BAB 6

Horror & Thriller Completed 98

Aku dan Ainara berjalan terseok-seok di jalan aspal. Tidak peduli hujan mengguyur kami. Ainara masih menangis. Mayat Randi, Dimas, Riska belum sempat kami urus, tujuan kami adalah menyelamatkan diri terlebih dahulu, lalu meminta bantuan.

“Laki-laki yang menyerang kita tadi, adalah orang yang ada di dalam mimpiku, Ai…” lirihku seiring menahan angin malam. Jalanan ini sepi. Bahkan kedai di depan sekolah tidak ada orangnya. Kami berjalan lebih lambat seperti siput.

“Apa kamu juga bermimpi, kalau lelaki itu membantai teman-teman kita?”

“Sepertinya, ya. Hanya, aku tidak terlalu jelas. Soalnya, dalam mimpiku itu aku kedatangan seorang penyelamat, dia bilang dirinya adalah utusan seorang pemimpin untuk mencari pembuka segel gerbang kematian, tapi aku tidak tahu siapa sang utusan itu. Saat aku hendak menemui bantuan, utusan itu menghilang. Waktu itu, sekitar tanggal 5 februari 2013, kakak kelasku yang bernama Rian mengalami kecelakaan saat hendak pergi ke Jakarta. Dia sempat SMS padaku kalau ada lelaki aneh yang bertanya tentang diriku, berhubung Rian tidak banyak memberikan info, lelaki itu mengamuk. Terakhir pesan yang aku terima dari Rian, lelaki itu mencari sang penyelamat dan utusan, tetapi Rian tidak mejelaskan panjang lebar siapa orang yang di maksud. Rian hanya menyebut namaku agar berhati-hati…”

“Terus..?”

“Rian tewas terlindas mobil setelah seminggu menjalani perawatan Pasca kecelakaan kereta api tersebut. Kata ibunya, Rian sempat melihat orang aneh yang turut dalam perjalanannya waktu itu, namanya Adeed …”

“Apa mungkin orang itu mencarimu melalui teman-temanmu?” tanya Ainara.

“Aku tak tahu, Ai. Seperti yang kita alami, Dimas, Randi, Riska, mereka jadi korbannya. Yang penting sekarang kita harus secepatnya minta pertolongan…”

“Aku takut, Al!”

“Tenang… Ada aku. Kamu tak perlu takut.”

Suara lenguhan dari bibir kecil Ainara terdengar miris di hatiku. Gadis cantik nun anggun itu sungguh bermental baja bak kesatria. Meski tubuhnya penuh dengan luka dan bercak darah, dia tidak pernah meronta melainkan hanya menahannya seboleh mungkin. Aku tidak tahu kemana lagi kami berjalan. Aku asing dengan tempat yang kami lewati. Aku tidak tahu tempat yang aku tapaki. Ainara membisu. Aku limbung mencari jalan. Hujan masih menderu biru. Angin malam terus menerpa sisa-sisa kenangan antara aku dan gadis itu. Mataku kunang-kunang seiring rasa ngilu di perutku terus menusuk lambung dan ulu hati. Ohh, sakitnya.

Dari arah timur aku melihat sebuah sorot lampu kendaraan memancar terang. Sontak aku melambaikan tangan meminta pertolongan. Mobil agar berkarat itu berhenti. Seorang membuka pintu, aku dan Ainara segera masuk. Di bangku belakang, aku mendekap tubuh Ainara yang terlelap. Dia terlihat lelah sekali. Kasihan gadis cantik ini. Syukurlah, kami boleh selamat.

“Adek-adek ini mau kemana?” tanya seorang lelaki yang menyupir. Aku berusaha mengamati wajahnya kerana dia tidak menyalakan lampu. Samar-samar aku melihat wajahnya yang remang-remang kurang jelas…

“Astaghfirullah!!” teriakku terkejut. Lelaki berjubah hitam itu tersenyum sini dan menatapku bengis.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience