19. Masuk Perangkap

Fanfiction Series 177

Masuk Perangkap
Hana yang berdiri di sana menatapnya bimbang. Baek Hyun tampak sangat kelelahan sampai harus berbaring di sofa. Ia tak tega mengusik pria itu walau sekedar menanyakan tasnya yang berisi handphone dan kunci kamarnya yang tertinggal di dalam mobil Baek Hyun. Beruntung dompetnya terbawa dalam tas lain yang dibawa temannya ke rumah sakit. Karena itu ia bisa keluar dari sana dan membayar taksi menuju ke apartemen Baek Hyun saat ini.
Gadis itu akhirnya menunda niatnya sementara sampai Baek Hyun benar-benar terbangun. Ia memberanikan diri masuk ke kamar pribadi Baek Hyun untuk mengambil selimut lalu menyelimuti tubuh Baek Hyun yang sebenarnya tidak benar-benar tidur. Merasa terusik, pria itu akhirnya membuka matanya.
“Kau bangun? Maafkan aku … aku tidak bermaksud membangunkanmu.”
Mata Baek Hyun melebar. Seketika pria itu menegakkan tubuhnya dan menatap mata Hana penuh keterkejutan.
“KENAPA KAU DI SINI?!” Teriaknya frustrasi.
“Maaf ... maafkan aku … aku …” Hana tak sempat menyelesaikan kata-katanya. Ia merasa gugup dan gemetar diteriaki Baek Hyun seperti itu.
Baek Hyun tiba-tiba menggila. Pria itu mengacak-ngacak rambutnya sendiri, lalu berbaring sembari menghentak-hentakkan kakinya frustrasi. Matanya terpejam menahan geram akan pikirannya yang hampir membuatnya gila hari ini.
“Akh …” Baek Hyun meremas wajahnya sendiri. Nafasnya tersengal-sengal setelah aksinya tadi. Pria itu tiba-tiba duduk dan menatap Hana yang mundur selangkah karena ketakutan.
“Aku … aku tidak bisa masuk ke kamarku. Mereka bilang tasku tertinggal di mobilmu. Jadi … jadi aku ke sini. Maaf jika aku masuk apartemenmu tanpa izin.”
Baek Hyun tak menjawab. Ia menatap Hana tanpa mampu mengatakan apa pun. Ia diolok perasaannya sendiri akan kekonyolannya seharian ini. Gadis yang ia cari sampai berkeliling kota. Sampai lupa makan, minum, lupa rasanya lapar, yang akhirnya membuat tubuhnya berakhir lemas, lelah, hingga terdampar di sofa itu. Gadis itu kini berdiri di hadapannya, dan di rumahnya sendiri.
“Aku akan pergi, tapi berikan tasku dulu. Aku juga menunggumu seharian di luar sana. Karena itu aku berinisiatif masuk, dan menunggumu di dalam.”
Kegeraman Baek Hyun akan dirinya sendiri berangsur mereda. Pria itu memejamkan matanya rapat-rapat. Mencoba menekan sisa emosi yang masih bergejolak dalam jiwanya. Baek Hyun berdiri. Pengaruh lelah, dan lemas tadi membuat langkahnya sempoyongan dan hampir jatuh. Beruntung Hana sempat menyambutnya.
“Kau tidak apa? Kau terlihat lelah sekali? Sebaiknya kau berbaring saja dan beristirahat.”
Baek Hyun tak menggubris perkataan Hana. Ia merangkul erat tubuh itu lalu menyandarkan dagunya di bahu perempuan itu, seakan di sanalah tempat peristirahatan yang paling nyaman bagi pikirannya yang lelah hari ini. Sebelah tangannya mengusap lembut kepala Hana, meyakinkan dirinya, akan apa yang dikiranya hilang itu, kini ada dalam pelukannya.
Meski sempat ragu, Hana memberanikan diri membalas pelukan itu. Kedua tangannya melingkar di pinggang Baek Hyun. Ia sendiri sedang dilanda kebingungan dengan perubahan sikap Baek Hyun yang tiba-tiba. Tadinya pria itu tampak marah sampai membentaknya. Dan kini pria itu justru memeluknya.
“Kau tidak apa-apa bukan?” Tanya Hana khawatir.
“Maaf membentakmu tadi. Aku hanya terkejut.” Suara Baek Hyun terdengar lirih.
“Oh … aku pikir kau benar-benar marah karena aku masuk sembarangan.”
“Tinggallah di sini sampai semuanya kembali aman.”
“Haaa?” Hana hampir tak percaya dengan perkataan Baek Hyun.
“Aku juga lapar … aku tidak makan seharian ini. Bisakah kau buat sesuatu untuk kita? Aku ingin mandi dulu,” pintanya seraya menatap sayu gadis itu.
“Tunggu ... Apa maksudmu aku tinggal di sini? Itu tidak mungkin … Bagaimana kalau orang lain tahu?”
“Tidak ada satu pun orang lain tahu tempat ini selain memberku. Bahkan kak Eight juga tidak tahu. Kau tak aman selama Ranu berkeliaran di luar sana. Jadi tinggallah di sini sampai polisi berhasil menemukannya. Aku juga akan kembali dorm esok. Sebaiknya kau juga menghubungi Yura. Dia mungkin mengkhawatirkanmu saat ini,” ujarnya seraya melepaskan jaketnya.
“Handphoneku ada dalam di tasku yang tertinggal dalam mobilmu. Tadi aku menelepon Yura dengan meminjam handphone salah satu perawat di rumah sakit. Tapi dia tidak menjawabnya. Jadi aku mengirimnya pesan teks. Aku rasa Yura sudah membacanya.”
“Oh … syukurlah. Aku mandi dulu,” ujar Baek Hyun sembari berjalan menuju kamar mandi.
Pria mengambil handphone dan memeriksanya. Ternyata ada banyak panggilan tak terjawab dan pesan teks di sana dari Yura. Dalam hatinya pria itu mengatai keteledorannya sendiri.
*
Hana merasa segar setelah mandi. Baek Hyun yang sudah lebih dahulu mandi tampak sibuk menyiapkan makan malam mereka di atas meja. Beruntung di dalam tas yang tertinggal dalam mobil terdapat pakaian ganti yang Hana siapkan saat menginap di vila. Jadi ia bisa mengenakan pakaian itu untuk malam ini.
“Jika aku tinggal di sini sementara ini, aku harus mengambil pakaianku dulu di kontrakkan,” ujar Hana seraya duduk menghadap meja makan.
“Aku akan mengambilnya ke sana.”
“Jangan!”
“Kenapa? Kau tidak boleh keluar dari sini sementara waktu.”
“Itu …” Hana berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya pada Baek Hyun. Ia tak nyaman jika Baek Hyun sampai menyentuh dalamannya.
“Aku tidak akan menyentuhnya. Aku akan ke sana bersama Yura. Jadi Yura yang akan mengambilnya,” jawab Baek Hyun yang sudah bisa menebak apa yang dipikirkan Hana.
Gadis itu tertunduk malu. Entah bagaimana caranya pria itu selalu tahu apa yang ia pikirkan.
“Ke mana kau seharian ini?” Hana mengalihkan pembicaraan.
“Uhuuuk … uhuk …” Baek Hyun yang tengah mengunyah makanan dalam mulutnya terbatuk mendengarkan pertanyaan itu.
“Maaf ...” ujar Hana setelah sadar memberikan pertanyaan pada waktu yang tidak tepat.
Baek Hyun mengambil air minum dan meneguk isinya. Haruskah dirinya mengatakan yang sebenarnya tentang kekonyolan hari ini? Hana pasti menertawakannya. Tapi jika Yura memberi tahu Hana yang sebenarnya bukannya sama saja.
“Tadinya aku ke rumah sakit. Yura bilang kau sudah kembali. Aku sempat khawatir soal Ranu, jadi aku mencarimu ke kontrakkan.”
Hana tertegun ketika mendengar Baek Hyun menyebutkan nama Ranu. Pria itu yang membuat hubungannya dengan Baek Hyun berakhir saat itu.
“Aku belum minta maaf tentang hal yang terjadi dulu. Maafkan aku. Maaf soal kedekatanku dengan Ranu.” Ujar Hana yang tak sepenuhnya ingat mengenai permasalahannya di masa lalu.
“Aku sudah memaafkanmu, lagi pula kau sudah kembali padaku sekarang. Tadinya aku sempat berpikir, kau pergi lagi setelah tahu semuanya.”
“Kau sudah menerimaku kembali. Itu membuatku merasa lega dan senang.”
Baek Hyun tersenyum.
“Sepetinya kau juga mengingat password apartemen ini padahal aku tidak memberitahumu sebelumnya.”
“Entahlah, aku mengingatnya begitu saja.”
“Aku pernah menggantinya saat kita tak bersama, lalu aku mengembalikannya lagi tak lama setelah itu. Kau tahu itu angka apa?”
Hana menggeleng.
“Akh … kau merasa pernah melihat apartemenku di internet padahal aku tidak pernah membagikan hal itu di sana. Kau juga ingat kode passwordnya, tapi kau tidak tahu arti angka itu” ujar Baek Hyun kecewa.
“Memangnya itu angka apa?”
“Itu tanggal, bulan, dan tahun saat aku memintamu jadi pacarku.”
***
Hana diistirahatkan sementara setelah insiden yang menimpanya. Beruntung Yura masih bisa bekerja walau sebagian besar pekerjaannya diambil alih Rorin. Selain karena dalam masa pemulihan, Hana juga harus bersembunyi dulu dari Ranu yang menjadi penyebab insiden itu. Kini Ranu sedang dalam kejaran polisi.
***
Selayaknya buronan, Ranu pandai bersembunyi. Ia tak punya perasaan jera sedikit pun setelah terpenjara akibat ulahnya sendiri. Statusnya sebagai buronan justru membuat niat jahatnya makin menjadi-jadi.
“Sekalian saja,” pikirnya. Apa pun risikonya, dia tidak akan takut atau pun mundur untuk membalas kenyataan pahit yang pernah ia terima. Toh dirinya sudah terlanjur menjadi orang jahat di mata dunia.
Handphone Hana berbunyi. Nama Celen, kakak angkatnya itu terpampang jelas di layar handphonenya.
“Hallo kak. Bagaimana kabarmu?”
“Baik … kakakmu baik-baik saja,” jawab seorang pria yang menelepon Hana.
Gadis itu kembali mengamati handphonenya. Memang benar nama Celen tertulis di sana, tapi kenapa pria itu meneleponnya menggunakan handphone Celen? Mungkinkah itu Zian? Tapi itu tak terdengar seperti suara Zian.
“Siapa ini? Kenapa kau meneleponku menggunakan handphone kakakku?”
“Akh … aku kecewa sekali. Kau juga melupakan suaraku ya?”
Jantung Hana berdegup. Ia merasa tak asing dengan kalimat itu.
“Kau di mana? Aku kesusahan mencarimu. Aku tak bisa menemukanmu di tempat kerja, jadi aku ke rumahmu sekarang. Tempat kita hampir pernah memadu cinta dahulu.”
Air mata Hana tumpah. “Apa maumu!? Apa yang ingin kau lakukan pada kakakku!? Mereka tidak ada hubungannya denganku!?” Tangis Hana.
“Masa kau bilang tidak ada hubungan? Bukankah dia kakak angkatmu? Kau ingin menyangkal itu? Apa karena sekarang kau berpacaran dengan seorang artis lalu kau tak ingin mengakuinya?”
“APA MAU SEBENARNYA!” Teriak Hana kesal.
“Sudah kubilang aku datang ke sini mencarimu. Jadi pulanglah. Aku ingin mengajakmu berkencan malam ini. Jangan sampai terlambat. Aku menunggumu … sayangku.” Ranu menutup teleponnya dan tertawa puas.
Hana tertunduk dengan air mata yang terus bercucuran. Ia sungguh tak mengira kalau kakaknya akan terkena imbas dari semua ini.
“Jangan sampai terlambat.” Kata-kata Ranu bagai alarm pengingat yang mengancam di pikirannya. Perempuan itu bergegas bangun tanpa sanggup memikirkan apa pun lagi.
*
“Kakak!” Hana berlari menghampiri Celen dan putrinya yang duduk meringkuk di sudut ruangan itu. Mata gadis kecil itu sembab karena terus-terusan menangis demikian pula Celen yang hanya bisa pasrah sembari memeluk putri satu-satunya itu.
“Hana, ada apa sebenarnya? Kenapa dia memperlakukan kita seperti ini?”
Ranu yang duduk santai di sofa tersenyum manis menyaksikan adegan di hadapannya. Pria itu lantas bangun dan merampas paksa handphone yang dipegang Hana.
“APA YANG KAU LAKUKAN?!” Teriak Hana.
“Bisakah kalian berdua pergi sebentar? Aku ingin berdua dengannya dulu,” ujarnya ramah pada Celen dan putrinya.
“Hana …” ujar Celen ragu.
“Pergilah sebelum aku berubah pikiran.” Suara Ranu terdengar lembut tapi mengandung ancaman.
“Sebaiknya kakak pergi dulu, biarkan aku bicara dengannya,” ujar Hana meyakinkan Celen.
Celen akhirnya bangun dan membawa putrinya pergi dari sana.
“Baek Hyun … ini aku Ranu.”
“Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau menghubunginya.” Hana berteriak ingin merampas handphonenya.
“Aku sedang di rumah kekasihmu yang dulu. Bisakah kau datang ke sini mengambilnya dariku? Jangan terlalu lama ya? Aku menunggumu sekarang,” ujar Ranu seraya mematikan teleponnya.
“Apa maumu sebenarnya?” Tangis Hana.
“Aku akan memberikanmu pada Baek Hyun? Apa yang salah? Kau takut dia salah paham pada kita? Kau tenang saja. Jika dia tulus padamu, ia kan datang ke sini. Kita harus memastikannya apakah ia benar-benar mencintaimu atau tidak.”
*
Baek Hyun yang baru sampai di dorm merasa geram setelah menerima telepon dari Ranu. Pria itu tiba-tiba berbaik arah dan berlari menghampiri kendaraan yang terparkir di garasi. Di tengah malam pria itu melaju kencang bersama motornya. Pikirannya kalut dengan berbagai pertanyaan dalam benaknya.
“Bagaimana Hana bisa di sana padahal ia sudah mengingatkannya agar tidak keluar? Bukankah di rumah itu ada kakak angkatnya Hana? Apa mungkin Ranu menggunakan kakak angkatnya itu untuk memancing Hana keluar? Hana tak mungkin membantahnya. Ranu pasti mengancamnya dengan kakaknya itu. Apa dia baik-baik saja sekarang? Bagaimana bila pria itu memaksanya lagi seperti dulu?”
“Aaarrrggghhh ...” Pria itu berteriak frustrasi.
Di tekan rasa takut dan khawatir Baek Hyun menambah laju kendaraannya.
*
Kurang dari sepuluh menit Baek Hyun tiba di depan rumah Hana. Pria itu berlarian masuk ke dalam rumah, dan menemukan Hana sudah terikat pada kedua tangan dan kakinya. Ranu sudah tidak ada di sana. Pria itu sudah pergi sebelum Baek Hyun tiba di rumah itu.
“Kenapa kau datang ke sini?” Tangis Hana.
Baek Hyun tak menjawab. Pria itu sibuk melepas ikatan pada tangan dan kaki Hana.
“Cepat pergi! Dia hanya ingin menjebakmu!” Tangis Hana sembari mendorong tubuh Baek Hyun.
Pria itu tak bergeming sama sekali. Sementara di halaman rumah itu, beberapa polisi dan media masa datang dan langsung mengepung tempat itu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience