12. Memulai Dari Awal

Fanfiction Series 177

Zhen terkejut. Saat membuka matanya Chanyoel tiba-tiba sudah berada di depannya. Menatapnya tajam seakan-akan ingin menyeret dan memaksanya. Tidak hanya Chanyoel, member lain juga ada di sana. Menatapnya dengan pandangan yang seakan ingin membunuhnya.
“Kenapa … kenapa kalian ada di sini?” Tanyanya gugup.
“Ayo ikut kami!” Chanyoel meraih tangan Zhen dan mencengkeramnya kuat.
“A a aku tidak bisa,” Zhen mencoba meronta.
“Kenapa kalian hanya melihatnya saja?! Ikat kakinya!” Perintah Chanyoel setengah berteriak.
Kedua member lainnya, Kai dan Sehun naik ke tempat tidur Zhen lalu mencengkeram kedua kaki Zhen yang terus-terusan bergerak melawan. Kedua kaki Zhen dijadikan satu dan diikat erat. Sehun menekannya kuat ke kasur agar tidak terus bergerak. Sementara di samping Zhen, tampak Xiumin yang sedang meneteskan obat bius ke tisu, lalu menekannya ke mulut dan hidung Zhen. Zhen sama sekali tak mampu melawan karena kedua tangannya dicengkeram dengan sangat kuat oleh Chanyoel.
Zhen menangis ketakutan. Dalam ketidak-berdayaannya ia masih mencoba meronta melepaskan diri, menunjukkan sikap perlawanan dan penolakan. Namun tubuhnya hampir tak mampu digerakkan lagi. Zhen mencoba menahan nafas agar tak menghirup aroma dalam tisu yang ditekan kuat ke mulut dan hidungnya. Lama-kelamaan, dada terasa sesak. Belum lagi rontaannya membuatnya butuh udara lebih banyak lagi.
Ditekan perasaan panik dan takut, Zhen akhirnya terbangun dari mimpinya. Seluruh tubuhnya terasa panas setelah melakukan perlawanan yang tak masuk akal itu. Sepertinya situasi menegangkan di ruang tamu hotel bersama member EXO itu terbawa dalam mimpinya.
“Ting, tong ...” Bel kamarnya membuyarkan pikiran gadis itu. Ia pun bangun dan mengintip dari layar intercomnya. Seorang pelayan wanita sedang berdiri di sana dengan sebuah meja troli di sampingnya.
“Tunggu sebentar.” Hana mendorong lemari yang semalam ia tempatkan di depan pintu.
“Ini sarapan pagi Anda. Apa perlu saya antarkan ke dalam?”
“Iya, silakan.”
“Jika ada yang diperlukan lagi, silakan hubungi kami. Terima kasih,” ujar pelayan itu setelah mengantar sarapannya ke dalam.
“Iya ...” jawab Zhen sembari mengangguk ramah.
***
“Bagaimana? Kau sudah mendapatkan cara untuk membawanya kembali?” Tanya manajer Eight yang akhirnya tahu hubungan Baek Hyun dengan Zhen atau Hana. Suho sudah membicarakan semuanya malam itu. Awalnya pria paruh baya itu terkejut. Tapi Suho berhasil meyakinkannya kalau semuanya akan baik-baik saja.
Baek Hyun mengangguk. “Tapi aku tidak begitu yakin.”
“Kenapa? Kenapa kau tidak jujur saja dari pada membuatnya jadi rumit seperti ini.”
“Yang rumit itu lebih baik untuk saat ini. Itu pun kalau bisa berjalan sesuai rencana. Tapi jika aku gagal. Maka pilihan terakhirnya adalah, jujur.”
“Apa kau sudah punya rencana?” Tanya Suho.
Baek Hyun mengangguk. “Aku akan memanfaatkan rasa sukanya padaku untuk mempengaruhinya pindah ke kota.”
“Yang akan kau pengaruhi itu adalah Zhen berjiwa Hana, bukan Hana secara sadar,” ujar Sehun mengingatkan Baek Hyun.
“Karena itulah aku akan mencobanya terlebih dahulu.”
***
Zhen terperangah sekaligus senang saat melihat sosok Baek Hyun di layar intercomnya.
“Bolehkah aku masuk?” Tanyanya.
“Iya … masuklah … aku juga ingin bertanya sesuatu.” jawab Zhen beremangat.
“Apa yang ingin kau tanyakan?” Tanya Baek Hyun sembari duduk di sofa ruangan itu.
Zhen yang memilih duduk di sofa yang sama dengan jarak yang terjaga tampak ragu mengungkapkan pertanyaannya.
“Katakan saja … apa yang ingin kau tanyakan?”
“ Itu … kamar ini dan makanannya … apakah itu tanggunganku?” Tanya Zhen dengan wajah tertunduk.
“Oh … itu. Tentu saja itu menjadi tanggungan kami. Bukankah kami yang membawamu menginap di sini?”
“Ah iya. Syukurlah … aku tidak tahu seberapa mahal biaya penginapan di sini. Aku terlalu senang kemarin hingga lupa kalau aku sama sekali tidak membawa uang yang cukup untuk membayar hotel. Ini juga terlalu mewah untukku, juga makannya. Aku sangat berterima kasih.”
“Sama-sama.”
“Apa kalian semua akan pulang hari ini?”
“Iya, sekitar 3 jam lagi,” jawab Baek Hyun sambil memperhatikan jam tangannya.
Raut wajah Zhen berubah sedih. Sebenarnya ia ingin sekali lebih lama bersama idolanya itu. Tapi, sepertinya harapannya itu, hanya sebatas harapan saja. Lagi pula siapa dirinya yang berharap bisa lebih lama bersama seorang Baek Hyun. Tiba- tiba Zhen teringat sesuatu.
“Pakaianmu … apa bolehkah untukku saja?”
“Iya … kau bisa mengambilnya untukmu.”
“Terima kasih. Aku akan menjaganya baik–baik.”
“Apa pekerjaanmu di sini?”
“Oh ... aku bekerja sebagai petugas kebersihan di Rumah sakit tempatku dirawat. Tiga bulan setelah sadar dari koma dan dinyatakan sembuh secara total. Suster yang merawatku mencarikanku pekerjaan di sana.”
“Sudah berapa lama?”
“Dua tahun, 2 bulan ini. Tempat tinggalku juga tidak jauh dari sana.”
“Apa kau tidak berencana tinggal di kota?”
“Apa?”
“Pindah ke kota, ke tempat di mana aku dan member lainnya tinggal.”
“Maksudmu ibu kota?”
“Iya … jika kau ingin lebih dekat dengan kami, kau bisa menyusul kami ke sana dan tinggal di sana. Soal pekerjaan dan tempat tinggal, pasti ada banyak rekomendasi yang akan cocok denganmu.”
Zhen menatap Baek Hyun. Jelas terlihat keraguan pada ekspresi gadis itu. Zhen memang pernah menginginkan hal itu. Tapi ia juga tidak menyangka Baek Hyun juga akan menyarankan hal itu padanya. Tapi bagaimana ia memulai semuanya dari awal?
“Kau tak perlu seserius itu. Aku tidak akan memaksa jika kau memang betah di sini. Memang tidak mudah memulai semua dari awal. Pekerjaan baru, tempat baru, juga menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru.” Baek Hyun mencoba menenangkan hati gadis itu. Sudah jelas perkataannya itu bertolak belakang dengan hatinya yang berharap Zhen akan tertarik dengan sarannya.
“Itu terdengar menyenangkan, tapi …” Zhen berpikir sejenak untuk melanjutkan kata-katanya.
Baek Hyun terdiam dengan sabar menantinya. Ia melihat pengharapan dari binar-binar yang tampak di mata Zhen. Hanya saja gadis itu ragu.
“Bagaimana aku memulai semuanya? Aku tak mengenali siapa pun di sana.”
“Bukankah kau mengenaliku?”
“Tentu saja aku mengenalimu. Aku juga mengenali member EXO lainnya. Selain itu tidak ada lagi.”
“Lalu apa yang sulit?”
“Sulitnya … Aku tidak mungkin mendatangimu atau member lainnya jika aku dalam kesulitan.”
“Itu benar ... meski kita berada di tempat yang sama. Tidak akan mudah bagi kita untuk bertemu secara pribadi. Ada banyak orang yang diam-diam mengikuti kami hanya untuk mencari momen dengan bukti yang bisa dijadikan bahan berita. Tapi aku yakin. Jika kau punya keinginan kau, pasti bisa.”
Zhen seperti terhipnotis. Ia memang pernah berharap bisa tinggal di ibu kota agar bisa lebih sering melihat dan bertemu secara langsung dengan idolanya itu. Tapi itu hanya sekedar harapannya saja. Ia tidak yakin itu akan benar-benar terwujud.
“Simpan nomor handphonemu di sini.” Baek Hyun memberikan handphonenya pada Zhen.
“Nomor handphoneku?” Tanyanya terkejut sekaligus tak percaya. Semudah itukah mendekati Baek Hyun?
Baek Hyun mengangguk. “Jika kau dalam kesulitan kau bisa menghubungiku.”
“Haaa?” Zhen menatap Baek Hyun tak percaya. Meski ragu, Zhen tetap mengambil handphone itu dan mengetikkan nomornya di sana.
“Sudah,” Zhen menyerahkan handphone Baek Hyun kembali.
Baek Hyun langsung menghubungi nama kontak itu. Nada dering handphone Zhen yang ia ambil dari salah satu album solo Baek Hyun menggema di ruangan itu. ‘every second’. Baek Hyun merasa tersentuh, juga senang mengetahui Zhen menyimpan lagu itu sampai menjadikannya nada dering handphonenya. Sementara Zhen yang tak mengira Baek Hyun langsung menghubungi hanya membuang mukanya yang memerah karena malu.
“Kau menyukainya?”
Zhen mengangguk tanpa berani memandang Baek Hyun. Perlahan terasa debaran di dadanya. Tanpa sadar tangannya menyentuh area itu.
“Kenapa jantungku berdebar?”
Baek Hyun tersenyum. “Terima kasih sudah menyukaiku. Aku berharap kau bisa datang padaku nanti.”
“Datang padanya?” Zhen merasa tersentuh. Tanpa mampu mengatakan apa pun, Zhen hanya bisa menganggukkan kepalanya.
“Aku harus pergi. Jaga dirimu baik-baik,” pamitnya.
*
Zhen menyandarkan tubuhnya di sofa itu dengan tubuh meringkuk dan mata terpejam.
Perasaan macam apa ini? Dirinya memang menyukai Baek Hyun. Merindukan, mengkhawatirkan, juga memikirkan layaknya seorang yang ia sayangi. Ya ... dia memang menyayanginya. Karena itulah temannya menganggap ia penggemar yang gila. Meski demikian, Zhen masih mampu menjaga perasaan itu tanpa obsesi dan ambisi apa pun. Cukup dengan melihat dan mengetahui kabarnya saja, itu membuatnya puas. Syukur-syukur ia bisa berjumpa seperti sekarang. Tapi … setelah perbincangan tadi. Kenapa dirinya jadi seperti ini?
“Tidak … aku tidak boleh membiarkan perasaan seperti itu tumbuh. Aku harus mengingat siapa diriku.”
*
Baek Hyun tak benar-benar pergi. Dia masih berdiri di sana menyandarkan tubuhnya di depan pintu kamar Zhen. Sebenarnya ia ingin lebih lama di sana. Tapi kecanggungannya karena harus menyesuaikan diri dengan sosok Hana yang baru, membuatnya harus menjaga bicaranya. Ia juga sebisa mungkin menahan diri menunjukkan perhatian yang lebih, layaknya sikap yang biasa ia lakukan pada Hana. Ia juga harus menjaga sikap itu agar tak menimbulkan kecurigaan yang justru membuat gadis itu bertanya-tanya atau malah takut padanya. Terlalu lama berada di sana juga bisa saja membuatnya secara tidak sadar telah lepas dari kepura-puraan bahwa ia mengetahui jati diri Zhen yang sesungguhnya.
Dengan langkah gontai Baek Hyun beranjak dari sana. Meninggalkan harapannya yang masih menggantung dan belum jelas akhirnya. Ia berharap kata-katanya tadi berhasil mempengaruhi Zhen.
***
Selama dua hari setelah pertemuan dengan idolanya itu Zhen terus dilanda kebimbangan. Bukan saja tentang ajakkan Baek Hyun padanya, tapi masalah perasaannya yang kini berhasil ditembus oleh sosok idolanya itu. Ia tidak bisa memungkiri hatinya tengah berbunga-bunga. Tapi di sisi lain, ia tidak ingin bunga itu terus tumbuh dengan subur dan membuatnya terluka karena durinya.
Zhen merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ia masih belum mendapatkan keputusan apa pun. Jika ia pindah, sama saja dengan membiarkan harapannya terus tumbuh. Tidak, ia pasti bisa mengatasi itu. Jika dia di sana. Dia hanya akan menjadi penggemar biasa. Meski kelak ia akan benar-benar jatuh cinta. Ia pasti bisa mengatasi perasaan itu meski harus terluka.
Kenapa pertemuan itu membuatnya seperti ini. Padahal saat itu dia hanya berharap bisa memeluk lalu foto bersama. Tapi kenyataannya, ia justru terlibat lebih jauh dengan idolanya itu. Ia juga merindukannya sekarang.
Zhen memandangi nomor kontak Baek Hyun di layar handphonenya. Zhen tersenyum senang. Sekarang, hanya dengan memandangi nomor itu saja hatinya sudah bahagia dan kerinduannya sedikit terobati. Saat hanyut dalam perasan itu, tiba-tiba ...
“Haaa!” Zhen seketika bangun dan tanpa sadar handphone itu lepas dari tangannya. Jantungnya berdetak tak beraturan. Nama Baek Hyun tiba-tiba muncul di layar handphonenya. Ia mendapat panggilan dari pria itu.
“Apa yang harus kulakukan?” Zhen mengurut-urut dadanya sendiri. Dengan tangan yang gemetar ia mengambil handphone itu dan menjawab panggilan.
“Bagaimana kabarmu?”
“Ba baik … aku baik saja,” jawab Zhen gugup.
“Kau baik-baik saja? Kenapa suaramu terdengar aneh? Apa kau sakit?”
“Tidak … aku baik-baik saja.”
“Oh … apa mungkin kau sedang sibuk?”
“Tidak juga. Aku … aku sedang berbaring sekarang.”
“Syukurlah. Aku pikir, aku sudah mengganggumu sekarang. Aku juga baru pulang latihan. Sebentar lagi akan ada acara yang kami isi. Kau bisa menontonnya nanti di TV.”
“Benarkah?” Perasaan Zhen perlahan mampu ia kendalikan.
“Kapan?” Tanyanya.
“Minggu depan ... aku akan memberi tahumu jadwalnya nanti. Bagaimana dengan rencanamu ke sini?"
Zhen kembali bingung. Apa yang menjadi kebimbangannya kini dipertanyakan langsung oleh Baek Hyun. “Aku harus menjawab apa?” Zhen berpikir keras. Ia harus menemukan jawaban yang tepat secepatnya.
“Kontrak kerjaku akan berakhir tiga bulan lagi. Aku masih memikirkannya sambil mencari tahu keadaan di sana.”
“Aku punya tempat tinggal yang bagus untukmu. Hubungi aku jika kau akan berangkat ke sini. Aku pastikan tempat itu murah dan layak untuk ditinggali.”
Zhen memejamkan matanya. Ia tidak memberi kepastian, tapi Baek Hyun memastikan sendiri keputusannya. Zhen jadi tak ingin membuat idolanya itu kecewa.
“Bagaimana dengan pekerjaanmu di sana nanti?”
“Aku sudah mendapatkan beberapa rekomendasi yang cocok denganku,” jawab Zhen cepat. Ia terpaksa berbohong karena tidak mau terlalu jauh melibatkan Baek Hyun dalam urusannya.
“Baiklah kau bisa menghubungiku jika butuh bantuan.”
“Tentu, dan terima kasih.”
“Eum … istirahatlah. Selamat malam.” Baek Hyun mengakhiri percakapan mereka.
Zhen membaringkan badannya. Sekarang dalam benaknya terbayang kota besar yang asing itu.
“Bagaimana ia memulai semuanya di sana nanti?”
***
“Aku rasa itu tidak berlebihan? Bukannya aku harus menariknya ke sini?”
“Tidak akan sesulit ini jika kau jujur,” ujar Kai yang berbaring santai di tempat tidur Baek Hyun.
“Tidak … ada banyak kemungkinan buntut masalah yang terjadi jika aku terlalu jujur padanya. Aku juga tidak akan punya waktu untuk meluruskan semuanya. Aku rasa saran Suho sepertinya lebih baik. Cukup membawanya kembali, memulai lagi dari awal dan membiarkan ingatan itu kembali dengan sendirinya.”
Kai tersenyum. “Itu artinya kau akan memulai pendekatan lagi? Sepertinya itu tidak akan terlalu sulit. Hana penggemarmu sekarang.”
“Aku harap begitu,” jawab Baek Hyun sembari tersenyum.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience