Tubuhku lemas, badanku seperti tak bertulang menggeletar rasanya, akhirnya dengan berhati-hati aku pun menceritakan semuanya, kemudian aku menangis menyesali semua yang terjadi, aku menangis dalam dakapan suamiku.

“Sayang pulang ke Malaysia sendiri, abang akan menyusuk nanti! Pulanglah dan bantu apa yang patut di sana, jangan masa hari [ernikahan baru pulang.” Atahnya.

“Sayang marah?”

“Tak marah sayang!”

“Betul ni?”

“Ya benar, sudahlah lupakan apa yang berlaku tadi, abang sedikit emosi saja.”

Aku pun menangis dan memeluk suamiku lagi, dia seakan memberiku jalan untuk bertemu dengan Ardi, dia memberikan aku kekuatan untuk berdepan dengan Ardi, dia mengajariku untuk tidak menjadi pengecut.

Aku pun langsung meminta maaf kepada Alya atas kekhilafan dan kesilapanku.

Aku duduk dan mengelamun jauh, ketakutanku disini adalah ketika aku harus bertemu Ardi, aku mendekati adikku. Aku menata bunga-bungaan di meja makan pengantin.

Tiba-tiba, aku merasa ada sosok yang sedang memperhatikanku.

Aku pun kemudian menoleh pandangan ku badanku menuju arah pintu, dan dia adalah apa yang selama ini aku takutkan, Ardi ada dihadapanku lagi, dia tersenyum dan berjalan ke arahku.

“Hai Echa !”

“Hai Ardi,” jawabku gugup

“Chill, jangan takut, aku tak makan orang, walaupun aku sudah kau game.”

Aku hanya diam, tersenyum kecut dan tak berani menatap matanya.