“Maafkan aku, Ardi !”

“Hehehe, harusnya aku yang minta maaf. Aku layan kau seperti orang asing, tak pernah ingin menyentuhmu, tak pernah memelukmu, aku takut akan menodai nilai-nilai kehormatanmu, maafkan aku ya Echa!”

Sungguh aku begitu teramat malu, dan menunduk diam.

Ternyata, selama ini aku salah dalam menilainya, aku fikir selama ini yang dia tak pernah mencintaiku, aku fikir dia tak pernah perlakukan aku secara istimewa, ternyata aku yang terlalu cepat menilai dan dia menyintaiku istimewa dalam caranya tersendiri.

“Selama, lapan tahun aku bersamamu! Aku bahagia Echa, kamu selalu berikan aku kebahagiaan dan kegembiraan sering mengajar aku makna hidup walau hakikaytnya kamu telah menyakiti aku,”

“Ardi …”

“Lucu ya! Esok, kamu berkebaya dan aku berhias rapi tapi bukan kita yang saling mengikat janji duduk di pelamin, tetapi Alex dan Alya”

“Hehehehe, yalah! Kamu masih solo?”

“Haruslah, kan kata kamu aku harus tunggu kamu, jadi aku tunggulah”

“Ardi, aku tak dapat kamu tunggu! Aku sudah menikah!” wajahku memucat dan cemas.

“Hehehehehe gurau je! Relax saja Nyonya manis, aku takkan ganggu isteri orang walaupun isteri orang ini adalah kekasihku, doakan saja agar aku segera bertemu jodoh.”

Aku hanya mengangguk dan kemudian merasa tenang, ternyata Ardi memang tak seperti yang yang aku bayangkan seperti mana perkenalan kami lapan tahu yang lalu, aku pun akhiri pertemuan ku denan Ardi, aku tak mau lama-lama berbincang-bincang dengannya, aku takut aku semakin menyesal, dan kenangan silam akan menjentik saubar.