15. Pekerjaan Baru

Fanfiction Series 177

“Aku sudah menyelidikinya. Ternyata Zian Li sudah tidak tinggal di rumah itu lagi. Dia sudah berpisah dengan istri dan anaknya. Jadi kau bisa datang ke rumah itu untuk sekedar mencari ingatanmu.” Demikianlah pesan Hanta pada Hana.
Hana menatap rumah yang pernah ia tempati di masa lalu itu. Ya … jiwanya benar-benar menyatu dengan tempat itu hingga tak sadar air matanya mengalir di pipinya. Hana terus memasuki halaman rumah itu sembari menatap ke sekelilingnya. Ia sedang mencari kepingan-kepingan masa lalunya di sana.
“Hana?” Sapa seseorang yang baru muncul dari balik pintu.
*
“Bagaimana kabarmu? Ke mana kau selama ini?”
“Baik … aku tinggal di luar kota, dan baru kembali beberapa minggu yang lalu. Bagaimana kabar kakak?”
“Seperti yang kau lihat sekarang ... aku dan Zian sudah lama berpisah dan akan bercerai. Mungkin aku terkena karma karena dulu aku pernah menelantarkan kedua orang tuaku. Jadi sekarang ... aku dan anakkulah yang ditelantarkan suamiku.” Cerita Celen dengan wajah sedih.
“Apa kau tidak berniat tinggal bersama kami lagi? Kau tak perlu takut karena …” Penjelasan Celen tiba-tiba terhenti. Ia tampak ragu.
“Sebenarnya aku sudah lama tahu alasan kepergianmu. Aku tahu suamiku menyukaimu dan terus menggodamu agar mau bersamanya. Sekitar 2 minggu yang lalu aku mendapatinya akan menikah padahal kami sama sekali belum bercerai. Dia bilang, kalau dia sudah tidak mencintaiku lagi.”
“Kakak … bolehkah aku jujur?”
“Kenapa tidak? Katakan saja.”
“Setelah meninggalkan kota ini. Aku mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatanku. Aku datang ke sini untuk sekedar mencari ingatanku di masa lalu.”
“Hana, kau tidak bercanda bukan? Jadi kau datang ke sini, kau tak ingat apa pun tentang kami dan rumah ini?” Tanya Celen terkejut.
Hana menggeleng. “Bahkan sampai namaku saja aku tidak ingat. Aku baru mengetahuinya setelah datang ke tempat kerjaku yang dulu. Teman-temanku di sana menceritakan semua. Mereka pula yang memberitahu namaku yang sebenarnya, juga alamat rumah ini. Dan 3 minggu sebelumnya aku bertemu dengan kak Zian. Perempuan yang hampir kak Zian nikahi itu … adalah aku.”
“Haaa?!” Celen terperangah.
“Tapi pernikahan itu batal. Teman yang mengenaliku membawaku lari dari sana. Kak Zian mengaku kalau kami berpacaran dan pernah akan menikah. Dia juga mengatakan kalau ibunya meninggal karena aku yang menghilang tiba-tiba saat persiapan pernikahan kami. Karena itulah aku merasa bersalah, lalu menerima saja saat ia mengadakan pernikahan dadakan itu.”
“Dia benar-benar brengsek! Kedua orang tuanya bahkan masih hidup dan tinggal di Cina. Bagaimana mungkin dia tega mengatakan kalau ibunya meninggal?! Lalu di mana kau tinggal sekarang?”
“Aku mengontrak kost sebagai tempat tinggalku.”
“Hana … kembalilah ke sini setelah kontrakmu habis. Biar bagaimana pun kau lebih berhak tinggal di sini dibandingkan kami. Bukankah kedua orang tuaku mewariskan rumah ini untukmu? Kau tidak perlu takut dengan Zian lagi. Kita bisa melaporkannya ke polisi bila dia berani macam-macam pada kita.”
“Iya, tapi … kamar itu sudah dibayar untuk satu tahun.”
“Kalau begitu kembalilah setelah satu tahun itu.”
Hana mengangguk sembari tersenyum. Ia merasa lega setelah mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Walau ia tak mengingatnya sama sekali.
***
Seorang pria berlarian dan tanpa sengaja menubruk seorang perempuan muda yang sedang mengandung hingga tubuhnya oleng. Beruntung Hana berada sangat dekat dengan perempuan itu hingga bisa dengan segera menyambut tubuh itu. Sayangnya postur tubuh Hana yang kecil tak sanggup menopang tubuh perempuan itu. Keduanya tetap jatuh, dan Hana menjadikan tubuhnya sebagai tumpuan tubuh perempuan hamil itu agar tak langsung membentur tanah.
Hana meringis. Perempuan itu segera bangun saat menyadari telah menindih seseorang.
“Kau tidak apa-apa?” Tanyanya cemas.
“Aku baik-baik saja,” jawab Hana sembari bangun dibantu wanita tadi.
Beberapa orang yang kebetulan lewat turut membantu keduanya. Perempuan yang sedang mengandung itu dituntun duduk pada bangku yang ada di sekitar tempat itu.
“Apa tidak sebaiknya kau ke rumah sakit saja?” Saran orang yang membantunya.
“Iya … aku akan ke sana sebentar lagi.”
*
Hana menghampiri perempuan tadi, lalu menyerahkan handphone yang sepertinya terlempar dari tasnya. “Sepertinya ini punyamu.”
“Iya terima kasih,” ujarnya seraya memasukkan handphonenya ke dalam tasnya. “Tanganmu terluka?”
Hana mengamati sikunya yang berdarah. “Hanya luka kecil” jawabnya.
“Sebaiknya kau ke rumah sakit untuk mengecek keadaanmu. Apa perlu kuantar?”
Perempuan itu mengangguk, setuju.
***
Yura mengamati berkas-berkas yang ditinggal Hana di dekatnya. Perempuan yang menolongnya itu sedang diobati akibat cedera kecil di sikunya. Bersyukur dirinya tak mengalami cedera apa pun. Begitu pula dengan janinnya. Dia baik-baik saja berkat pertolongan perempuan yang tak dikenalnya itu.
“Lamaran pekerjaan?” ujarnya sembari menatap lembaran yang tampak kotor dan lusuh itu. Berkas-berkas Hana sempat jatuh berhamburan saat menolongnya tadi. Matanya langsung meneliti pada catatan pengalam kerja Hana. Perempuan itu tersenyum penuh arti.
“Maaf membuatmu menunggu lama.”
Perempuan itu tersentak. Ia jadi salah tingkah karena ketahuan membaca berkas yang dibawa Hana.
“Tidak apa. Lagi pula keadaanku dan janinku benar-benar baik berkat pertolonganmu. Kalau saja kau tidak menolongku tadi, mungkin keadaanku tidak seperti sekarang. Aku juga minta maaf telah membaca berkasmu. Sepertinya … kau akan mengantarkan berkas ini tadi, tapi berkasnya jadi kotor begini gara-gara aku.”
“Itu tak masalah. Aku masih bisa membuatnya lagi.”
“Aaaah Hana ... apa kira-kira tempat ini akan menerimamu? Maaf jika pertanyaanku menyinggung. Aku tidak bermaksud merendahkanmu.”
“Aku juga tidak tahu. Aku hanya mencoba. Entah itu diterima atau tidak.”
“Tapi … apa kira-kira kau mau bekerja sebagai petugas kebersihan?”
“Jika memang ada, tentu saja aku mau.”
“Benarkah?” Kata Yura senang. Perempuan itu merasa senang bisa membalas kebaikan Hana padanya.
“Di tempatku bekerja sedang mencari karyawan baru. Datanglah malam ini. Aku pastikan kau bisa langsung bekerja.”
“Kau sungguh-sungguh?” Tanya Hana dengan mata berbinar.
“Iya …” jawab Yura kegirangan.
“Berikan nomor handphonemu padaku. Aku akan mengirim alamatnya.”
Hana membagikan nomor handphonenya pada Yura.
“Namamu Hana bukan?”
Hana mengangguk.
“Aku Yura … sampai ketemu nanti malam ya?”
***
“Proxima Centauri? Bukankah ini agensi artis EXO dan yang lainnya? Tunggu apa aku tidak salah alamat?”
“Hana ...” panggil Yura sembari melambaikan tangannya.
Hana melangkah menghampiri Yura. Keduanya masuk melalui jalur lain yang ada di samping gedung itu.
“Kau membawa berkasmu?”
Hana mengangguk sembari menyerahkan berkasnya.
“Ada aturan khusus di sini. Jangan sampai kau melanggarnya karena kau akan langsung diberhentikan bila ketahuan. Jangan membawa handphonemu sama sekali saat bekerja. Kau bisa membaca detailnya nanti agar kau paham. Satu lagi yang paling penting. Maaf jika perkataanku menyinggungmu. Kau harus menjaga sikapmu di sini, terutama dengan para artisnya. Mungkin saja kau menemukan mereka yang sikapnya sedikit berlebihan. Alangkah baiknya kau menghindari mereka dari pada akan muncul hal yang kurang mengenakan nantinya. Meski kita berada di posisi yang benar, kadang seseorang yang tak suka dengan keadaan itu akan membuatmu terlihat salah yang akhirnya membuatmu tidak disukai, dibenci, bahkan akhirnya diberhentikan. Jadi … berhati-hatilah. Sekarang aku akan mengantarmu pada kepala bagiannya sekalian memperkenalkanmu dan mengambil jadwalmu.”
***
“Yura … apa kabar? Lama sekali tidak melihatmu.” Seorang perempuan paruh baya memeluk Yura dengan akrabnya.
“Aku baik-baik saja. Oh ya … ini teman yang kuceritakan tadi. Tolong bantu dia ya, Bu?” Pinta Yura ramah.
“Tentu saja … kau Hana bukan?”
“Iya … namaku Hana. Terima kasih sudah menerimaku di sini.”
“Baiklah Hana. Ayo ambil pakaian seragammu. Kau sudah bisa bekerja dari malam ini.”
*
Hana menatap wajahnya di cermin sembari merapikan rambutnya. Dirinya sungguh tidak menyangka akan mendapatkan pekerjaan secepat itu. Dua hari yang lalu ia mengundurkan diri sebagai pelayan kafe karena perempuan yang ia gantikan sudah bisa bekerja. Awalnya ia sempat khawatir tidak menemukan pekerjaan pengganti. Tapi sekarang ia menemukan pekerjaan baru yang sesuai dengan pengalaman kerjanya. Pekerjaannya kali ini lebih menyenangkan karena dia bisa melihat atau bertemu dengan banyak artis di sini.
“Apakah aku akan bertemu dengan Baek Hyun juga?”
Tiba-tiba teringat Baek Hyun membuat perasaan Hana berdesir. Ia ingat bagaimana pria itu menggodanya saat di apartemen waktu itu.
“Tidak, tidak! Aku tidak boleh bertemu dengannya dulu. Bagaimana kalau dia menggodaku lagi seperti waktu itu. Rasanya jantungku hampir meledak saat itu. Sikanya terlalu berbahaya untuk wanita lemah sepertiku. Lagi pula Yura sudah mengingatkanku untuk menjaga sikap. Ia benar. Jangan sampai mereka melihatku di sini. Tapi … aku masih punya utang yang harus kubayar dengannya. Aaakkh … bagaimana aku bisa melupakan itu.” Gerutu Hana sembari memukul kepalanya sendiri.
*
“Apa Baek Hyun sudah mengetahui kehamilanmu?”
Hana yang berada di balik pintu menghentikan niatnya untuk masuk ketika mendengar pertanyaan itu.
“Iya … jawab Yura. Aku sudah memberitahunya.”
“Lalu bagaimana tanggapannya?”
“Sepertinya dia tidak masalah.”
“Syukurlah … aku tahu dia sangat mempercayaimu. Untunglah dia mengerti keadaanmu.”
“Begitulah ... aku juga tidak bisa menutupi hal ini lebih lama. Saat ini hanya aku, Baek Hyun, dan Bu Hara yang tahu. Sepertinya aku juga harus pergi. Tolong titip Hana ya? Oh ya ... apa ibu masih menyimpan tata tertib untuk petugas kebersihan?”
“Ada, ada, tenang saja. Aku akan memberikannya pada Hana.”
*
“Hana, kau sudah selesai?”
“Iya … maaf jika terlalu lama.”
“Tidak masalah … Oh ya Bu. Hana mungkin tidak tahu di mana ia akan bekerja malam ini. Tolong tunjukkan padanya ya?”
“Tentu saja. Aku akan mengantarnya setelah ini.”
“Hana … maaf tidak bisa mendampingimu.”
“Oh, aku tidak apa-apa. Justru aku berterima kasih sudah dibantu sampai sejauh ini. Sampai jumpa.”
*
“Tugasmu hari adalah membersihkan ruang latihan. Tadi ada yang ingin menggantikanmu, tapi aku tidak mengizinkannya. Ini peralatanmu. Ayo ikut,” ajak Bu Hara dengan ramah.
*
“Kau tunggu di sini sampai mereka keluar. Ada jeda 15 menit sampai anak-anak yang lainnya datang menggunakan ruang ini lagi, saat itulah kau masuk dan membereskan semuanya. Jika ada barang mereka yang tertinggal, bawalah dan titip ke ruangan kita. Mereka akan datang sendiri mencarinya. Jika ada yang datang, segeralah pergi, kecuali kalau ruangannya benar-benar kotor dan mereka membiarkanmu membersihkannya. Kau paham?”
“Iya, aku paham. Terima kasih sudah menjelaskannya padaku.”
*
“Apa mereka masih di dalam?” Tanya seorang perempuan yang merupakan artis senior di agensi itu.
Hana terkejut sekaligus kagum bisa bertemu dan melihatnya secara langsung seperti ini.
“Sepertinya begitu,” jawab Bu Hara yang mendampingi Hana.
“Kau pegawai baru? Sepertinya aku baru melihatmu?”
“Iya, aku baru bekerja hari ini. Namaku Hana.”
“Bu Hara, bolehkah aku meminta bantuannya?”
“Kenapa kau bertanya padaku?” Bu Hara balik bertanya.
“Aku mesti meminta izin padamu dulu. Bu Hara kan atasannya.
“Aku tidak berhak melarangnya, tapi jika ruangannya tidak begitu bersih itu bukan salahnya ya ...”
“Aaaah, aku dan memberku bisa melakukannya nanti. Aku juga bisa meminta bantuan adik-adikku di dalam bukan? Akan kukatakan kalau karyawannya sedang kuminta tolong keluar mencari sesuatu. Hana, aku minta tolong belikan kami air mineral di luar ya? Di depan gedung ini ada mini market. Kau bisa ke sana membelinya. Tolong ya … pintanya ramah.”
“Baik, seberapa banyak yang harus kubeli?”
“Satu kotak cukup. Kau bisa kan?”
“Aku bisa.”
*
Setelah benar-benar jauh dari kedua orang tadi, barulah Hana melepas topeng ketenangannya. Ia berubah lesu setelah mendengar pembicaraan mengenai kehamilan Yura.
“Apa maksudnya itu tadi? Apa mungkin anak dalam kandungan Yura itu adalah anak Baek Hyun? Akh… kenapa aku harus peduli dan terluka seperti ini. Kenapa pula aku harus mendengarnya.”
Seketika Hana teringat kejadian di apartemen itu. “Jika Baek Hyun bisa bersikap seperti itu, wajar saja Yura bisa hamil. Apa Baek Hyun memang pria seperti itu. Rasanya sulit sekali mempercayai kenyataan ini, atau hatiku yang menolak percaya?”
***
“Saat membuka handphonenya, ada 2 panggilan tak terjawab juga beberapa pesan singkat dari Baek Hyun.
“Bagaimana kabarmu?”
“Apa kau sudah ke kafe yang kurekomendasikan untukmu?”
“Ceritakan padaku jika kau mengetahui sesuatu. Jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi.”
“Kenapa dia mesti peduli padaku,” gerutu Hana sembari membaca pesan selanjutnya.
“Mungkin Aku tak bisa langsung merespons pesanmu saat itu. Kau harus tetap menunggu sampai aku meresponsnya.”
“Akh, kenapa perasaanku seperti ini lagi? Kenapa aku bisa dengan mudah berdebar-debar karenanya. Aku memang wanita lemah. Tapi setidaknya aku tahu sekarang seperti apa dia. Aku harus menjaga jarak dengannya. Jika memang benar anak dalam kandungan Yura adalah anak Baek Hyun, berarti aku secara tidak langsung menjadi orang ke 3 di antara mereka. Sudah tahu akan jadi ayah. Kenapa ia masih berani menggodaku. Sekarang aku merasa seperti wanita murahan saja. Aku harus menghindarinya dari sekarang. Tapi bagaimana? Aku malah bekerja dalam gedung yang sama dengannya. Aku juga punya utang ... Tapi …”
Mata Hana melebar. Ia merasa menemukan sebuah ide. Hana mengecek nomor Baek Hyun di handphonenya. “Setidaknya Aku bisa memutuskan komunikasiku dulu dengannya.” Tanpa ragu lagi Hana menekan blokir di handphonenya.
“Bagaimana kalau dia berpikir aku sedang menghindari utangku? Akh ... tidak, tidak. Yang penting aku menunjukkan tanggung jawabku nanti.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience