Disebuah rumah agam yang tersergam indah, seorang lelaki dengan wajah bengis namun berwibawa sedang bersila di serambi sambil menikmati sarapan paginya. Isterinya yang duduk disamping juga turut bersimpul sambil melihat ke halaman rumah mereka dimana dua cucu kembar mereka sedang bermain.
Menantu mereka muncul menatang dulang berisi beberapa kudapan sambil memanggil kedua anaknya untuk naik agar mereka bisa menikmati jamuan pagi bersama.
"Cempaka, Selasih sudahi mainnya mati nikmati sarapan," panggil Nirmala.
"Baik bu!," balas kedua kembar sambil berlari menaiki tangga untuk mendapatkan ibu mereka.
"Hati-hati, nanti jatuh," ucap Marwana nenek mereka.
Singagala yang berdiam diri dari tadi sambil melihat telatah cucunya kamudian merenung jauh dan kamudian dia bersuara.
"Bagaimanakah keadaan cucu kembarku yang lain?," ucapnya spontan membuat Nirmala dan Marwana tergamam.
"Er..entahlah, aku harap mereka baik-baik saja," ucap Marwana.
Sunti isterinya Tok Pi muncul bersama dulang lainnya juga mendengar percakapan mereka, dia juga mengenang keadaan suaminya Pillah, mereka juga sudah terpisah lama sejak kejadian serangan dirumahnya Megat Angkasa sebelas tahun dahulu.
"Aku harap agar bisa bertemu dengan mereka secepatnya," ujar Singagala.
Didalam hati, Nirmala juga merisaukan kedua anak kembarnya yang lain, Adi Kencana dan Adi Kesuma yang terpisah dengannya sebelas tahun dahulu. Singagala melihat menantunya yang sugul lalu berkata.
"Usah bersedih, mereka pasti baik-baik saja, lagi pun ada si Pillah bersama mereka!," ucap Singagala menenangkan menantunya.
Saat mereka sedang leka, tiba-tiba seorang lelaki muncul mengejutkan di halaman.
"Selamat pagi tok!!," ucap lelaki itu, Singagala memandang wajah pengikutnya.
"Aji!! apa yang kamu buat pagi-pagi ni, terkejut aku tahu tak," ujar Singagala yang terkejut dengan kemunculan pengikutnya itu.
"Maaf tok jika mengganggu," ucap Aji Kagira memberi hormat, namun dia harus menyampaikan berita dengan segera. "Tapi tok, aku datang membawa khabar, aku ingin kita bicara empat mata," tambahnya lagi.
Singagala merenung Aji Kagira dengan wajah yang serius, dia kamudian bangkit dari duduknya dan melangkah ke halaman.
"Mari," ucapnya ringkas dan mereka pun menghilang macam tu saja.
Saat mereka tiba ditempat pertemuan rahsia, Singagala melabuhkan diri di kerusinya, Aji Kagira merupakan pengikut serta tangan kanannya. Singagala mempersilakan Aji Kagira untuk menyampaikan khabarnya.
"Pertama maafkan aku tok kerana menganggu, tapi perkhabaran yang aku terima harus segera tok dengar," ucap Aji Kagira.
"Jadi, pasti khabar ini berkaitan dengan para sialan itu!," ucapnya merujuk kepada Sri Dewaja.
"Ya tok, tapi salah satu pengikutnya sedang berada di sempadan kita, pengikutnya Nyi Kembara.," ucap Aji Kagira.
"Jadi mereka sudah sejauh ini, sepertinya kita harus segera bertindak agar mereka tidak terus memperluaskan kekuasaan ke kawasan kita!," ucap Singagala.
"Jadi apa yang harus kita lakukan tok?," soal Aji Kagira.
"Panggil semua ketua pasukan kita, kumpulkan mereka di bukit Simbara," perintah Singagala.
Aji Kagira mengangguk setuju, dia kamudian beredar untuk menemui para ketua pasukan Singagala yang lainnya, Singagala sendiri kembali ke teratak agamnya.
Terbit Setiap Sabtu dan Ahad
Share this novel