“Coach, saya mau cakap sikit.”

“YesFarhan.” Ringkas dijawabnya.

“Coach, saya datang sini nak training badminton bukan nak masuk olahraga. Setiap hari saya kena lari padang dan until now saya langsung tak main badminton.What kind of training is this? Saya dah tak ada mood nak training lagi.” Bagaikan mendapat satu kekuatan, aku meluahkan perasaan yang terbuku di hati.

“Farhan, you tahu tak apa perkara yang paling penting untuk menjadi seorang pemain badminton?.First, you mesti ada semangat yang tinggi.Second is you punya tahap kecergasan orfitness level juga mesti tinggi. Kalau you lari 10 round pun you sudah totally exhausted, then how you mau jadi a good badminton player?” Ketika ini mulut aku mati dari berkata-kata.

Hanya telinga aku aktif menyerap bunyi dari kotak suara coach Ah Beng.

“I will let you play badminton but only on the day you prove to me that you are totally ready mentally and physically to be a good badminton player.I can see no seriousness in yourself Farhan.You sendiri tak mau tolong diri you then how can I help you?” Bagaikan menerima satu tamparan, aku tercengang seketika. Kebenaran setiap kata-kata coach Ah Beng tidak mampu aku sangkal.

Terasa bagaikan aku baru sahaja dikeluarkan dari sebuah kotak hitam yang tertutup dengan ego sendiri. Akhirnya aku tertunduk mengalah.

“Farhan, saya percaya sama kamu, i know you can do it. Tapi sekarang i just want you to give me everything you have. All out Farhan and then see the result.”Coach Ah Beng terus memberi kata-kata semangat menanam keyakinan yang kukuh dalam diriku.

Sejak saat itu aku tekad untuk memberikan yang terbaik.Coach Ah Beng gembira melihat perkembanganku hari demi hari. Hampir semua rakan-rakan seperjuanganku yang menjalani latihan di bawah kendalian coach Ah Beng aku tewaskan.

Kebiasaannya aku menjadi pemain pertama yang akan tiba di lokasi latihan dan juga menjadi pemain terakhir yang akan pulang selepas latihan, kerana aku percaya ‘no pain no gain’.