2

Romance Series 35703

#Flashback Pertemuan Dengan Istriku#

Hari pun telah berganti malam. Saat ini, aku belum pulang kek kosan, aku masih berada di warung kopi.
Drrrt! Drrrt! Ponselku beberapa kali bergetar.
Dengan segera aku mengambil ponsel dari saku celana ketatku. Terlihat ada pesan masuk di Ponselku.

["Pak, kamu jadi datang kan malam ini?"] Sms Halimah.

["Kalau mau datang. Dari sekarang saja kamu datang, jangan terlalu malam."] Sms Halimah.

["Baik Bu, saya akan segera datang kesana."] Sms Ku.

["Baik, saya tunggu."] Sms Halimah.

["Baik Bu."] Sms Ku.

Percakapan sms telah di tutup. Aku masukkan ponselku ke dalam saku celana bahanku kembali.

"Berapa Bu?" Ucapku kepada Ibu pemilik kopi.

"Jadi 10ribu bang." Ucap Pemilik warung.

"Ini Bu." Aku membayar kopi dan cemilanku.

"Terima kasih Bang." Ucap Pemilik Warung.

"Sama-sama Bu." Ucapku.

Aku bangkit berdiri, menggendong tas ransel kerja di pundak, berjalan keluar meninggalkan warung menuju ke motorku.

Aku mendaratkan bokong kencangku di jok motor, memakai helm, menjalankan mesin motor. Dengan segera aku menancapkan gas motorku lumayan kencang di Jalan Raya menuju ke Kota tetangga, ke tempat tinggalnya Halimah.

Sekitar satu jam setengah berada di perjalanan, aku pun telah sampai di depan rumahnya Halimah. Aku segera mematikan mesin motor, mengambil ponsel dari saku celana bahanku.

["Bu, saya sudah sampai di depan rumah Ibu."] Sms Ku.

["Oh ya? Tunggu sebentar ya? Saya langsung keluar."] Sms Halimah.

["Baik Bu."] Sms Ku.

Aku pun tetap menunggu di depan pintu gerbang rumahnya dengan posisiku duduk di jok motorku.

Tak berapa lama kemudian, Halimah membuka pintu rumahnya. Terlihat Halimah memakai baju tidur dress yang lumayan cukup tembus pandang. Ia berjalan menuju ke pintu gerbang, Ia membuka pintu gerbang rumahnya.

"Silahkan masuk Mas?" Seraya Ia memanggilku dengan panggilan Mas. Bukan Bapak.

Sedikit curiga aku kepadanya, tapi biarlah, yang terpenting penjualan rumahku dapat clossing, terlebih dengan statusku yang masih lajang ini.

"Baik Bu." Ucapku langsung menancapkan gas motor lalu masuk dan memarkirkan motor di depan rumahnya.

Aku segera mengangkat bokong dari jok motor lalu berdiri di pinggir motorku.

Halimah segera menutup pintu gerbang rumahnya, Ia berjalan mendekatiku yang masih berdiri di samping motor.

"Mari Mas?" Ucapnya untuk mengikutinya berjalan.

"Baik Bu." Aku berjalan di belakang mengikutinya.

"Mas, di dalam saja ya? Tidak enak, kalau di luar, cuaca juga lagi mendung." Ucapnya sambil membuka pintu rumahnya.

Padahal di depan teras rumahnya ini, terdapat kursi dan meja.

"Baik Bu." Aku menurutinya saja.

Aku berjalan kembali mengikutinya masuk ke dalam rumah.

"Silahkan duduk Mas?" Ucapnya mempersilahkan aku untuk duduk di Sofa.

"Terima kasih Bu." Ucapku sambil mendaratkan bokong, menaruh tas ransel di lantai di sebelah kakiku.

"Tolong tunggu sebentar ya? Saya pergi ke dapur dulu?" Ucapnya.

"Baik Bu. Tapi, apakah saya boleh merokok Bu?" Ucapku yang merasakan cuaca lumayan terasa dingin.

"Sangat boleh koq Mas. Terkecuali, jika sedang di dalam kamar saya. Sangat tidak di perbolehkan untuk merokok." Ucapnya.

Apa? Di dalam kamar? Maksudnya apa? Itu tanya hatiku.

"Itu Asbak rokoknya ada di bawah meja Mas? Ambil sendiri ya?" Ucapnya.

"Baik Bu." Ucapku.

"Ya sudah, saya tinggal ke belakang dulu ya? Mas-nya suka minum kopi apa?" Ucapnya.

"Kopi apa saja, saya suka koq Bu." Ucapku.

"Baiklah." Ucapnya.

Perempuan itu berjalan menuju ke dapur sambil sesekali menggoyangkan bokongnya, membuat pentolan bawahku ini terus meronta. Tanganku pun langsung mengelus pelan pentolan bawahku yang menapak di celana bahan ketatku ini.

Aku segera mengeluarkan sebatang rokok, membakar rokok, lalu menikmati sebatang rokok.

Sementara pemilik rumah ini, alias Halimah bergegas berjalan menuju ke dapur rumahnya. Ia mengambil gelas, lalu membuatkan kopi Hitam untukku.

Tak berapa lama kemudian, Halimah sudah selesai membuatkan kopinya. Ia berjalan sambil membawa kopi menuju ke ruangan tamu. Ia berhenti berjalan di sampingku.

"Ini Mas, kopinya." Ucapnya sambil menaruh kopi dibarengi sambil mendaratkan bokongnya di sebelahku.

Halimah duduk dengan posisi kaki kanannya menindih menghimpit kemaluannya.

"Terima kasih Bu." Ucapku sambil menggeserkan bokongku sedikit menjauh darinya.

"Jangan panggil Ibu lah Mas? Panggil saja Halimah." Ucapnya dengan nada muanjah sedikit menggoda.

Sementara aku duduk tenang, dengan pentolan bawahku yang terus meronta-ronta melihat belahan buah dadanya yang lumayan kencang itu.

Gemuruh jantungku ini pun kian berdetup sangat cepat, keringat sedikit keluar menahan gejolak birah*ku ini. Sebisa mungkin aku bersikap tetap professional sambil sesekali merokok dengan tatapan mataku kearah depan, bukan kearah samping kanan.

"Jadi, kira-kira, apa saja sih, persyaratannya? Kalau saya, ingin memgambil rumah di Komplek Perumahan itu Mas?" Ucapnya dengan tangan kanannya mengelus pahaku yang sebelah kanan.

Semakin meronta mengeras pentolan hitam bawahku ini merasakan belaian halus tangannya di atas pahaku ini.

"Sebentar ya Bu?" Ucapku.

"Baik Mas." Tangan kanannya tetap menempel di atas pahaku.

Sesekali jari telunjuknya naik turun diatas pahaku mendekati pentolan hitam bawahku yang kian mengeras melingkar di bawahku ini.

Ia pun sesekali menatap pentolan bawahku ini.

Aku membuka laptop lusuhku dari dalam tas kerjaku, menaruh laptop diatas meja, mengaktifkan layar monitor laptop.

"Ini Bu, persyaratannya?" Ucapku memperlihatkan layar monitor laptop kepadanya, agar dia memberhentikan kegiatan mengelus pahaku ini.

Dia malah menggeser bokongnya menempel ke bokongku dengan tangan kirinya yang menempel diatas pahaku ini. Sementara pentolan bawahku ini terus mengeras mencengkal di dalam celana bahanku.

"Oh itu ya Mas, persyaratannya?" Ucapnya dengan tangan kirinya yang terus mengelus-ngelus pahaku, jari telunjuknya ke kanan dan kiri di atas paha tepat di bawah pentolan hitam bawahku.

Sementara belahan buah dadanya yang kencang itu seperti sengaja di dekatkan di hadapan wajahku. Terus mengeras pentolan bawahku ini. Semakin tidak nyaman aku di buatnya.

"Lalu mana lagi Mas, persyaratannya?" Ucapnya dengan tangan kirinya yang memegang halus pentolan bawahku ini.

Aku membiarkannya dan pura-pura tidak mengerti dengan kegiatan yang perempuan ini sedang di lakukan.

"Iya Bu, itu saja persyaratannya." Ucapku.

"Mmm.. gitu.." Ucapnya sambil mendrkatkan belahan buah dadanya ke wajahku dengan tangan kirinya yang terus mengelus paha sambil sesekali mengelus pentolan hitam bawahku.

Tik! Tik! Tik!

Hujan pun turun.

Ia melepaskan tangannya dari atas pahaku, sedikit menegakkan badan.

"Mas, motornya masukin saja dulu? Hujan tuh, nantinya karatan. Kasihan kan, kalau karatan seperti saya ini nantinya." Ucapnya.

"Baik Bu." Ucapku.

Aku bergegas berdiri, berjalan menuju keluar pintu rumahnya. Sangat mencengkal pentolan bawahku ini. Benar-benar terasa sangat mengeras dibuatnya.

Aku segera menuntun motorku di garasi rumahnya. Lebih tepatnya aku memarkirkan motorku di sebelah mobilnya.

Dukung Author agar semangat meneruskannya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience