1

Romance Series 6215

"Kalian gimana sekolahnya? Lancar? Gak ada masalah kan?"

Jessica Sanchez, nyonya besar di rumah itu memulakan perbicaraan, bertanya pada anak dan bakal menantunya yang duduk di sisi kirinya.

Dee tersenyum kecil sementara Jayden hanya mengabaikan soalan klise mamanya yang baginya hanya sebatas basa-basi.

Padahal mamanya sendiri pasti mengetahui akan apa saja yang terjadi di seluruh D'Vision. Mata-mata mamanya ada di mana-mana. Termasuklah gadis di sebelahnya ini.

"Baik kok, ma. Kita udah mula bimbel juga kok. Tahun ini kan aku sama Jay udah mau tamat sekolah." Dee terlebih dahulu berinisiatif untuk menjawab melihat Jayden yang sama sekali tidak tertarik.

Atau lebih tepatnya, pria itu sedang menyembunyikan sesuatu dari mamanya. Ch, Dee sudah cukup hafal dengan perangai Jayden yang satu ini.

"Bagus. Mama harap kalian bisa lulus ya tahun ini. Mama udah gak sabar pengen nge-publikasikan pertunangan kalian ke media. Iya kan pa?"

Jessica berbicara ceria sembari membayangkan rencana masa depannya untuk Jayden yang sudah lama ia rancang. Bibirnya yang selalunya kaku tidak bisa menahan dari tersenyum.

Banyu Wiraguna yang berada di sebelah isterinya itu hanya mengangguk tanpa berniat untuk membantah. Meskipun sebenarnya, ia bisa mengesan riak tidak suka di wajah sang putra.

Tapi tetap saja, seorang Bayu Wiraguna hanya membiarkan sang isteri berencana. Asalkan apa yang direncanakan isterinya itu tidak melampaui batas.

Lagipula, Banyu sendiri merestui pertunangan anaknya dan anak gadis dari sahabatnya sendiri, mendiang Raymond Pramudya. Yang terlebih dahulu meninggal saat Dee berusia 10 tahun.

"Oh, ya. Sebelum mama lupa. Besok, kalian harus datang ke majlis pernikahan anaknya Om Wisnu." Jessica memberitahu kegiatan yang harus diisi oleh anak dan calon menantunya itu esok.

"Mama sama papa gak bisa datang karna harus nerima delegasi dari Canada. Makanya, kalian harus wakilin mama sama papa." Jelas Jessica, menyambung kembali makan malamnya.

"Om Wisnu itu, sahabat mama sama mama Fia. Jadi, kalian harus datang." Putusnya tanpa mahu mendengar pendapat dari Dee mahupun Jayden.

Sebenarnya, Jessica memang selalu menyuruh Jayden dan Dee untuk selalu tampil ke publik sebagai pasangan. Tentu saja untuk menarik perhatian media dan awam tentang hubungan istimewa yang dimiliki pemilik Naevis.Co dan NewWorlds.

Sekalian, membiasakan Jayden dan Dee untuk masa depan setelah mereka menikah nanti.

"Jay gak bisa ma."

Perkataan yang keluar dari bibir Jayden membuat Jessica menoleh dengan sorot mata tajam. Riak wajahnya berubah datar seakan-akan sang putra melakukan kesalahan.

"Kamu ada urusan lain. Sama siapa? Mama bisa atur biar kamu bisa datang ke majlisnya bareng Dee."

Seperti biasa, Jessica tidak akan pernah menanyakan kehendak anaknya sebaliknya ia bertindak bak seorang diktator. Ini adalah salah satu alasan kenapa Jayden lebih gemar berada di luar.

Litar lumba misalnya. Setidaknya di sana, mamanya tiada untuk mengatur-ngaturnya.

"Aku...aku udah punya janji sama Theo." Jayden memberi alasan biarpun suaranya sedikit bergetar. "Kita, mau bahas soal bisnes peribadi yang mau dibangun bareng Alfa sama Dirga."

Dee yang mendengar itu hanya tersenyum sinis. Sungguh, Jayden sangat tidak bisa berbohong. Menggunakan nama Theo, Dirga dan bahkan Alfa?

Nonsense.

Jangankan berbicara mengenai bisnes. Bertatapan muka dengan Alfa saja Jayden tidak sudi. Inikan pula duduk bersama? Akan menjadi berita tergempar di D'Vision kalau beneran kedua rival sejati itu kembali berbaikan.

"Ini penting banget ma. Kita udah dari lama-"

"Oh ya?" Dee memintas sebelum Jayden sempat bersuara. "Tapi Theo sendiri bilang ke aku, kalau besok dia bakalan ikut Tante Sonya sama Om Chandra ke Paris."

Jayden menatap Dee lama.

"Dia belum kasih tau kamu ya?" Dee yang mendapat tatapan tajam dari Jayden hanya mengabaikan. Toh dia juga sudah biasa seperti ini.

"Kayaknya dia lupa deh buat bilang ke kamu? Kan?" Senyuman manis Dee tampilkan di hadapan Jayden yang wajahnya sudah semakin memerah.

Mungkin jika mereka berada di luar, Jayden sudah akan memarahinya dengan kata-kata biasa yang cowok itu lontarkan.

But, for Dee. She don't even care.

"Ya udah, kalau gitu, kalian datang ke majlisnya Om Wisnu. Titik. Gak baik menjatuhkan tawaran orang. Apalagi dia orang penting. Itu gak akan baik untuk citra Neo.Worlds dan Naevis.Co."

Mendengar keputusan bulat dari sang mama, Jayden mahu tak mahu mengangguk patuh.

Memang, dia tidak akan pernah bisa melawan kehendak mamanya.

????????

"Mau kamu apasih Dee?! Bisa nggak, sehari aja, kamu gak usah ikut campur urusan aku. Aku capek tau nggak. Muak!"

Seperti yang sudah diduga, Jayden mengeluarkan amarahnya kepada Dee dalam perjalanan menghantar tunangannya itu pulang ke rumah.

Jam menunjukkan ke setengah sepuluh malam. Selesai makan malam bersama, Dee tinggal beberapa jam di sana. Berbual dengan Banyu yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri.

Sejak kecil, lebih tepatnya sejak papanya meninggal, Dee jadi lebih dekat dengan papanya Jayden. Baginya, pria seumuran ayahnya itu sudah dianggap seperti ayahnya sendiri.

"Harusnya kamu tuh bantuin aku. Bukannya kayak tadi!" Jayden masih belum habis mengeluarkan amarahnya. "Kenapasih kamu itu selalu berusaha untuk ngambil hati mama aku?!"

"Atau kamu emang sengaja kan supaya aku gak bisa ke mana-mana?! Kamu mau mengekang pergerakan aku, Dee! Kamu keterlaluan, selfish!"

Oh, untuk kali ini Dee benar-benar sudah lelah dengan segala tuduhan Jayden. Kepalanya menoleh ke arah pria yang duduk di kerusi pengemudi itu.

"Hey, Jayden Adrian! Listen here!" Tegasnya. "Aku gak pernah berniat untuk mengekang pergerakan kamu. Walaupun sebenarnya aku berhak!"

"Tapi sekali ini, please. Listen to your mom!" Ketus Dee frutasi. "You have been skipped all the activity that she arranged for us, Jay."

"Kamu udah dua minggu gak ke panti. That's charity even, udah dua kali kamu gak datang. Kamu fikir mama gak bakalan tau, hah?" Soal Dee membalik kembali pertanyaan Jayden tadinya.

"I already cover up for you for all those event. And now, kamu mau bilang aku ngekang pergerakan kamu? Wow, unbelievable! Malah kesannya sekarang, malah kamu yang selfish, ego!" Tuntasnya di akhir ayat.

Tanpa memandang ke arah Jayden lagi. Dee memusatkan perhatiannya ke arah luar kembali.

Damn! Bukannya menenangkan hatinya, itu malah semakin membuat suasana hatinya buruk.

Tiada apa-apa di luar. Hanya jalanan gelap yang sesekali disiangi lampu jalan yang jumlahnya saja tidak mampu menerangi keseluruhan jalan raya. Tapi tetap saja, itu lebih baik daripada harus menghadapi amarah Jayden yang tidak kunjung habis.

Perjalanan selama 30 menit yang harusnya menyenangkan menjadi suram gara-gara pertengkaran ini. Waktu berjalan sangat lama padahal selalunya, Dee merasa tidak puas meluangkan masa bersama Jayden.

"You know what, Dee? Kamu gak berhak marah ke aku."

Pergerakan jemari lentik Dee yang ingin membuka pintu mobil terhenti sebaik saja suara berat Jayden kedengaran. Mereka kini sudah berada di hadapan rumah Dee.

"All of this, happen because of you." Sambungnya tanpa mahu melihat reaksi Dee yang sedang membelakanginya.

"Aku udah selalu bilang, Dee. I don't want this engagement. Cuman kamu yang berkeras untuk nerima semua ini. Dan harusnya, kamu juga bersedia kan menerima konsenkuesinya."

"Ego kamu, yang udah hancurin kita."

Itu adalah ayat terakhir yang singgah di telinga Dee sebelum ia meneruskan pergerakan tangannya. Membuka pintu mobil milik Jayden lebar-lebar dan bersedia untuk keluar.

Sebelum itu, ia menoleh sekilas pada Jayden. Kebetulan pria itu juga sedang memandangnya dengan tatapan tegasnya.

"And you know what, Jay. No matter how hard we try, kita gak akan bisa menentang perjodohan ini." Sayunya dengan suara perlahan, tapi masih bisa didengari Jayden.

"Untuk orang kayak kita yang lahir di keluarga seperti ini, we don't have a power on our future. It's all been decided. Accept that fact!"

Selesai mengatakan itu, Dee melengos keluar tanpa menunggu balasan lanjut dari Jayden. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke belakang lagi.

Sungguh, hari ini, ia sudah sangat lelah untuk meladeni pertengkarannya dan Jayden dengan lebih lanjut lagi. Kerana hasil akhirnya akan sama saja.

Jayden tidak akan pernah mengerti dan tidak akan pernah mahu mengerti kenapa dia melakukan ini semua. Karna di mata pria itu, dirinya akan tetap salah. Dia, Medina Almyra adalah punca kepada kehancuran hubungan mereka berdua.

Brukk

Dee menghempaskan tubuhnya ke kasur. Memandang langit-langit kamarnya yang berwarna putih.

Tenang dan damai. Berbeda dengan isi fikirannya yang dipenuhi dengan bermacam-macam hal yang sulit dan rumit. Apalagi kata-kata terakhir yang Jayden lontarkan padanya.

Entah kenapa, itu sangat melekat di fikirannya.

Ego kamu, yang udah hancurin kita.

Tahun ini, sudah masuk tahun kedua pertunangan Jayden dan Medina. Biarpun belum dipublikasikan ke publik secara resmi, mereka sudah menggelar majlis pertunangan itu. Hanya dihadiri oleh beberapa orang terdekat sahaja. Antaranya keluarga Theo, Alfa, Dirga dan beberapa orang penting lainnya.

Biarpun begitu, umum sudah sangat tahu kalau Jayden dan Dee mempunyai hubungan spesial. Apalagi kalau bukan kerana kerjasama dan penggabungan Neo.Worlds dan Naevis.Co.

Topik itu menjadi perbincangan hangat semasa awal-awal diberitakan.

Dan hubungan Dee dan Jayden juga tidak bisa dikatakan buruk. Kerana sebelum terjadinya berita penggabungan dan hal perjodohan ini, mereka mengenal satu sama lain sedari kecil.

Jayden sudah ada dalam hidup Dee bahkan sebelum Dee mengenal orang lain. Jayden berada dekat dengan Dee, dia mengenal Dee luar dan dalam lebih dari mamanya sendiri mengenalnya.

Kerana itu, saat mamanya dan keluarga Wiraguna mengusulkan perjodohan antara keduanya, Dee sama sekali tidak menolak.

Walaupun Jayden sudah terlebih dahulu menyuarakan keengganannnya untuk menerima perjodohan itu. Dan tanpa menjawab Jayden, Dee hanya diam. Itu membuat Jayden mengira kalau Dee bersetuju dengannya, Dee berada di pihaknya.

Tapi, jangkaan Jayden meleset kerana pada malam perjodohan itu dibincangkan, Dee malah bulat-bulat menerima tanpa bantahan. Sedangkan Jayden sendiri berusaha membatalkan perjodohan.

Mungkin kerana itu, Jayden merasa terkhianati oleh Dee.

Mungkin kerana itu juga, Jayden mula membina tembok antara dirinya dan Dee. Bagi seorang Jayden Adrian Wiraguna, dia tidak ubah seperti seorang pengkhianat yang mementingkan diri sendiri.

Iya, katakan saja Dee seorang pengkhianat. Ia sendiri mengakui itu.

Tapi dirinya juga tidak bisa menidakkan fakta kalau hatinya menginginkan Jayden. Sepanjang 17 tahun hidup seorang Medina Almyra tidak pernah menginginkan sesuatu sebesar ia menginginkan Jayden.

Cowok itu adalah cowok pertama yang membuatnya mengenal dunia luar.

Cowok itu selalu ada di sisi Dee, melihat betapa sepinya hidup Dee.

Cowok itu ada di masa-masa Dee menghadapi kesedihan pertamanya.

Cowok itu juga ada, berdiri di sisinya melihat Dee kehilangan cinta pertamanya begitu juga saat Dee kehilangan orang paling berharga dalam hidupnya.

Ringkasnya, Jayden sudah menjadi penonton kepada kehancuran Medina Almyra. Dan tidak menangkis fakta juga kalau cowok itu selalu menjadi penghibur Dee.

Jika sudah seperti itu, bagaimana Dee bisa tidak mempunyai perasaan ingin memiliki Jayden seutuhnya.

Katakan saja Dee egois, katakan saja dirinya terobsesi pada Jayden. Dee tidak peduli.

Yang terpenting sekarang, dia akan memperjuangkan Jayden. Dia akan berusaha agar Jayden merasakan cintanya pada cowok itu. Itu satu-satunya keinginan Dee sekarang.

Dee menghela nafas lelah setelah berkutat dengan fikirannya sendiri. Sekarang, dia hanya mahu tidur dan merehatkan otaknya.

It's a hard day for her.

"That's girl is special"

"Tuh cewek pasti gak bakalan mudah hilang dari fikiran si Jayden."

Dee sudah hampir terlelap sebelum biasan suara Theo melintasi fikirannya. Kedua belah matanya sontak terbuka luas kembali, kantuknya hilang digantikan dengan satu perasaan halus yang menyerang sekeping hatinya.

Dia hampir melupakan kejadian tadi siang. Pasti kerana ia terlalu dihanyutkan dengan pertengkarannya dengan Jayden.

Sehingga ia terlepas satu detail penting seperti itu.

Tangannya mencapai ponsel dan mengetikkan pesan kepada seseorang di seberang sana

|Send a picture
|Siasat segalanya tentang cewek dalam gambar ini
|Besok saya mahu keputusannya sudah ada

Indera
|Baik, non
|Akan saya lakukan segera

|Rahsiakan dari Alfa

Dee mematikan layar ponselnya dan melempar benda pipih itu sembarangan ke sisi ranjang miliknya.

Jam sudah menunjukkan ke nombor sebelas. Sudah sangat lewat dan ini benar-benar sudah melewati waktu tidur Dee. Salahkan otaknya yang terlalu larut ke dalam fikirannya sendiri.

Tapi sekarang, rasa kantuknya sudah benar-benar hilang.

Tiada pilihan lain, Dee bergerak bangkit dari kasur. Mencapai handuk yang tergantung di belakang pintu dan meluncur laju ke dalam kamar mandi.

Bath tub menjadi sasarannya, membuka keran air guna untuk memenuhkan bak mandi itu dengan air panas. Sementara menunggu air penuh, Dee menyalakan lilin aroma terapi miliknya. Menyusun lilin itu di sekeliling kamar mandi hingga wangi Ros memenuhi ruang luas itu.

Air ditutup dan lampu dimalapkan sebelum satu bath bomb beraroma strawberry dilemparkan ke dalam.

Ini adalah kegiatan yang sering Dee lakukan jika dirinya sedang banyak fikiran. Tidak peduli jika besok dia harus ke sekolah, dia akan menghabiskan masa sekurang-kurangnya satu jam berada dalam kamar mandi.

Setelah segalanya tersedia, Dee masuk ke dalam bak mandian. Berendam.

Mengusir segala fikiran-fikiran asing yang bisa mengganggu ketenangannya.

Ingin rasanya Dee kekal berada dalam posisi begini selama-lamanya, berehat menenangkan fikiran dan tidak lagi terlibat dalam urusan seharian yang hanya mampu menyakitkan kepalanya.

Huh, andai saja itu mungkin.

Pada nyatanya, sebagai seorang manusia biasa, tidak peduli miskin atau kaya, beban fikiran itu akan tetap ada. Dan meskipun mereka tidak mahu mengambil peduli, sama sekali tidak mungkin. Masalah itu akan tetap menunggu, melingkari otaknya seakan-akan tidak mahu pergi.

Satu-satunya pilihan yang ada adalah menyelesaikan segalanya. Satu persatu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience