingat, ia termasuk deretan orang kaya di negeri ini. Jangan tanyakan sahamnya yang menggunung. Wajar jika disetiap pertemuan atau acara formal ia datang. Bergabung dan menarik tangan Zara begitu saja untuk meninggalkan mereka yang beragumen kasar.

"Hei, kau akan membawa Zara ke mana?" Daniel memotong rutukannya pada Bastian karena Zara ditarik paksa dari jarak dekat. Bermaksud merebut kembali walau nihil.

"Urusi dulu urusan lo, biar aku bawa kekasihku," Zara dan Daniel tersentak. Tapi Yogi lekas memberinya tatapan sebagai kode. Emosi mulai digunakan sekarang.

"Sejak kapan dia pacar lo hah?"

"Shut up guys." Ini suara Katrina. Rupanya rasa kesal turut merasukinya "Daniel bodoh, bego, tolol. Di sini lo ributin siapa hah? Jadi cowok nggak tahu diri."

Sudah sejak dua bulan lalu Daniel bekerja di perusahan Yogi dan sejenak mengabaikan profesi hobinya sebagai fotografer. Ia ada di bagian perbendaharaan. Ini semua karena penawaran itu. Yogi ingin ia kaya, dengan itu Daniel diposisikan di bagian keuangan. Bukan untuk korupsi namun di sana ada penghasilan yang menjanjikan.

Zara tidak tahu soal itu. Dan Yogi tidak mau tahu permasalahan mereka terutama soal Daniel. Ia hanya ingin berdamai dengan sahabat lamanya dan lagi ia bukan pengecut seperti yang dikatakan Chiko.

Ya Chiko. Mereka bersahabat dulu. Sebelum perselisihan terjadi hingga mereka pecah. Mendengar Chiko akan menikahi Natasya awalnya Yogi ingin melindungi Zara tapi saat tahu mereka berbaikan ia cukup berlega hati.

"Daniel, sudah jam makan siang istirahatlah," ia memerintah usai menemui ketua yang ada dalam satu ruangan bersama rivalnya ini. Rival? Entahlah lelaki itu saja tak mengakui perasaannya.

"Baik Pak, terima kasih."

***

Setelah mobil sport terparkir di depan kafe, sang pemilik pun keluar untuk menemui sahabat lamanya. Ia disambut pramusaji di depan pintu, tersenyum ramah menyambut tamu. Langkah mantap Yogi diantarkannya ke meja Zara dan Chiko.

Tersenyum miring menggoda mereka, "gue enggak nyangka kalian jadi saudara, haha," kikikan Yogi mengundang pandangan sebal dari keduanya. Saling adu pandang lalu menjitak Yogi bangga.

"Enggak lucu Yogi, lo mau gue bunuh," Chiko mengangguk karena balasan Zara. Setelah menyeruput kopi yang masih tersisa di gelas.

"Kalau kita saudara kenapa? Lo iri? Hn," tanya Chiko dibalas delikan bahu dari Yogi. Pesanannya datang sebelum ia bicara.

"Ya mungkin aja bisa daftar jadi suami adik iparmu," sekilas melirik Zara yang seketika tersendak. Minumnya berantakan hingga sebagian kopinya tumpah. Segera Yogi mengambil tisu untuk membantunya mengelap pakaian yang terkena tumpahan.

"Yaaak!! Yogi, lo ngomong apa? Aduuh baju gue basah kan," tuturnya menggerutu akibat kelakuan cerobohnya sendiri. Yogi secara langsung tidak salah di sini.

"Maaf deh maaf. Lagi pula sifat polosmu waktu SMA berubah drastis. Anak tomboi aja kalah. Lo lebih mengerikan. "

Zara kembali melebarkan mata, mengancamnya dengan tatapan membunuh. Chiko hanya geleng kepala karena baru tahu jika mereka satu sekolah di SMA. Masih banyak cerita yang belum ia ketahui sampai saat ini. Namun, yang lebih penting semua bisa bersama lagi.

"Shut up, Ra. Lo bisa bikin gue gilaaaaa."

***

Ting tong ting tong...

Suara bel berbunyi hampir lima kali. Gadis memakai kemeja merah itu menunduk menghela napasnya sejenak. Dirinya bermaksud menemui rekan kerja tercintanya yang hilang tanpa kabar. Ia tidak tahu di mana lelaki itu bekerja sekarang, yang ia tahu Daniel akan selalu cerita apa yang ia lakukan sejauh ini. Tapi sekarang? Zara meragukan.

Tepat 5 menit berlalu ternyata ada seseorang yang datang dengan pakaian putih abu-abu. Rupanya Yana yang baru pulang dari sekolah. Zara melirik jam tangan. waktu mengarah pada pukul tiga sore.

Yana tersenyum mendapatinya di depan pintu, "Hei kak, lama tidak bertemu. Tambah cantik aja," huh, adik Daniel memang pandai sekali menggoda. Pengecualian untuk kakaknya yang kaku itu.

Zara menyengir kuda, "Ah, lo Yan. Bisa aja kan gue malu haha," menepuk pundak Yana pelan lalu keduanya tertawa.

"Ayo masuk. Kak Daniel belum pulang," ujarnya santai.
Kini mereka sudah duduk di ruang tamu. Mata Zara mengedar namun tidak ada orang kecuali Yana. Mengingat orangtua kedua pemuda itu pulang ke desa.

Zara dibuat terkejut oleh jawaban Yana. Rasanya ia merasa aneh dengan sikap Daniel saat ini, "Belum pulang? Apa dia ada job? Tumben tidak memberi tahu."

"Hah?" Yana terkejut, "Aku pikir kakak memberi tahu kak Zara lebih dulu. Jadi kakak enggak tahu?" Zara mengangguk cepat begitu saja. Benar firasatnya akan gelagat Daniel, aneh. Apa sekarang bermain rahasia?

Yana pun akhirnya melanjutkan ucapannya, "Dia kerja di perusahaan Eagle."

Uhuuuk. Uhuuk...

Rupanya adik ipar Chiko ini terkena sindrom tersedak lagi jika terkejut. Perusahaan Eagle? Itu perusahaan Yogi kan? Yang ia tahu mereka adalah rival sejak SMA. Ini sudah jelas tidak benar.

"Eagle? Kamu jangan bercanda sayang," ia mencoba menyangkal perkataan Yana sambil memasang puppy eyes-nya.

"Enggak kakak ipar," kikikan Yana menarik Zara untuk tertawa. Tidak, pikir Zara. Ia tidak boleh marah pada Daniel. Hubungan mereka hanya sekadar teman biasa, bukan lagi teman kerja. Jadi, selama ini Daniel menutupinya?

"Yana, gue pulang!"

Cetaaaaar!!!

Badai tidak datang angin pun tak bergoyang. Entah mengapa Zara tersambar oleh suara yang baru saja ia dengar. Sekarang pemuda yang dicarinya telah datang.

"Zar-ra?" suara khas seorang lelaki dewasa pun keluar dari mulut Daniel. Ia terkejut tentunya.

"Kau di sini?"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience