BAB 17

Others Completed 8365

Tetapi, ia bertahan untuk tetap berada dalam posisi itu sampai Heriandi dapat membawakan surat-surat yang akan menyelamatkan hidupnya dari kehancuran. Malang baginya, tekanan yang diberikan Satya dengan gaya kepemimpinannya itu membuatnya terpuruk dalam waktu singkat. Ia mulai kehabisan napas, tidak memiliki ruang gerak, miskin ide dan kehilangan harga diri di mata anaknya yang tidak pernah mengenalinya itu. Ketegasan sikap anak muda itu dengan memberikan satu demi satu surat peringatan membuatnya tertekan. Begitu tertekannya, sampai ia sama sekali tidak bisa berpikir dengan jernih. Dan, suatu ketika malah menjadi blank sama sekali.

Marissa linglung. Ia mendadak kehilangan kemampuan mengenali apa pun, siapa pun, dan apa yang sedang dihadapinya. Sesaat setelah ia bisa kembali sadar, ia menjadi khawatir akan kondisinya itu. Segera ia mencari dokter untuk membantu masalah yang dihadapinya. Ia kemudian menjalani sejumlah tes untuk memastikan kondisi tubuhnya. Beberapa waktu kemudian ia menerima vonis yang begitu menakutkan.

Dokter spesialis saraf itu menjelaskan kondisi kepalanya. Beberapa hal tentang bagian-bagian otaknya yang mulai mengecil, juga simpul-simpul saraf yang menyusut. Semuanya berujung pada satu hal: Alzheimer dementia alias pikun. Dokter itu merasa tertarik padanya karena Marissa yang menjadi Delia mencatatkan usianya 33 tahun.

Dokter itu menyarankan agar dirinya rajin melakukan kontrol untuk memulihkan kesehatannya dengan segera. Tetapi, Marissa atau Delia tidak pernah kembali kepada dokter itu. Ia mengendalikan penyakitnya dengan terus minum obat yang dibelinya melalui pasar gelap. Ia mencemaskan keadaan akan makin memburuk, jika makin banyak orang tahu akan penyakitnya.

Dan, apa yang ditakutkannya itu terjadi. Siapa pun tidak akan pernah melupakan kejadian siang itu saat Satya menjatuhkan vonis atas Delia. Kuusap wajahku dan mendadak tubuhku lemas menyadari kisah yang kurangkai tadi. Saat kuluruskan punggungku, kulihat Satya berjalan cepat ke arahku. Aku harus mengatakan semua teori ini padanya.

“Kau masih di sini?” tanyanya, biasa saja.

Aku hanya mengangguk. Satya kemudian melongok ke dalam melalui jendela yang terbuka. Ia tidak berkata apa-apa selain duduk di sisiku. menyebarkan aroma Bvlgari yang menjadi favoritnya. Sesaat kemudian aku menanyakan tanggal lahirnya. Dengan separuh heran ia menjawabnya: 5 Juni.

“Aku akan menunjukkan keajaiban tanggal 5 Juni padamu.”

Satu per satu berkas ijazah palsu itu kuberikan kepadanya. Foto lama Stasiun Yogya yang sama tergantung di dinding ruang kerja ayahnya dulu juga membuatnya kelihatan terkejut. Belum lagi ketika sepasang buku nikah kubuka untuknya, dan terakhir yang membuatnya terdiam lama: salinan akta kelahiran atas namanya.

Keheningan menyekap kami dari segala arah beberapa saat lamanya. Aku bersandar lelah, benar-benar lelah setelah beberapa hari bekerja keras untuk mencari keluarga Delia. Ya, aku memang berhasil menemukannya. Ternyata, ia begitu dekat denganku.

“Jadi, kaupikir... mereka ini...,” suara Satya menggantung, kedengarannya tidak yakin dan lemah untuk seorang yang keras dan otoriter seperti dirinya.

Aku mengangguk tegas. Satya tampak bimbang.

“Sama. Satu orang yang sama untuk tiga masa yang berbeda.”

“Tapi, bagaimana mungkin ini terjadi. Bagaimana ia bisa begitu kejam?” ia memandangku tak mengerti.

“Untuk seorang wanita yang sudah menyerahkan segalanya dan berjuang habishabisan untuk mendapatkan cintanya.”

Kemudian aku mengulang cerita penemuanku di apartemen Delia. Bagaimana aku mencari data pada malam itu. Lalu tentang pembicaraanku dengan Bu Maryam. Aku juga menghubungkan dengan kisah tragis dua sekretaris yang malang itu. Kupertegas dengan analisis Dokter Aulia dan bukti billing statement yang menyatakan adanya tindakan atas wajah wanita itu. Dan SMS-SMS itu.

Satya menarik napasnya dalam-dalam.

“Jika semua ini benar, apa yang diinginkannya dariku?” tanyanya, ragu.

“Rasa aman,” jawabku, santai.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience