BAB 4

Fanfiction Completed 374

“Eh, Medina?” aku sempat ragu untuk membalas pelukannya walau pada akhirnya kulakukan juga.

“Sampai ketemu minggu depan, Levi,” ucapnya sembari melemparkan seutas senyuman yang akan selalu kuingat, mungkin hingga beberapa dekade mendatang. Namun, aku merasa ada hal yang berbeda dengan pertemuan kami selain pelukan tadi.

“Tunggu! Medina!” aku beranjak dari bangku dan berlari menerobos hutan untuk menanyakan sesuatu kepadanya. Tubuh Medina mulai terurai di antara pancaran cahaya putih menyilaukan.

“Kenapa pertemuan kali ini cuma sejekap, Medina?” aku meneriakkan pertanyaan itu, berharap dia mendengarnya di antara gemuruh suara yang ditimbulkan oleh distorsi ruang dan waktu. Sekali lagi, dia hanya tersenyum.

Tiga hari berikutnya aku tidak dapat fokus dalam bekerja. Pertanyaan itu terus menerus mengganggu pikiranku. Pertemuan terakhir terasa singkat, durasinya makin pendek. Biasanya kami dapat ngobrol hingga satu jam setengah. Waktu itu rasanya hanya lima belas minit kami berbicara, bando silver sudah menunjukkan tanda harus kembali. Aku berasumsi ada sesuatu yang rusak dari mesin portal yang membuat durasi pertemuan kami berkurang. Dan pelukan itu, apa maksudnya?

“Lev! Gimana kerjaan?” seorang rekan kerja membuyarkan lamunanku. Seketika itu juga aku langsung teringat akan desain bangunan tiga dimensi yang harus aku selesaikan hari ini.

Aku baru dapat meninggalkan kantor ketika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Pada akhirnya aku harus kerja lembur untuk menggarap desain bangunan. Entah mengapa malam ini aku memutuskan untuk menggunakan rute pulang yang berbeda. Biasanya aku pulang dengan berjalan kaki menuju stasiun bawah tanah yang berjarak tiga meter dari kantor. Kebetulan apartemenku terletak tepat di sebuah stasiun pinggiran kota. Tapi malam ini aku menumpang taksi dan turun di taman. Rasanya pikiranku dibimbing untuk menuju taman tempatku dan Medina biasa bertemu. Sesampainya di gazebo, aku menemukan Medina duduk di bangku.

“Medina ! Kenapa kamu di sini? Ini baru tiga hari.”

“Tak kenapa-kenapa, Lev, aku memang pengen ke sini,” katanya sambil melingkarkan tangannya ke tanganku. Kepalanya bersender di bahuku. Aku merasa ada yang aneh hingga membuat Medina melakukan perjalanan lintas waktu di momen seperti ini. Dari sudut mataku, aku melihat ada luka di kaki kirinya. Aku menunduk untuk memeriksanya. Lukanya tampak baru.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience