Satu tetes air mata lelaki itu terjatuh. Rasanya menatap orang yang sangat kita cintai dari jauh adalah hal yang paling menyakitkan. Apalagi menatapnya sedang sendirian. Itu adalah hal yang tak pernah dapat dia bayangkan. Jika saja gadis itu melihatnya, pasti dia akan langsung menyambar dan memeluk erat sambil meraba-raba wajahnya. Hal itu selalu dapat membuatnya terharu dan menangis. Dua kalimat paling menusuk untuk hatinya adalah, “Dunia bukan hanya untuk dilihat, namun dirasakan. Aku memang tak dapat melihat bagaimana dunia sebenarnya, namun aku dapat merasakan dunia itu lewat gelapnya pandangan mataku. Bukan hatiku.”
Kira-kira itu adalah hal yang paling menusuk tajam dalam jiwanya. Dia selalu menangis. Dan bahkan sampai tersedu-sedu. Hanya saja tak di depan dirinya.
Nama gadis itu adalah Joanna. Dia seorang gadis buta. Keinginan terbesarnya adalah melihat dunia kembali. Kerana sekitar dua belas tahun yang lalu – ketika dia berumur lima tahun -, dia dapat melihat bagaimana dunia. Sampai sebuah kecelakaan yang merenggut penglihatannya. Sungguh hal yang paling dibencinya adalah itu.
Namun bagaimanapun juga, gadis itu tak dapat menyangkal sebuah kata yang dapat disebut ‘hidup’. Dia harus tetap hidup walau dalam keadaan gelap. Dia selalu membayangkan bagaimana wajah sang kekasih tercinta. Dia benar-benar mahu melakukan pembeddahan mata. Hanya satu tujuannya, untuk melihat orang yang amat mencintainya.
Dilihatnya lagi gadis berambut panjang itu. Lelaki tersebut menunduk sambil menitikan air mata kembali.
“Maafkan aku. Sekali lagi, maafkan aku, Joanna-ku.”
Share this novel