Ini pagi yang indah. Hari minggu yang damai tanpa tugas dan kerja kelompok. Jam 8 pagi, aku sudah selesai mandi dan sarapan. Rasanya ingin sekali menghabiskan waktu dengan rebahan di kamar. Menonton tv, membaca novel, dan ngemil beberapa snack kesukaanku.
Aku duduk di kursi depan tv, membuka hp dan membaca beberapa chat dari grup kelas. Isinya hanya banyolan anak laki-laki.
Dari jauh, sayup-sayup terdengar dering hp dari kamar mama. Sepertinya ada yang menelpon. Beberapa saat, taada yang mengangkat. Masih berdering. Aku melangkahkan kaki menuju kamar mama sambil memanggil manggil mama. Taada sahutan, pintu kamarnya terbuka. Sepertinya mama sedang mandi karna terdengar bunyi air. Aku mengambil Hp mama yang tergeletak di atas nakas. Hanya nomor yang tertampil, tanpa nama. Sudah ada 3 panggilan tak terjawab. Aku menghampiri pintu kamar mandi dan memanggil.
"maa ada telpon" teriakku.
"siapa?" sahut mama dari dalam.
"gatau, gaada namanya" jawabku.
"angkat aja sayang, siapa tau penting" pungkas mama.
Aku langsung menggeser tobol hijau ke atas, mengangkat panggilan. Terdengar suara pria yang rasa-rasanya familiar di telingaku.
"Assalamu'alaikum" Suara dari sebrang.
"Wa'alaikumussalam, siapa ya?" tanyaku langsung.
"Saya Ali, dari pondok pesantren Annur. Maaf bu, saya ingin menyampaikan sesuatu" jawab dari sebrang sana.
Deg, aku langsung teringat pada bisikan adikku Rehan saat mengunjunginya. Juga pulpen mahal yang ku pakai di sekolah. Suaranya ku kenal, seperti suara mas santri yang memarkirkan mobil mama.
"ada apa?" jawabku pendek.
"eee... maaf.. saya ingin menginformasikan. Rehan, eh Raihan dirawat. Dia... keracunan saat sarapan tadi bersama anak-anak santri lainnya" Ali menjelaskan dengan terbata bata.
"Apa? ko bisa? Sekarang dimana?" tanyaku kaget.
"iya bu, sekarang Raihan dirawat di puskestren". jelasnya.
"oke kalo gitu, nanti saya kesana ya. Terimakasih infonya".
Aku bertriak-teriak pada mama sesaat setelah telpon ditutup. Mama yang mendengarkan teriakan panikku malah ikut panik dan keluar kamar mandi dengan tergesa-gesa. Aku yang menjelaskan isi percakapan tadi sambil panik malah membuat mama bingung. Mama bilang "aduhhh gimana ini, mama harus ngapain dulu".
Aku yang sadar membut mama panik, menjawab "dibaju dulu ma".
"yaudah kamu juga ganti baju. Kita ke pondok sekarang juga"
Aku langsung berlari menuju kamar. Membuka lemari pakaian, mengambil rok span coklat susu, pashmina dan kemeja putih lengan panjang. Baru selesai aku menggunakan baju, mama sudah berteriak dari depan.
"Nay.... sayang cepet... Mama tunggu di mobil"
Aku belingsutan, mengalungkan pashminaku di leher, menyambar tas kecilku, memasukkan 2 pulpen milik mas santri itu, dan tak lupa barang paling penting dihidupku, HP.
****
Mama memarkirkan mobil di parkiran pondok, lalu kami segera mendaftar sebagai tamu. Kami langsung diarahkan menuju Puskestren. Puskes pesantren ini cukup luas, bangunannya tak berbeda dengan puskesmas biasanya. Mataku tertuju pada setiap jendela kamar puskestren yang kulewati. Ada banyak anak santri yang berbaring. Para orang tua santri sudah banyak yang datang menjenguk. Mereka semua pasti sama paniknya saat dikabari pihak pondok tadi, jadi mereka langsung datang kemari. Aku dan mama diarahkan ke kamar Utsman.
Kami masuk ke kamar. Sudah ramai orang tua santri menjenguk. Ada sekitar 10 santri di kamar ini. kamarnya cukup besar, seperti ruang kelasku di sekolah yang berisi 32 siswa. Disekat tirai berwarna hijau di setiap ranjangnya.
Langkahku ku perlambat, mataku menyapu pada seluruh anak santri yang ada dalam kamar ini. Ada yang masih muntah-muntah, ada yanv sedang dipijat oleh orang tuanya, ada pula yang sudah beristirahat, tertidur diatas ranjangnya.
Mama berjalan cepat ke arah adikku di bagian pojok kamar. Aku mengikuti mama dari belakang. Mama duduk di kursi samping ranjang, memegang tangan adikku, menciumnya. Rehan membuka matanya saat mendapat sentuhan mama.
"Mama membangunkanmu nak?" tanya mama lembut.
"Gapapa ma, Rehan juga nunggu mama sambil tutup mata tadi" jawab rehan sambil tersenyum.
Selagi mereka mengobrol, aku menatap wajah adikku, wajahnya pucat sekali. Perutnya juga terlihat kempes. Sepertinya isi perut sudah dimuntahkan semua tadi pagi. Siapa yang tega meracuni anak anak santri disini? Kasian mereka.
Share this novel