BAB 2

Action Completed 881

Belum sempurna matahari terbenam, aku harus sudah melangkah menuju suatu tempat. Kulirik kanan dan kiri jalan. Setelah yakin tak ada yang melihat, akupun masuk ke sebuah gang kecil di ujung kota ini. Menyusuri lorong kumuh dan gelap. Becek. Dalam temaram rintik hujan. Aku agak kedinginan. Kutarik pengikat sweaterku. Lumayan hangat.

Langkahku agak tercepuk-cepuk. Pikiranku dikerat habis oleh sisa-sisa bayang wajah seorang yang sangat dekat denganku namun kini sedang kritis, sekarat. Bahkan hanya dia yang kumiliki dimuka bumi ini. Tak ada yang lain. Itu sebabnya aku tak ingin kehilangan dia. Aku tak mau lagi kehilangan orang yang kusayangi itu. Aku rela masuk kedalam neraka, asal dia boleh hidup dan tersenyum bahagia. Meminta ampun pada Tuhan atas dosa yang selama ini telah aku lama tabung. Hanya demi menyelamatkan nyawa. Seorang gadis belia. Yang cantik jelita. Namanya Risa.

Antara ikhlas dan melarang ia melepasku, tadi. Setelah meyakinkan aku baik-baik saja, dia merelakanku. Meski air matanya terus menetes. Meski ucapan tasbih ia lontarkan disela-sela kekhawatirannya. Meski hati kecilnya tidak ingin aku pergi. Tapi nalurinya terus berharap. Agar aku tetap pergi.

Aku terus berjalan. Tidak melihat dan peduli lagi dengan apa yang ada disekelilingku. Hingga aku berdiri sempurna di depan sebuah pintu. Tampak dari balik dinding kaca seorang wanita telah menunggu. Matanya menatapku dalam, wanita itu sepertinya telah lama menunggu di sofa berwarna merah. Aku masuk. Lalu duduk di dekat wanita itu. Dia dingin. Tatapannya menusuk.

“Jam berapa ini?!” wanita berambut bob layer itu menggerutu. Dia paling tidak senang dengan orang yang suka datang terlambat. Namun mengerti akan kondisi dan prospekku untuk bisnisnya. Wanita itu akhirnya bersikap lembut.

“Ma-maaf.” hanya itu sahutku. Tetap duduk termangu.

“Ada banyak customer yang suka sama kamu. Mereka elite dan glamour semuanya, seleranya tinggi, jangan buat mereka sakit hati. Jangan buat aku malu. Fee aku tambah kalau mereka mau kamu lagi besok. Mengerti…?!”

Aku mengangguk. Wanita itu memberiku sebuah amplop.

“Itu uang mukanya. Ingat! Mereka berani bayar kamu mahal. Itu tandanya kamu berkualitas. Mengerti?!”

Aku pun mengangguk, pelan sekali. Hatiku lirih menangis. Bayangan wajah seorang gadis jelas terlihat di depanku. Gadis itu merintih. Menangis. Kesakitan. Dia terbaring pada sebuah ranjang. Lingkar matanya gelap. Bibirnya kering pucat. Dia nyaris sekarat. Air mataku meleleh.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience