Dua Minggu setelah Abel menjadi siswi baru di SMK swasta Garuda, ia masih tampak sangat senang menyantap sarapan paginya sambil meneguk segelas susu hangat yang disediakan oleh juru masak asrama.
Tentunya ini adalah pengalaman pertama untuk gadis itu merasakan kehidupan asrama yang jauh dari lingkungan keluarga dan harus ketat akan aturan-aturan yang ada di asrama, namun bukannya sedih malahan gadis itu tampak senang bisa bersekolah di sana dan lulus seleksi beasiswa khusus jalur asrama yang mana pada jalur tersebut diambil beberapa ratus siswa untuk bisa bersekolah secara gratis.
"Aku kangen masakan rumah!" Keluh salah satu perempuan yang duduk di sebelah Abel, Gadis itu memiliki rambut yang panjang sebahu dengan dua lesung pipi yang menonjol jelas di kedua pipinya.
"Baru juga 1 minggu, Sarah!" Tukas Abel, sepertinya mereka sudah saling kenal atau memang mereka adalah teman sekamar yang membuat keduanya sudah cukup kenal.
"Iya sih Abel, cuman... Ah ya udahlah mendingan kita percepat makan kita soalnya sebentar lagi mau upacara"
"Iya Rah, lagian aku juga nggak mau dihukum gara-gara telat upacara bendera" Ujar Abel yang langsung bergegas mengunyah makanannya dan meneguk cepat segelas susu putih digelasnya , kemudian ia menarik tangan Sarah menjauhi ruang makan yang memang sudah sepi karena keterlambatan mereka.
"Lain kali jangan terlambat bangun pagi Bel, nggak enak tahu makan nggak rame-rame" Keluh Sarah, tetapi ia masih mengikuti langkah kaki abel .
Abel tak banyak berbicara, ia bukannya menyesal tetapi ia hanya sedang tidak mood saja.
Abel menarik Sarah meninggalkan ruang makan, ia semakin berjalan tergesa-gesa saat mendengarkan suara bel sekolah telah di bunyikan, yang menandakan bahwa setiap siswa dan siswi harus berada di lapangan upacara pada saat bel berbunyi .
Di sana sudah terlihat banyak murid yang berbaris memanjang sesuai dengan kelas dan jurusannya, mereka membentuk huruf U dengan menghadap ke arah podium untuk para pembina upacara.
Saat ini Abel berdiri di belakang Sarah, tepatnya di barisan terakhir anak perempuan seakan Ia memang malas untuk berada di barisan paling depan padahal sudah berkali-kali ketua kelas mereka meminta Abel untuk berdiri di barisan depan ataupun barisan tengah karena memang kenyataannya ukuran tubuh Sarah lebih tinggi daripada Abel namun Abel enggan untuk menurutinya.
"Nggak mau, barisan di depan nggak enak" keluh Abel setiap kali diminta sarah untuk berbaris di depannya, Sarah yang memang memiliki watak pengertian hanya bisa memaklumi sifat manja Abel.
"Ya udah deh bel, lagian ini juga pertama kalinya kita upacara bendera " Sarah mencoba mengakhiri keluhan abel, ia hanya tersenyum menatap sahabat barunya itu.
"Terserah kalian deh pokoknya aku udah ngasih tahu ya" Ucap Ketua kelas 10 TKJ, Bima angkasa litz.
Bima hanya bisa mengiyakan saja dan langsung mengambil posisi di barisan depan sebagai ketua kelas , ia memang ketua kelas yang dipilih secara sepihak oleh ketua OSIS pada saat orientasi beberapa minggu yang lalu jadi bisa dikatakan bahwa ada beberapa murid yang memang tidak terlalu menyukai keberadaan Bima, termasuk gadis bernama Abel Alisa Putri.
"Harusnya kamu yang jadi ketua kelas Sarah!" Keluh Abel lagi.
"Udah dong Bel, lagian memang aku nggak mau dan rasaku lebih enak jadi sekretaris kok" Ucap Sarah lembut sembari sesekali mendongakkan badannya kebelakang.
Namun begitu Abel ingin berbicara mendadak suara microphone dari depan membuat keduanya terdiam, sepertinya upacara bendera akan segera dimulai dan suara dari protokol acara mulai terdengar jelas di telinga Abel.
Di tengah proses upacara bendera, sesekali Abel melirik sejenak ke sekitarnya yang mana di belakang Abel terdapat beberapa orang yang mengenakan slayer kuning dan berbaris di belakang seluruh barisan kelas.
Abel cukup bingung karena sewaktu di masa sekolah menengah pertama, ia tidak pernah melihat organisasi yang menggunakan slayer kuning di lehernya dengan balutan baju PDH putih dan topi biru berlambangkan Palang Merah.
Untungnya kebingungan Abel segera terjawab pada saat salah satu teman kelasnya yang berada di sebelah barisan Abel mengerti kebingungan yang dirasakan Abel saat ini.
"Mereka itu petugas PMR, biasanya itu tugasnya selalu di belakang barisan pas upacara bendera dan menolong orang yang sakit ataupun pingsan dan gak sanggup melaksanakan upacara bendera" Jelas Ryan, Abel hanya mengangguk saja.
"Memang kebanyakan cewek ya anak PMR itu?" Tanya Abel lagi, tetapi matanya masih saja fokus menatap beberapa senior wanita anggota PMR itu.
"Nggak juga sih, dulu anak PMR di SMP ku kebanyakan cowok tapi itu tergantung setiap sekolah sih dan jumlah peminatnya" Bisik Rian lagi.
"Hmmm...Gitu, kayaknya di sekolahku dulu nggak ada deh makanya aku nggak tahu tapi ya udahlah lagian aku juga nggak minat gabung di PMR" Celutuk Abel yang memang Tak memiliki ketertarikan pada organisasi tersebut.
Dengan penuh acuhnya, setelah nelayan mengamati para petugas PMR tersebut kemudian Abel kembali fokus menatap kedepan sembari mendengarkan amanat yang disampaikan oleh pembina upacara.
Hingga selang tak beberapa lama, ia bisa melihat keringat yang bercucuran membasahi seragam sekolah sarah dan sekujur tangannya.
Tentu saja hal itu membuat Abel menjadi khawatir tentang kondisi Sarah.
"Sar, kamu sakit ya? Kalau udah nggak tahan baris mendingan izin aja ke UKS" Bisik Abel, sembari menyenggol punggung belakang sarah.
Namun sarah tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia enggan untuk izin, Abel yang memang pada saat itu mengkhawatirkan keadaan secara langsung menyenggol lengan Ryan.
Sar, beneran masih kuat? Biar aku panggil kakak-kakak PMR aja ya buat bawa kamu ke UKS" Bisik Ryan, abel ikut membujuk sarah namun sarah hanya menggelengkan kepalanya saja Sembari masih tetap menatap lurus ke depan.
"Sarah, udah nggak usah dipaksain nanti kamu jadi pingsan loh" Bisik Abel sekali lagi, sampai akhirnya dalam sekejap tubuh sarah langsung roboh kesamping kebelakang dengan kondisi setengah sadar.
Seketika Abel langsung panik dan hanya terdiam tak bisa mengatakan apa-apa, tangannya berusaha untuk menahan tubuh sarah sembari mendudukkan sarah di di lapangan.
Tentu saja hal ini membuat kepanikan dan menjadi pusat perhatian bagi setiap siswa yang ada di sana, tetapi perhatian itu langsung pudar saat pembina upacara menyuruh siswa untuk fokus dengan maksud agar membiarkan tim kesehatan saja yang mengurus hal ini.
"Kamu gak apa-apa?" Tanya seseorang yang mengulurkan tangannya pada Abel, orang itu adalah lelaki tinggi yang juga mengenakan slayer kuning dan baju PDH putih.
Wajah lelaki itu tampak sangat rupawan, ia tidak sedang tersenyum dan hanya memasang wajah khawatir kepada Abel dengan intonasi suara yang cukup berat namun lebih terkesan tegas.
Abel tak banyak berkata apa-apa selain menerima uluran tangan lelaki itu, ia tidak berhenti mengalihkan pandangannya dari lelaki itu dan rasanya seluruh tubuhnya mengeluarkan kupu-kupu indah yang sangat banyak
"Dek, kamu gak apa-apa kan? " Tanya lelaki itu sekali lagi, sepertinya ia adalah seorang senior disekolah abel.
"Kakak rasa kamu gak apa-apa, yaudah kakak mau bantu kawan kamu dulu" Senior cowok itu langsung mengangkat sarah keatas tandu merah dan bersama teman-temannya mereka mengangkat tandu itu menjauhi lapangan upacara.
Abel bisa melihat bagaimana cekatan nya lelaki itu dalam memberikan pertolongan pertama pada sahabatnya, bahkan lelaki itu terlihat seperti orang yang sangat profesional di mata Abel tanpa kesan kepanikan sama sekali dan untuk Abel ini adalah hal yang sangat luar biasa sebab memang pada kenyataannya Abel belum pernah melihat petugas PMR sama sekali.
"Ganteng banget kakak itu!" Gumam pelan Abel, ia cukup yakin kalau saat ini matanya tidak sanggup lagi mengalihkan pandangan dari sosok lelaki itu.
"Ryan, kakak itu juga anak PMR ya berarti? Soalnya dia pakai seragam putih dan topi berlambang serta kain kuning gitu dipundaknya" Bisik Abel lagi, Ryan hanya mengangguk saja.
"Iya bel, soalnya setahu aku anak PMR selalu pakai kain kuning di pundaknya dan setahu aku juga itu namanya slayer"
"Slayer?" Tanya Abel lagi.
"Iya, Aku tahunya dari kakak perempuanku yang juga anak PMR di sekolahnya" Bisik Ryan lagi.
"Hmmm...gitu" abel hanya mengangguk pelan menandakan bahwa ia cukup mengerti apa yang disampaikan oleh Ryan.
"Kenapa nanyak? Emang kamu tertarik jadi anak PMR?"
"Enggak sih, cuman nanyak aja lagian aku bisa kok kenalan sama kakak itu tanpa harus gabung di PMR"
"Yaudah terserah kamu sih bel" Ucap Ryan, ia langsung kembali fokus menatap kedepan bersamaan dengan suara pembina mengakhiri amanatnya.
Namun pikiran Abel masih saja membayangkan peristiwa tadi dan tatapan wajah seniornya itu Yang masih membekas di ingatan Abel, yang merasa kalau saat ini ia sedang jatuh cinta dengan seniornya itu dan baginya ini adalah hal yang menyenangkan karena menurut buku-buku yang Abel baca bahwa kisah cinta di SMA sangatlah menyenangkan meskipun saat ini ia berstatus sebagai anak SMK.
Share this novel