Bab 4 - Lanjutan Flasback Pertemuan dengan Istriku (Halimah)
"Mari Mas?" Ucap wanita ini sambil beranjak berjalan dengan tangannya yang memegang telapak tanganku ingin menarikku.
"Tapi Bu?" Ucapku sambil tetap berdiri mehanan jalan.
Dia langsung berhenti, membalikkan badannya menatap wajahku.
"Apa lagi sih Mas? Tenang saja Mas, saya pastikan tidak akan terjadi apa-apa koq. Saya sangat takut jalan sendirian masuk ke dalam kamar Mas, takut ada hantu, kecoa, atau tikus mungkin." Ucapnya.
"Baik Bu, saya nyalain dulu senter ponsel saya dulu Bu?" Ucapku.
Aku juga tidak dapat melihat, jika harus berjalan tanpa lampu senter.
"Maaf, saya lupa. Saya juga tidak bisa melihat, jika harus berjalan tanpa cahaya Mas. Cepetan Mas nyalain lampu senter ponselnya?"
Ucapannya hampir sama dengan isi hatiku? Halimah-halimah. Sementara tangannya ini tak mau melepaskan tanganku.
Aku segera menyalakan lampu senter ponselku.
"Mas, boleh saya saja yang memegang ponsel kamu?" Tanyanya.
"Boleh Bu." Ucapku langsung memberikan ponsel kepada wanita ini.
Dia pun langsung meraih ponselku.
"Mari Mas?" Wanita ini langsung menarik tanganku membawaku berjalan menuju kearah kamarnya.
Aku hanya menuruti perintah wanita ini, terlanjur basah aku di dalam rumahnya ini. Bukan hanya terlanjur basah kuyup tubuhku, terlanjur basah bawahku meronta dan terbuai oleh rayuannya. Aku sangat berharap agar penjualan rumahku segera dapat di belinya. Tapi koq malah keadaannya seperti ini.
Halimah segera membuka pintu kamarnya. Sejenak Ia menembakan lampu senter ponselku ke dalam kamarnya. Terlihat kasur spingbed yang lumayan tinggi dan sepertinya sangat empuk, tidak seperti matras di kosanku.
"Bu, saya tunggu disini saja ya?" Aku berhenti berjalan dan ingin menunggunya di pintu kamarnya saja.
"Saya takut Mas, kalau harus masuk sendirian. Saya juga lupa menaruh ponselnya dimana." Ucap Wanita itu.
"Ayok Mas tolong anterin?" Ucapnya kembali terdengar sangat memohon dengan nada muanjah.
"Baik Bu." Aku menurutinya.
Kita berdua berjalan kembali menuju masuk ke dalam kamarnya wanita ini.
"Mas, tolong pegangin ponselnya? Jangan sampai mati ya Mas?" Ucap wanita ini sambil memberikan ponsel kepadaku.
"Baik Bu." Aku pun menerima ponselku darinya.
Aku memegang ponselku sambil berdiri di depan pintu kamarnya. Wanita ini langsung berjalan menuju ke kasur springbednya, Ia menunggingkan bokongnya, membuka-buka bantal, guling dan selimut itu mencari-cari ponselnya.
"Dimana ya ponsel saya ini berada?" Ucapnya berkata sendiri sambil tetap menungging dengan posisi satu dengkulnya yang menekuk diatas springbed membuka buka bantal tidurnya itu.
Secara otomatis lingerie-nya pun terbuka lebar di hadapan mataku ini. Aku hanya dapat menatapnya sambil mengelus pelan pentolan bawahku yang terus mengeras menonjol ini.
Aku tidak menjawabnya. Aku tetap berdiri standbye memegang ponsel.
("Kasih kesabaran kepada aku.") Gumamku dengan tangan kananku yang mengelus pelan pentolan batang hitam gemukku yang terus mengeras melingkar di bawah ini. Jantungku tak henti-hentinya bergemuruh dibuatnya.
Hampir lumayan lama wanita ini mencari-cari ponselnya dengan posisi yang seperti itu. Seperti sangat sengaja untuk menggoda imanku ini.
"Ada tidak Bu?" Ucapku sambil berjalan mendekatinya lalu berhenti berjalan di belakangnya yang sedang menungging itu, agar dengan mudah dan lebih terang wanita ini mencari ponselnya.
Cleb! Arg! Serr!
Dia memundurkan, mendesakkan bokong, lalu bergoyang pelan bokongnya di depan pentolan belut hitamku ini. Secara otomatis pentolan gemuk bawahku ini pun terdesak oleh kedua bokongnya itu.
"Ouh.."
Ya ampuuun Ibu Halimah ini, kamu sengaja banget sih? Semakin mengeras ini dedek pentolan hitam aku ini Bu? Semakin tersiksa aku di buat oleh ulah kamu ini? Itu keluh kesahku pada Ibu Halimah saat ini.
Dia menggoyangkan pelan kembali bokongnya itu di depan pentolan batang hitamku sambil terus membolak balikkan bantal. Ingin sekali aku memegang punggungnya lalu menahannya. Tapi aku sangatlah tidak berani.
Aku segera memundurkan langkahku sedikit menjauh dari bokongnya itu.
Dia menengok ke belakang dengan posisinya yang tetap menungging itu.
"Eh maaf Mas? Saya tidak tahu dan tidak sengaja? Saya tidak tahu, kalau di belakang saya ada kamu Mas?"
Dia membelokkan tatapannya kembali kearah depan dengan posisi satu dengkulnya yang tetap menekuk diatas springbed menunggingkan bokongnya itu.
Apa yang kau perbuat sih Halimah? Sedari tadi memancing aku terus? Tanyaku di dalam hati.
"Tidak apa-apa Bu." Ucapku sambil tetap memegang ponselku.
Dia bangkit berdiri, membalikkan badan, mendaratkan bokong di pinggir springbed menatap kearahku.
"Hmm.. Dimana ya Mas Ponsel saya?" Tanyanya, tapi matanya tertuju sangat fokus ke bawahku ini.
"Saya tidak tahu Bu. Saya ingin mencoba menelpon nomornya Ibu, akan tetapi tidak ada sinyal sama sekali Bu." Ucapku sambil tetap berdiri memegang ponsel.
"Ngapain saya cari ponsel dulu sih? Yang seharusnya saya cari itu, seharusnya mengambil sarung untuk kamu dulu Mas. Maaf ya Mas, saya lupa?" Ucapnya dengan kedua matanya yang tetap menatap karah pentolan bawahku ini. Membuatku sangat gerogi di buatnya.
Sementara pentolan bawahku ini, tak henti-hentinya meronta, menapak keras di celana bahan ketatku ini.
"Tidak apa-apa koq Bu. Lebih penting juga ponselnya Ibu." Ucapku yang melihatnya lumayan terlihat merasa gelisah karena Ia tidak dapat terlepas dari ponselnya.
Mungkin sangat penting ponselnya itu. Padahal kondisi jaringan di saat mati lampu ini, tidak ada jaringan sama sekali. Alias SOS.
Apasih maksud dari semua ini? Apakah Ibu Halimah ini sedang membuat lelucon? Padahalkan bisa mencari sarung dan lilin sedari tadi menggunakan ponselku ini. Kenapa harus ribet sih Bu? Hmm sabar.
"Tidak lah Mas, lebih penting juga kamu. Kesehatan itu jauh lebih penting Mas."
Aku tidak menjaawabnya. Wanita itu bangkit berdiri, membenahi deress tembus pandangnya itu.
"Mas, tolong senterin kearah lemari dan ikuti saya dari belakang ya?"
"Baik Bu." Hanya itu dan itu jawabanku untuknya.
Sebisa mungkin aku selalu menuruti permintaan wanita ini, demi pekerjaanku.
Tunggu penulisan yang selanjutnya..
Lanjut dukung di Aplikasi Karya Karsa: @Mulya
Share this novel