6

Thriller Series 201

Tubuhku gemetar hebat saat sosok menyeramkan itu semakin mendekat. Bau busuk semakin menyengat, membuatku hampir pingsan. Namun, tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul seorang lelaki berpakaian serba hitam. Wajahnya tertutup sebagian oleh topi lebar, hanya menyisakan sepasang mata tajam yang memancarkan keberanian.

“Pergi dari sini!” teriak lelaki itu dengan suara lantang, sambil mengangkat tangan kanannya yang memegang sebuah jimat.

Sosok menyeramkan itu berhenti sejenak, tampak ragu. Lelaki berpakaian hitam itu melangkah maju, mengayunkan jimatnya ke arah sosok tersebut. Cahaya terang keluar dari jimat itu, membuat sosok menyeramkan itu mundur dengan cepat, mengeluarkan suara jeritan yang mengerikan sebelum akhirnya menghilang ke dalam kegelapan.

Aku terjatuh ke tanah, napasku tersengal-sengal. Lelaki berpakaian hitam itu segera menghampiriku, membantu aku berdiri.

“Kamu tidak apa-apa?” tanyanya dengan suara lembut namun tegas.

Aku mengangguk, meski masih gemetar. “Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di sini?”

Lelaki itu tersenyum tipis. “Namaku Arjuna. Aku seorang penjaga spiritual. Aku sudah lama mengawasi tempat ini karena aktivitas roh jahat yang sering terjadi. Ketika aku melihatmu dalam bahaya, aku tahu aku harus bertindak.”

Aku merasa sedikit lega mendengar penjelasan Arjuna. “Terima kasih telah menyelamatkanku. Tapi, bagaimana dengan Ami? Dia juga terpengaruh oleh roh jahat.”

Arjuna mengangguk. “Aku tahu. Maka dari itu, kita harus secepatnya melakukan ritual pengusiran roh jahat untuk menyelamatkan putrimu. Tapi, kita harus melakukannya di tempat yang aman dan suci. Ayo, kita kembali ke villa tempat kalian berada dan bersiap-siap.”

Hati kecilku bertanya-tanya, dari mana lelaki misterius ini tahu kalau kami tinggal di sebuah villa. Sempat berbagai pikiran negatif menghampiriku, namun langsung ku tepis, sebab benar kata orang ini, kalau nyawa Ami harus segera diselamatkan.
***

Aku kembali dibuat terkejut saat mengikuti langkah kaki Arjuna, ternyata dia berjalan ke arah mobil mas Bima.

Mas Bima yang melihatku bersama orang asing, langsung keluar dari dalam mobil dan menghampiri kami.

"Apa yang terjadi, Bun? Apa kau baik-baik saja? Maaf, siapa laki-laki ini?" Beruntun pertanyaan dilayangkan mas Bima padaku.

Namun, Arjuna langsung menjelaskan semua yang terjadi padaku barusan.

Mendengar hal itu membuat mas Bima langsung memelukku, ia terlihat sangat khawatir.

Aku melihat seringaian tipis dari bibir Ami, dia memandangku dengan penuh amarah. Namun, saat mas Bima melepaskan pelukannya terhadapku, wajah Ami langsung berubah seperti biasanya, ia kembali memainkan bonekanya di dalam mobil.

"Benar, dia bukan Ami. Lalu roh apa yang merasukinya?" Aku membatin.

“Kita harus segera melakukan ritual pengusiran roh jahat ini. Aku akan memandu kalian,” kata Arjuna tiba-tiba, seketika memecah lamunanku.

Mas Bima langsung mengiyakan ucapan Arjuna. Aku dan mas Bima hanya ingin agar Ami kami kembali seperti semula.
***

Kami semua kembali ke villa dan mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk ritual. Dengan bimbingan Arjuna, aku dan Bima mengikuti setiap instruksi dengan hati-hati. Kami menyalakan lilin-lilin suci, menggambar simbol-simbol perlindungan, dan melafalkan mantra-mantra pengusiran.

Saat ritual berlangsung, ruangan mulai bergetar dan suara-suara aneh terdengar dari segala arah. Ami mulai berteriak dan tubuhnya melayang di udara, tetapi Arjuna tetap tenang, memimpin ritual dengan penuh keyakinan.

Dengan satu teriakan terakhir, roh jahat itu akhirnya keluar dari tubuh Ami dan menghilang ke dalam kegelapan. Ami jatuh ke lantai, tidak sadarkan diri, tetapi kali ini, aku tahu bahwa putriku telah bebas dari pengaruh roh jahat.

Arjuna tersenyum lega. “Kalian telah berhasil. Ami sekarang aman.”

Aku dan Bima memeluk Ami dengan penuh kasih sayang. Kami berterima kasih kepada Arjuna atas bantuannya yang tak ternilai.

“Terima kasih, Arjuna. Kami tidak akan pernah melupakan apa yang telah kamu lakukan untuk kami,” kataku dengan tulus.

Arjuna mengangguk. “Itu sudah menjadi tugasku. Jaga putrimu baik-baik. Dan ingat, selalu waspada terhadap kekuatan gelap.”

Dengan itu, Arjuna menghilang ke dalam malam, meninggalkan kami dengan perasaan lega dan bersyukur.
***

Aku memutuskan untuk mengakhiri liburan kami kali ini karena kondisi Ami yang lemah. Kami pun ijin pada Mbok Darmi dan Mbah Rasno. Mereka mengerti dan memberikan doa terbaik mereka untuk keselamatan kami. Keesokan harinya, kami pun kembali ke kota.

Saat di tengah perjalanan, Ami tiba-tiba kebelet pipis. Karena masih berada di area hutan, mas Bima terpaksa menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Aku menemani Ami keluar dari mobil dan membawanya ke tempat yang agak tersembunyi untuk buang air kecil.

Setelah selesai, Ami kembali ke mobil. Namun, sikapnya kembali terlihat aneh. Wajahnya tampak pucat dan matanya kosong. Aku merasa ada yang tidak beres.

"Ami, ada apa, sayang?" tanyaku dengan lembut, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.

Ami hanya menggelengkan kepalanya tanpa berkata apa-apa. Aku merasa cemas, tetapi tidak ingin membuatnya semakin takut. Aku memutuskan untuk tidak memaksanya berbicara dan berharap dia akan merasa lebih baik setelah beristirahat. Aku berpikir positif, mungkin saja ia masih trauma atas kejadian pengusiran roh tadi malam. Entahlah!

Kami melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Aku terus memperhatikan Ami dari kursi belakang, berharap bisa menemukan tanda-tanda apa yang sebenarnya terjadi padanya. Namun, dia tetap diam dan tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berbicara.

Setibanya di rumah, aku dan Bima segera membawa Ami ke kamar tidurnya. Kami memastikan dia beristirahat dengan nyaman dan memanggil dokter untuk memeriksa kesehatannya.

"Putri kalian hanya sedikit kelelahan, tak ada yang perlu dicemaskan. Saya kasih resep beberapa vitamin untuk memulihkan tenaganya. Istirahat yang cukup akan membuatnya menjadi lebih baik," ucap dokter itu menjelaskan, lalu ia pamit pulang.
***

Di rumah, kami berusaha menciptakan suasana yang tenang dan nyaman bagi Ami. Kami mengajaknya bermain di taman belakang, membaca buku cerita, dan menikmati makanan favoritnya. Perlahan, senyum kembali menghiasi wajah Ami, meskipun aku tahu bahwa pengalaman di villa akan selalu menjadi bagian dari ingatan kami.

Malam itu, saat Ami tertidur lelap, aku dan Bima duduk di ruang tamu, menikmati keheningan malam.

"Mas, aku bersyukur kita bisa keluar dari situasi itu dengan selamat. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak bertemu dengan Arjuna," kataku dengan suara pelan.

Bima merangkulku erat. "Aku juga, Bun. Kita harus selalu waspada dan menjaga Ami dengan baik. Pengalaman ini mengajarkan kita banyak hal."

Aku mengangguk setuju. "Ya, dan aku merasa kita harus lebih sering menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Pulang ke rumah ini mungkin adalah keputusan terbaik."

Malam itu berakhir dalam pelukan hangat Bima, lelaki yang begitu aku cintai. Di bawah langit berbintang, kami memadu kasih, meluapkan segala rasa yang terpendam. Setiap sentuhan dan bisikan lembutnya membawa kehangatan yang menenangkan, seolah dunia hanya milik kami berdua. Dalam dekapan eratnya, aku merasakan cinta yang tulus dan abadi, mengalir seperti aliran sungai yang tenang. Malam itu, cinta kami bersinar lebih terang dari bintang-bintang di langit.
***

Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan aneh. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur. Saat membuka pintu kulkas, mataku terbelalak. Isi kulkas berantakan, makanan berserakan di mana-mana. Namun yang paling mengejutkan adalah banyak ceceran darah di lantai.

"Apa yang terjadi di sini?" gumamku dengan suara gemetar.

Aku melangkah mundur, mencoba mencerna apa yang kulihat. Pikiranku berputar-putar, mencari penjelasan yang masuk akal. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah ruang tamu. Aku menoleh dengan cepat, jantungku berdebar kencang.

"Siapa di sana?" teriakku, suaraku penuh ketakutan.

Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang mencekam. Aku merasakan bulu kudukku meremang. Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres, tapi tidak tahu apa. Dengan hati-hati, aku melangkah menuju ruang tamu, berharap menemukan jawaban.

Namun, saat aku mencapai pintu, suara langkah kaki itu berhenti. Aku berdiri di ambang pintu, menahan napas. Siapakah dibalik pintu itu?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience