Beberapa saat, aku masih melihat kondisi Raihan adikku. Menyimak percakapannya dengan mama.
Melihat ke sekeliling, ada seseorang berjalan menuju pintu keluar kamar. Aku langsung teringat pada 2 pulpen yang ada di dalam tas kecilku. Sebelum mengikutinya, aku harus izin pada mama dulu.
"Ma, Nanay keluar sebentar ya" izinku.
"Iya sayang, jangan jauh jauh" jawab mama.
Aku mengangguk, membalikan badan, lalu berjalan mengikuti seseorang itu. Langkahnya cukup cepat, sampai aku harus ikut mempercepat langkah juga. Aku ingin memanggilnya, tapi takut salah orang, dan juga disini ada banyak sekali orang lalu lalang. Harus dipastikan dulu bahwa dia memang orangnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, seseorang memanggil namanya dari sebuah kamar. Aku ikut berhenti di belakang saat dia berhenti. Dia menoleh ke asal suara. Dari samping, aku bisa melihat wajahnya. Deg.... itu benar dia. Dia masuk sebentar ke kamar itu, aku masih berdiri menunggunya di belakang. Tidak sampai 5 menit aku menunggu, dia sudah keluar membawa 1 nampan berisi beberapa mangkuk kosong, kembali berjalan kedepan. Aku kembali mengikutinya di belakang. Saat melewati lorong yang kebetulan kosong, aku berniat untuk memanggilnya, saat mulutku baru terbuka, dia sudah membalik posisinya, menghadaplu sekitar 5 meter di depan.
"Mbak ngikutin saya?" tanyanya.
"Mmmh, iya mas, anu...." jawabku sambil nyengir.
Dia masih diam, aku berjalan mendekatinya, saat aku tiba sudah hampir 1 meter dihadapannya, dia mundur beberapa langkah. Aku mengerti, dia santri, jadi harus menjaga jarak dengan wanita.
Aku merogoh 2 pulpen dari dalam tas kecilku. Lalu mengangkatnya setengah muka ku.
"Ini punya mas?" tanyaku.
Dia mengernyitkan mata, menurunkan nampan bawaanya. Disimpannya di kursi yang kebetulan ada di sana. Berjalan mendekat, lalu mengambil 2 pulpen itu dariku dan mengamatinya dengan serius.
"Yang satu punya saya, yang satu lagi bukan" jawabnya pendek, lalu memberikan yang masih penuh padaku.
"mmh, waktu masnya bantuin saya parkirin mobil 2 minggu lalu, pulpen masnya ketinggalan di dalam mobil" jelasku.
"ooh"
"Terus, pulpennya saya pake mas, karna habis setengah, jadi saya belikan lagi pulpen yang sama. Soalnya sayang, kata temen saya harganya mahal. Dan untuk santri pulpen itu berharga" jelasku lagi lalu menyodorkan pulpen yang satunya lagi.
Dia mengangguk.
"mmmh, kalo gitu, mbaknya ambil pulpen saya yang ini" dia menyodorkan pulpennya yang diambil tadi. Lalu mengambil pulpen yang masih penuh dari tanganku.
"terus, pulpen yang ini, saya mau pake" jelasnya.
Ehhh gangerti deh aku, ko yang habis setengah dikasih aku.
"Gausah mas, itu kan punya masnya" tolakku.
"Gapap mbak, saya emang pengen tukeran" jawabnya sambil nyengir.
Aku mengambil pulpen yang tinggal setengah itu.
"Ehh, mbak kakanya Rehan kan? ehhh maksud saya Raihan?" tanyanya.
"iya mas saya kakanya" jawabku.
"Namanya Najwa?" tanyanya lagi.
"Kok mas tau?" tanyaku heran.
"Tau dari Rehan" jawabnya.
Aku hanya mengangguk. Dia celingak celinguk. Melihat ke berbagai arah. Lalu berjalan ke arah jendela, berjinjit, lalu mengambil sebuah buku yang ada di antara lubang udara di atas jendela. Merobek asal salah satu lembarnya yang kosong. Lalu menyodorkan sobekannya padaku.
"Nah, mbak Najwa tulis namana lengkapnya dikertas ini, lalu tulis nomor hp nya dibawahnya" pintanya.
Deg....
Aku mengambilnya, berbalik ke dinding, lalu mulai menulis dengan alas dinding.
Dari belakang dia berkata lagi.
"Kalo mbaknya ga berkenan, namanya aja gapapa".
Aku tak menjawabnya, fokus menuliskan nama panjangku, dan nomor hp di bawahnya. Beberapa saat tulisanku sudah selesai, kusodorkan kembali ke dia. Diterimanya kertas itu, lalu diperhatikan beberapa saat. Ekspresinya datar. Dia merobek lagi kertasnya jadi dua, satu bagian bertuliskan nomor hp ku disimpannya di saku kemeja nya. Dan satu bagian lagi dirapihkannya jadi persegi panjang, lalu membuka pulpen yang masih penuh tadi, memasukkan kertas itu ke dalam. Jadilah pulpen itu bertuliskan namaku 'Najwa Almaira'.
Beberapa saat berkutat dengan pulpen itu, dia memasukan pulpennya ke saku kemejanya.
Ku lohat debelakang kami ada 2 ibu ibu yang berjalan mendekat, mereka akan lewat. Aku yang takut dikira sedang melakukan hal yang tidak beres lalu pamit padanya.
"Mas, saya kembali ke kamar Rehan dulu ya. Kalo lama lama nanti mama saya nyariin" izinku.
"ohhh iya mbak, makasi ya pulpennya". jawabnya.
Aku ternyenyum simpul lalu berbalik, berjalan menjauhinya. Sepanjang jalan menuju kamar Rehan, hatiku seperti berbicara sendiri. Aku baru menyadari, sedari tadi dia tak pernah menatapku, hanya menunduk dan menoleh noleh. Dia tinggi, rasanya aku hanya sedagu nya. Dan kenapa jantungkur berdebar beberapa kali. Pertama saat tadi pagi mendengar suara ya dari telpon. Kedua saat sadar bahwa aku bisa menebaknya dari belakang. Dan tadi jamtungku berdebar saat dia meminta nomor hp.
Tunggu, kenapa dia minta nomor hp?
Share this novel