1

Thriller Series 201

Ami, putri kecilku sangat bahagia. Sepanjang perjalan ia terus bernyanyi.

"Seneng banget ya diajak liburan sama Ayah dan Bunda?" tanyaku sambil menoleh padanya yang masih asyik bersenandung.

Ia langsung menghentikan nyanyiannya lalu menatapku penuh senyum dan berkata,

"iya donk, Bun. Kita baru kali ini liburan ke villa. Aku sudah lama tak kesana, pasti sangat bahagia."

"Makasih ya, Yah. Udah ngajakin kami jalan-jalan ke villa," ucapku pada mas Bima, suamiku.

"Sama-sama, Bun. Baru kali ini Ayah dapat cuti barengan sama hari libur Ami. Jadi Ayah sempatkan mengajak kalian jalan-jalan," sahutnya.

Tak ada percakapan lagi, suamiku fokus menyetir mobil. Sementara Ami sudah tertidur pulas dibelakang sambil memeluk boneka kesayangannya.

Namaku Anita Atmaja, seorang ibu muda tepatnya mamah muda karena memang aku masih muda, karena usiaku sekarang masih 30 tahun.

Aku mempunyai suami bernama Bima Sakti, udah kayak satelit ya namanya. Pria berumur 35 tahun itu adalah tipe suami idaman. Selain ia sering memberikan hadiah untukku dan Ami. Ia juga tipe pria posesif, jadi setiap 3 jam sekali pasti menanyakan kabarku. Kecuali 3 tahun yang lalu, saat ia mendapat tugas di wilayah terpencil, tepatnya tak jauh dari villa yang akan kami tuju sekarang ini. Dulu, sinyal disana sangatlah susah, jadi maklumi saja.

Ami Violina, putri kecilku yang sekarang menginjak usia 9 tahun. Dia adalah gadis periang plus cerewet. Karena itu, aku masih menunda untuk nambah anak lagi. Punya anak satu aja udah bikin kepala nyut-nyutan saking bawelnya tuh bocah. Haha...

Menempuh perjalanan hampir 3 jam lamanya membuatku ikut terlelap. Dalam mimpi, aku melihat seorang wanita berambut panjang yang hampir menutupi seluruh wajahnya serta memakai baju putih tersenyum padaku.

"Selamat datang di rumahku, Kaka!"

Ia menyapaku sambil terus berjalan kearahku. Namun, ada yang aneh. Kenapa jalannya pincang? Apa dia cacat?

Namun aku seketika dibuat shock, saat ia tiba-tiba sudah berada tepat didepanku. Ia menggerakkan kepalanya. Terdengar bunyi retakan tulang.

"K-kamu? S-siapa kamu sebenarnya?" tanyaku gugup, aku langsung memundurkan tubuh perlahan.

"Aku adikmu!" Dia berkata sambil menatap tajam padaku. Tiba-tiba, ia menghilang.

"Jangan takut! Aku hanya ingin menyambut kedatanganmu," bisiknya tepat ditelingaku.

Bulu kudukku meremang, jantungku hampir saja copot saking kagetnya.

"Bun, bangun. Kita sudah sampai!" Tiba-tiba aku mendengar suara mas Bima.

Aku mengerjapkan mata.

"Nyenyak banget tidurnya sampai ngiler gitu!" ledeknya.

"Hah!" Aku langsung mengelap sudut bibirku.

"Ish! Mas ngerjain aku, mana...ga ada iler!" Aku langsung mencubit tangannya.

Ia tak marah, bahkan tertawa puas setelah membuatku kesal.

Cup

"Udah, jangan ngamuk-ngamuk disini. Kasian Ami, nanti dia malah terbangun." Mas Bima berkata pelan sambil menoleh kearah putri kami.

Aku tersenyum malu. Gimana ga love sekebon cabe kalau punya suami co cweet gini. Air mana air, klepek-klepek aku jadinya.

Kami langsung keluar dari mobil. Pertama yang kulihat ialah sebuah villa tua namun sangat eksotis. Pemandangan disekitarnya sangat memanjakan mata. Sungguh ini menjadi liburan paling berkesan dalam satu tahun ini, karena kami bisa kesini lagi.

Pintu villa terbuka, seorang wanita paruh baya dengan baju kebaya serta sanggul menyambut kedatangan kami.

"Selamat datang, Nyonya Anita dan Tuan Bima," sapa mbok Darmi.

Perempuan berusia setengah abad lebih 10 tahun itu sudah menjaga villa ini dengan suaminya yang bernama mbah Rasno.

"Apa kabar, Mbok? Lama ga ketemu. Mbok tambah cantik saja!" pujiku agak berlebihan memang. Mana ada orang tua tambah cantik, tambah keriput iya.

"Ah, Nyonya bisa saja bercandanya. Tapi Mbah Rasno juga bilang begitu. Nanti deh kalau urusan beres-beres sudah kelar semua. Mbok mau ngaca! Siapa tahu omongan kalian jadi kenyataan," sahutnya sambil terkikik.

"Selamat datang, Nyonya dan Tuan. Maaf saya tadi habis memangkas rumput di kebun belakang rumah." Tiba-tiba suami mbok Darmi datang terburu-buru sambil merapikan peci dan sarungnya.

"Apa kabar, Mbah?" sapaku pada lelaki tua berumur kira-kira 70 tahun itu.

"Alhamdulillah, kabar kami berdua disini baik, Nyonya. Silahkan masuk, biar Mbah dan si Mbok yang bawain semuanya. Kalian istirahatlah. Pasti sangat lelah setelah menempuh perjalanan menuju kesini," sahut beliau.

Aku melangkah memasuki villa itu. Mas Bima memyusul sambil menggendong Ami yang masih tertidur lelap.

Aku dan mas Bima langsung naik ke lantai 2. Disanalah kami biasa beristirahat. Karena aku sangat suka dengan pemandangan indah saat membuka jendela kamar.

"Kalau masih ngantuk, lanjut aja tidurnya. Mas mau mandi sebentar, lengket banget badan." Ia sudah mengambil handuk bersiap untuk mandi.

Aku tak menjawab, karena memang aku masih merasa sangat lelah. Aku kembali merebahkan diri disamping Ami.

Tak terasa, saking nyenyaknya tidur. Saat terbangun, hari sudah sore. Aku langsung bergegas bangun dan mandi. Saat aku menoleh kesamping, tak ada putriku. Kemana dia?

"Mungkin saja ia sudah pergi jalan-jalan keluar bersama mas Bima," pikirku.

Aku keluar kamar setelah menyegarkan badan. Tiba-tiba perutku berbunyi, ah aku baru ingat kalau belum makan sejak tadi siang.

Aku berjalan menuju meja makan. Memang mbok Darmi the best, semua makanan kesukaanku sudah terhidang diatas meja.

Aku segera mengambil piring dan mengambil lauk secukupnya.

Grep!

"Makan kok ga ngajak-ngajak!" Mas Bima sudah menepuk bahuku, bikin kaget saja.

"Maaf, Mas. Habisnya aku pikir kalian sudah makan, makanya aku makan sendirian. Oh, iya. Ami kemana? Kok aku bangun ia sudah tal berada di kamar?" tanyaku pada mas Bima.

"Makanlah dulu, mas dan Ami tadi sudah makan kok. Mau bangunin Bunda, tapi ga tega saat liat Bunda tidurnya lelap banget. Ami tadi main di pekarangan rumah. Tenang, ada Mbah Rasno yang nemenin," jawab suamiku.

Aku hanya mengangguk, lalu melanjutkan mengisi perutku yang sudah keroncongan.

Mas Bima menemaniku makan sampai selesai. Ia hanya menatapku sambil tersenyum.

"Mas, jangan liatin gitu napa! Aku ga bisa nelan ini," ucapku pura-pura merajuk, padahal dalam hati aku deg-degan.

"Ga bisa nelan, kok habis 2 piring?" ejeknya dengan mata tak lepas memandangku.

"Masa sih? Perasaan baru 1 piring?" kilahku sambil terus mengunyah masakan terenak setelah buatan ibuku.

"1 piring yang sekarang, kan. Tadi udah habis, masa sih makan habis banyak langsung amnesia?" godanya.

"Au ah..."

"Gelap!" sahutnya sambil terkekeh.

Aku langsung tertawa. Memang mas Bima paling bisa membuatku selalu tertawa, bahkan hanya dengan lelucon kecil seperti ini.

"Kalau sudah kenyang, ayo kita kedepan. Jalan-jalan sore kayaknya seru juga, Bun!" ajaknya.

Aku segera menghabiskan isi piringku dengan mengunyah super cepat. Kalau terlalu lama, nanti keburu Maghrib.

Kami segera keluar rumah. Benar kata mas Bima, suasana disini begitu sejuk. Aku mengedarkan pandanganku mencari sosok si bawel Ami. Dia main kemana? Kok ga kelihatan?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience