Warning!!!
Kisah ini, kisah Dewasa 21+, Kisah Erotik, Harap bijak dalam memilih bacaan. Jika sudah faham, silahkan lanjutkan. Terima kasih.
Sample easy..
"Ouuughhh.. Baby.. Enak banget goyangan pentolan kamu.." Desisan muanjah bisikan Wanita itu merasakan goyangan bokongku memaju mundurkan pentolan bawahku di lubang kenikmatannya. Hmm.
***
Aku seorang Pria yang berasal dari luar Pulau. Paras wajahku tampan sedikit garang, kulit putih, badan tinggi kekar gempal kencang.
Sekarang ini usiaku berusia 28 Tahun. Aku sudah menikah sekitar dua tahun dengan seorang wanita yang usianya lebih tua lima tahun dariku. Istriku terbilang seorang perempuan yang kaya, memiliki rumah mewah dan memiliki karir.
***
Sudah beberapa hari ini tubuh kekar gempal tinggiku, terutama belut hitamku ini terasa sangat kedinginan. Aku sudah seminggu ini, tidak berhubungan badan dengan istriku.
Bukan karena istriku yang tidak mau di tiduri olehku. Akan tetapi aku yang sedang tidak mood menidurinya.
***
Pagi itu, aku baru saja menggunakan pakaian setelan kantorku yang serba ketat. Yang mana, di hari itu aku memakai kemeja polos pink, dengan celana bahan mengkilap ketat.
Tentunya lekuk tubuhku yang lumayan indah ini pun, tercetak jelas, baik dadaku yang bidang, perutku yang sedikit endut, pentolan bawahku yang lumayan cukup gemuk ini menapak jelas di pakaianku.
Istriku sedang berdiri membelakangiku dengan posisi kedua tangannya yang melipat diatas dadanya menatap kearah luar.
"Saya malu mas, punya suami seperti kamu. Saya malu!"
DEG!
Hatiku benar-benar sangat hancur, jantungku bergemuruh, telapak tangan kananku mengepal dengan keras, ingin rasanya aku menampar bibir istriku.
Kesekian kalinya, Ia berbicara seperti itu, sebuah kata-kata yang berkaitan dengan harga diriku. Sebuah perkataan yang menurutnya terlalu penting baginya.
"Ok, jika itu mau kamu. Jangan harap, saya akan menginjakkan kaki saya di rumah ini!"
"Mana kunci mobil saya!"
BRAK!!! Aku melemparkan kuncinya di bawah kakinya.
Dengan segera aku membalikkan badan.
"Jangan sampai, ada barang yang kamu bawa dari sini. Heh!" Ucapnya terdengar sinis.
Aku tidak menghiraukan wanita itu. Aku melangkahkan kaki lebarku menuju ke dalam kamar, mengemas seluruh pakaian ke dalan ransel, berjalan menuju ke luar rumah dengan tatapanku yang lurus ke depan. Sangat muak rasanya, untuk aku melihat wajahnya istriku.
Aku mendaratkan bokong di Jok Motor, memakai helm, menancapkan gas motor menuju ke tempat kerjaaanku.
Laki-laki mana, yang tidak sakit hatinya, ketika harga dirinya merasa di injak-injak oleh Istrinya?
Apa masalahku ini yang sebenarnya?
Aku dan istriku memiliki banyak perbedaan, terutama untuk diriku sendiri. Aku sangat menyadari kalau aku ini hanyalah seorang pria yang hanya lulusan SMA saja. Aku sangat menyadari, kalau aku ini hanya seorang pria perantau yang bekerja menjadi Leader Team Sales Marketing. Aku sangat menyadari, kalau aku ini hanyalah seorang Suami yang numpang tidur di rumahnya.
Akan tetapi, aku pun tidak serta merta tidur secara gratis begitu saja di rumahnya. Aku tetap memberikan sebagian gaji kerjaku untuk menafkahinya.
Ucapan yang keluar dari bibir tajam istriku di pagi ini, adalah ucapan Istriku yang ke sekian kalinya.
Aku sangat tidak menyangka, bahwa sifat asli istriku memang seperti itu. Ya, aku benar-benar tidak menyangka, karena aku terlanjur menikahinya.
Flashback Off
Dulu, sewaktu aku kenal dengan istriku ini, sewaktu aku mengadakan acara Event pameran property. Dari kejauhan, aku melihat seorang wanita, tengah berdiri dan terus memperhatikanku.
Mungkin, di dalam hatinya perempuan itu sangat penasaran dan ingin sekali berkenalan denganku. Karena meskipun wajahku sedikit garang, akan tetapi kalau masalah perempuan dan diatas ranjang, adalah jagoku.
Kala itu, statusku pun lajang, dan memiliki beberapa wanita yang menyukaiku untuk sekedar menyusu dikala aku yang sedang kedinginan.
Setelah wanita itu meperhatikanku lumayan lama, Ia berjalan mendekatiku yang sedang duduk.
"Selamat siang Pak?" Ucap Wanita itu di hadapanku sambil melihat kearah pentolan bawah dan dada bidangku ini.
Aku segera bangkit berdiri. Tentu saja lekuk tubuh bersama pentolanku ini menapak jelas di depan mata perempuan ini.
"Saya boleh duduk?" Ucap Wanita itu sambil menatap dari pentolan bawahku keatas hingga menatap wajahku.
"Boleh Bu. Silahkan duduk." Ucapku.
"Terima kasih." Ucap wanita itu langsung duduk di kursi di hadapanku.
Aku duduk di kursi.
"Kenalin Bu, nama saya Bara." Tangan kananku mengarah ke depan.
"Halimah." Ucap Wanita itu langsung menggenggam telapak tanganku.
Aku segera melepaskan telapak tangannya.
"Ibu mau ambil perumahan yang ada di Daerah Mana?" Ucapku.
"Saya ingin mengambil Perumahan yang ada di Komplek A, di Kota A." Ia menginginkan salah satu rumah yang terbilang cukup lumayan besar, yang berada di luar Kota ini.
Hatiku pun mendadak merasa sangat bahagia, karena pastinya sebentar lagi aku akan mendapatkan Fee, kalau rumah yang di tanyakan oleh permpuan ini, di beli olehnya.
"Baik Bu, silahkan di lihat-lihat?" Ucapku menyodorkan buku katalog kepadanya.
Telapak tangannya langsung mendarat dan mengelus tanganku.
"Makasih ya Pak?" Ucapnya sangat ramah sambil mengelus tanganku.
Seketika Pentolan batang hitamku ini pun meronta berdiri merespon, hingga mencengkal di resletting celana bahanku.
"Jadi mau yang mana Bu?" Ucapku sambil melepaskan tanganku dari telapak tangannya.
"Mau yang ini saja Pak." Ucapnya sambil menunjuk salah satu gambar rumah yang ada di katalog.
"Tapi, untuk hari ini saya tidak membawa persyaratan-persyaratannya. Kalau bisa, nanti Bapak saja yang ambil di rumah saya."
"Baik Bu, saya sangat bersedia untuk mengambilnya nanti. Memangnya, Ibu tinggal di daerah mana?"
"Panggil saja Halimah Pak. Jangan Ibu. Serasa tua banget saya." Ucapnya dengan nada pelan.
"Hehe, maaf Bu, saya sudah terbiasa memanggil klien dengan panggilan itu. Tidak enak saya Bu, jikalau saya memanggil namanya Ibu saja."
"Tidak apa-apa koq Pak."
"Jadi bagaimana, kamu nanti bisa mengambil berkas-berkas persyaratannya di rumah saya?"
"Kalau kamu tidak ada kendaraan, biar nanti saya jemput."
Wanita itu beberapa kali berbicara kepadaku.
"Memangnya, tempat tinggalnya Ibu di daerah mana?" Aku bersikap se professional dan seramah mungkin kepada wanita ini.
"Saya tinggal di luar Kota ini."
"Alamatnya boleh saya minta Bu?"
"Boleh dong. Tapi maaf, jikalau nanti kamu ingin mengambil berkasnya, saya ingin kamu saja yang mengambilnya. Sekalian, nanti kita ngopi-ngopi dulu. Bisa kan Pak?"
"Bisa Bu."
"Alamat saya di Kota A, kamu bisa menghubungi saya terlebih dahulu, jika kamu ingin ke rumah saya."
"Baik Bu."
Bersambung..
Dukung Author agar semangat meneruskannya.
Share this novel