Paijo Sang Pejuang 3 (Special HUT RI)

Romantic Comedy Series 630

"Ya sudah yuk." sambung Aiman.

"Awas ada monyet.." seru Abdul Latif juga.

"Awas ada Paijo, dul. Kan cerita ini judulnya SSTM, ada saya yang selalu mecari gara-gara pada majikan, bukan awas ada monyet.." keluh Paijo.

"Saiki kula takon lik jo sedang dadi apa ?" tanya Abdul Latif.

"Monyet dul, oh iya ya." jawab Paijo.

"Ya sudah hayuk, awas ada monyet." seru Aiman.

"Atakiwir.." sambung Paijo.

"Awas ada monyet, atakiwir!!!, Awas ada monyet, atakiwir!!!"

Setelah aku di pukuli oleh orang gila itu, kanjeng ibu masih mencari ide untuk mencari seseorang lagi yang pantas untuk menjadi Cemong.

"Hai Jon, Jono." kata Aiman.

"Iya kenapa ?" tanya Jono.

"Ini lho si Cemong. Monyet kesayanganmu itu." jawab Aiman.

"Hehe.. Iya benar tuh ini monyetnya si Cemong ya namanya sudah ketemu." kata Abdul Latif.

"Coba mana sini Cemong sayang. Mendekat lah Cemong sayang, sini sini sayang. Muuuaacchhh." kata Jono yang akan mencium Paijo.

"Ih sini kenapa, jangan jauh-jauh. Kan aku takut jadinya tahu."

"Jangankan lik jo yang takut dekat-dekat sama si Jono, wong kita berdua juga takut ya nggak mang ?" tanya Abdul Latif.

"Iya jo, takut saya jo. Ih...." jawab Aiman.

"Sini Cemong, say.. Lho kok."

"Kenapa Jono ?" tanya Aiman.

"Kamu bukan Cemong ya ?" tanya Jono.

"Ee.... Uu aa.. Uuaa.. Enak saja saya ini Cemong tahu uuaa.. Uuaa...." jawab Paijo yang sedang menyamar menjadi Cemong.

"Nggak kami bukan Cemong."

"Lho kamu ini bagaimana sih Jon. Ini itu Cemong kok di bilang bukan sih, gimana sih kamu ini." keluh Aiman.

"Kamu bohong. Cemong itu ada buntutnya dan juga panjang dan yang ini tidak ada. Hmm.... Kamu bohong Tarzan marah...."

Kemudian aku di pukuli. Ketika aku di pukuli Aiman dan Abdul Latif kabur dan meninggalkan aku sendirian yang sedang di pukuli oleh Jono.

"Parah kalian semua teman lagi sengsara juga malah ditinggal lagi bukannya di bantuin."

"Hehe maaf ya lik, kulo wedi karo wong edan yen wis nesu. Dadi.." kata Abdul Latif.

"Lebih bageur urang menghindar tina dina urang milu bonyok oge jo, janten hampura nya urang dinten ieu teu milu bonyok baheula jeung dinten ieu anjeun wae nya nu bonyok. Hehe.." sambung Aiman.

"Aduh.... Uuhhhh.. Jahat baget sih kalian. Aduh.... Emakkkk.. Sakit.. Emak.... Uuhhh...." kata Paijo kesakitan.

Setelah puas orang gila itu memukuliku Aiman dan Abdul Latif datang kembali untuk menyelamatkan aku dan membawaku masuk ke dalam rumah.

"Aduh... Uuhh.." Paijo masih kesakitan.

"Sudah pergi mang, orang gilanya." kata Abdul Latif.

"Oke. Kita bawa ke rumah dan berikan laporan ke kanjeng ibu dan pak Daffi." sambung Aiman.

"Oke.." seru Abdul Latif.

----

"Gimana man, dul, jo berhasil tidak kalian menyelamatkan ibunya Jumiati ?" tanya kanjeng ibu.

"Maaf sebelumnya kanjeng ibu, kami gagal menyelamatkan ibunya Jumiati dan lihat ini Paijo." jawab Aiman.

"Astaghfirullah Joya.." Daffi terkejut melihat keadaan Paijo yang babak belur karena di pukuli oleh orang gila yang menyandra ibunya Jumiati.

"Lihat nih.. Lihat.... Saya babak babak kan. Hu.... Uuuu.. Aaaa." rengek Paijo.

"Babak belur Joya." kata pak RT.

"Ya sudah Gendis tolong kamu kompres ya lukanya si Joya pakai air hangat dan obati." pinta kanjeng ibu.

"Nggih kanjeng ibu." kata Gendis patuh.

Aku pun di obati oleh Gendis, ternyata bukan cuma aku saja yang di buat babak belur oleh orang gila itu, pak RT, Abdul Latif, Aiman dan Arif juga babak belur.

Dan yang terakhir adalah aku mendengar dari dalam rumah suara monyet, Abdul Latif pun mengira aku masih menirukan suara monyet.

"Haduh pelan-pelan dong ndis.." kata Paijo.

"Iya sabar jo, ini juga pelan-pelan ngobatin kamu nya." sambung Gendis.

"Bagaimana ini kalau penampilan saya seperti ini, saya takut kanjeng ibu."

"Takut kenapa jo ?" tanya kanjeng ibu.

"Takut di tinggalin pacar saya dong.." jawab Paijo.

"Memangnya kamu punya pacar jo ?" tanya Daffi.

"Punya dong, namanya Titah.." jawab Paijo lagi.

"Eh Joya, itu kakak ipar saya." kata Daffi.

"Tahu, itu kan anak saya jo. Jangan macam-macam ya kamu." ancam kanjeng ibu.

"Yeh.. Siapa juga yang macam-macam kanjeng ibu, pak Daffi. Nama Titah kan banyak, sekarang saya tanya kakak iparnya pak Daffi dan anaknya kanjeng ibu, nama lengkapnya siapa ?" tanya Paijo.

"Titah Kesumawardani." jawab Daffi.

"Sudah di jawab oleh Daffi, saya tidak akan menjawabnya lagi Joya." kata kanjeng ibu.

"Kalau saya kan beda.." sambung Paijo.

"Oh ya, kalau nama lengkapnya Titah mu apa jo ?"

"Nama lengkapnya adalah Titah Daffa Pratama binti Sujatno, pak Daffi.."

"Itu sama saja Paijo.." keluh Daffi.

"Aah sudah, sekarang kita masih ada tugas nih, untuk mencari si Cemong, kira-kira siapa lagi ya di antara kita yang akan menjadi si Cemong ?" tanya kanjeng ibu.

"Oh iya ya.." seru Daffi.

"Ya sudah begini saja kanjeng ibu, kita rundingan yuk." Arif memberikan saran.

"Oke saya setuju rif." kanjeng ibu menerima saran dari Arif.

"Eh lik jo sudah dong jangan bersuara seperti monyet lagi, kan sudah ketahuan kamu itu bukan si Cemong." keluh Abdul Latif.

"Eh lengkoas Belanda, kamu gak lihat nih dari tadi saya tidak bersuara monyet tau.." kata Paijo dengan kesal pada Abdul Latif.

"Oh iya ya, suaranya dari luar kanjeng ibu."

"Oh iya, ya, yuk kita lihat.."

----

"Cemong, kamu Cemong ya ? Kamu tahu tidak dari tadi saya itu mencari kamu, apa hutan kebakaran dan Tarzan harus melihat keadaan hutan sekarang. Oke baiklah kalau begitu Tarzan akan kembali ke hutan dan tunggu Tarzan kembali ke sini lagi ya. Oh ya Tarzan lupa, Tarzan titip Jenifer ya. Oke.." kata Tarzan yang berbicara pada seseorang yang sedang menyamar menjadi Cemong.

"Huh.... Alhamdulillah akhirnya orang gila itu pergi juga. Dan sekarang waktunya Jumiati menyelamatkan ibu." kata Jumiati.

"Bu.... Bue.... Bu.. Bue...." panggil Jumiati.

"Bue neng endi ? Iki aku Jumiati, bu.." Jumiati masih saja memanggil ibunya yang ternyata pingsan.

"Bu.. Lho.. Bue...." Jumiati berlari dan menghampiri ibunya.

"Bu.." Jumiati mencoba untuk menyadarkannya.

"Em.... Jum, Jumiati.." panggil ibunya yang baru saja sadar dari pingsannya.

"Ibu nggak apa-apa kan ? Wong edan kuwi nggak apa-apain bue kan ?" tanya Jumiati.

"Nggih nduk bue boten menapa-menapa." jawab ibunya.

"Syukur alhamdulillah bue. Nggih sampun mangga teng lebet omah bue. Kalian liyane sampun menunggu bue." ajak Jumiati.

"Nggih nduk, matur nuwun nggih. Mangga." sambung Jumiati.

Dan seseorang yang menjadi monyet itu pun berhasil membebaskan ibunya Jumiati, seseorang yang menjadi monyet itu juga minta di cium pak Daffi. untunglah pak Dafii tidak jadi menciumnya, karena ternyata yang pura-pura menjadi monyet itu adalah Jumiati.

"Syukur alhamdulillah ya ibunya Jumiati selamat." kata pak RT.

"Iya pak RT." sambung kanjeng ibu.

"Eh tapi tunggu yang tadi itu bukan monyet beneran kan ya ?" tanya Arif.

"Menurutmu rif, itu monyet apa bukan ?" tanya Abdul Latif.

"Bukanlah dul.. Ya kali ada monyet begitu." jawab Arif.

"Nah kalau kau tahu ngapain kau tanya. Haduh.." keluh Aiman.

"Eh tapi tunggu dulu deh, kira-kira siapa yang jadi monyetnya ?" tanya Daffi.

"Iya ya benar juga apa kata pak Daffi. Kira-kira siapa ya ?" tanya Paijo berpikir dengan keras.

"Sudah jangan di pikirkan, siapapun yang menolongnya kita wajib mengucapkan terimakasih karena sudah menyelamatkan ibu nya Jumiati." kata kanjeng ibu.

"Ya benar sekali. Ya sudah yuk kita kesana." sambung Paijo.

"Syukur alhamdulillah akhirnya kamu nggak kenapa-kenapa ya Ninuk."

"Oh ya ngomong-ngomong yang ada di dalam situ ?"

"Emm kamu malu ya ?"

"Haaaa.. Apa kamu minta cium, oh ya boleh-boleh."

"Jo cepat cium tuh monyetnya." pinta Daffi.

"Apa aku cium itu monyet pak Daffi ?"

"Nggih jo."

"Ih ogah, nih lagian juga monyetnya nggak mau di cium sama saya. Malah minta di cium sama pak Daffi."

"Ya sudah ayo Daffi cium monyetnya." pinta kanjeng ibu.

"Iya ayo pak Daffi. Ini sebagai tanda terimakasih kita lho pada monyetnya." pinta pak RT juga.

"Sudah cepet cium, monyetnya sudah nungguin tuh." kata Paijo.

"Ih Joya diam kamu." keluh Daffi.

"Cium.. Cium.... Cium.. Cium..." sorak semua orang yang ada di rumah.

"Taraaaa.... Sudah siap nih pak Daffi." kata Jumiati.

"Ternyata monyet itu adalah Jumiati kalau begitu nggak jadi deh saya cium. Ih.."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience