Paijo Adopsi Anak 3

Romantic Comedy Series 630

"Dedek jangan sembur-sembur ibu dong kalau makan nih lihat kotor kan kebaya ibu." keluh kanjeng ibu.

"Main bu, main...." kata Arif yang bertingkah seperti anak kecil.

"Main ? Kamu mau main apa ?" tanya kanjeng ibu.

"Kuda-kudaan." jawab Arif yang masih bertingkah seperti anak kecil.

"Kuda-kudaan nggak ada dedek."

"Hmm.... Nggak mau, pokoknya dedek mau main kuda-kudaan."

"Tapi.. Aha.... Daffa......" panggil kanjeng ibu.

"Inggih kanjeng ibu, enten menapa ?" tanya Daffa.

"Kesini sebentar." jawab kanjeng ibu.

"Oh nggih kanjeng ibu."

"Enten menapa kanjeng ibu ngaturi kula ?"

"Punika loh, si dedek kersa dolan sami panjenengan."

"Haaaa.... Dolan kanjeng ibu ?"

"Inggih, punapa boten kersa nggih ?"

"Kersa kanjeng ibu."

"Nuwun suwun minta maaf kanjeng ibu." kata Darmi.

"Nggih mi, enten menapa ?" tanya kanjeng ibu lagi.

"Ngapunten kanjeng ibu, ing ngarsa wonten dhayoh." jawab Darmi.

"Oh nggih, kamu sediakan minum dulu mi. Saya mau ngomong sesuatu pada menantu saya." kata kanjeng ibu.

"Nggih kanjeng ibu, nuwun suwun."

"Nggih, oh nggih Daffa."

"Nggih kanjeng ibu."

"Titip si dedek."

"Ha..... Ta-ta-tapi kanjeng ibu."

"Nggak ada tapi-tapian ingat ya sampai kamu tinggal si dedek, coret dari daftar warisan juga coret dari menantu jadi mantan menantu. Understand ?"

"Yes understand kanjeng ibu."

"Good...." seru kanjeng ibu.

Satu menit..
Dua menit..
Tiga menit..

Dan sepuluh menit sudah Paijo bersama bu Amir. Akhirnya kanjeng ibu datang juga.

"Kula menghadap kanjeng ibu." kata Paijo.

"Emm.... Oh ya jo mana tamunya katanya tadi ada tamu ?" tanya kanjeng ibu.

"Niki kanjeng ibu." jawab Paijo.

"Oh oke, sekarang kamu suruh Darmi bawa dedeknya kesini."

"Nggih kanjeng ibu."

----

"Mi, Darmi.." panggil Paijo.

"Nggih Jo, menapa ?" tanya Darmi.

"Di suruh kanjeng ibu untuk ajak si dedek ke ruang tamu sekarang." jawab Paijo.

"Sik.. Sik.. Sik Jo. Emange kanjeng ibu nduwe anak cilik ta ? Setauku cucunya kuwi wis gede." kata Darmi.

"Maksudnya den mas Dzaka dan Dzaki, mi ?" tanya Paijo.

"Nggih.." jawab Darmi.

"Bukan mi." kata Paijo.

"Loh kok bukan ?" tanya Darmi lagi yang kebingungan.

"Wis pokoke ajak dedek ke ruang tamu, sekarang dedeknya lagi main tuh sama tuan papi di ruang tengah."

"Nggih...." seru Darmi.

Sementara itu di ruang tengah tuan papi sedang mencari cara untuk terlepas dari Arif yang bertingkah seperti anak kecil.

"Ayo mas Affa main lagi." ajak Arif yang masih bertingkah seperti anak kecil.

"Apa tadi kamu bilang ? Kamu panggil saya apa barusan ?" tanya Daffa.

"Mas Affa.." jawab Arif yang masih bertingkah seperti anak kecil.

"Ih lepasin...." keluh Daffa.

"Nggak mau. Ayo main mas Affa."

"Nggak mau." tolak Daffa.

"Nanti aku bilangin kanjeng ibu loh."

"Bodo amat nggak takut wleek...."

"Nuwun suwun minta maaf pak Daffa."

"Punapa mi ?" tanya Daffa.

"Saya di suruh ambil dedek, mana ya pak. Katanya lagi main sama pak Daffa ?" tanya Darmi juga.

"Alhamdulillah. Untungnya kamu datang mi. Nih ambil nih.." jawab Daffa.

"Haaaa.... Ini pak Daffa ?"

"Iya ini, emang kenapa sih ?"

"Nggak papa."

"Ya sudah ini saya bawa ya."

"Iya sana bawa gih mi."

"Oke.." seru Darmi.

Darmi dan Arif datang menghadap kanjeng ibu untuk memberikan Arif pada kanjeng ibu, kemudian kanjeng ibu memperkenalkan Arif kepada calon orang tua angkatnya.

"Tunggu sebentar ya bu." kata kanjeng ibu.

"Iya kanjeng ibu." sambung bu Amir.

"Assalamu'alaikum." Darmi dan Arif memberikan salam.

"Wa'alaikumussalam." kanjeng ibu, Paijo dan bu Amir menjawab salam.

"Nyuwun sewu kanjeng ibu, niki anak angkatnya, nyuwun sewu kanjeng ibu kula kersa dhateng pawon." pamit Darmi.

"Oh nggih mi." kata kanjeng ibu.

"Nah ibu Amir, ini loh anak yang akan menjadi anak angkat ibu Amir, namanya dedek Arif. Dedek Arif.." kanjeng ibu memperkenalkan Arif pada ibu Amir.

"Iya kanjeng ibu." kata ibu Amir dan Arif bersamaan.

"Loh kamu kan.." kata bu Amir ketika melihat Arif.

*Flashback On*

"Habis antar kanjeng romo, aku tak servis mobil ah, mobilnya wis ra penak. Ealah Gendis telepon ada apa?" tanya Arif sembari sesekali menebak.

"Beli keju, chiki dan beberapa sayuran di pasar. Hehe.." kata bu Amir.

"Aaaa...." bu Amir teriak saat mobil yang di kendarai oleh Arif melaju dengan kencang.

"Ada ibu-ibu, waduh rem mobilnya gak bisa dan nggak bisa berhenti mobilnya piye iki, piye iki. Bu awas bu.. Awas.." kata Arif.

"Aaaa...." bu Amir dan Arif berteriak bersamaan.

"Waduh apa ada tuh ya?" tanya pak Bono.

"Salah Bono yang benar itu ada apa?" kata pak Bagas benarkan perkataan pak Bono.

"Iya itu maksudku." kata pak Bono.

"Iya dah.."

"Ya sudah kesana yuk." ajak pak Bagas.

"Ngapain gas?"

"Lihat kalau terjadi apa-apa kita kan bisa tolongin sekalian. Gimana sih gitu saja pake nanya segala."

"Oh iya ya. Ya sudah yuk kita ke sana."

"Yuk.." seru pak Bono.

"Haduh.. Hampir saja, eh tapi itu orang mati nggak ya?" tanya Arif.

"Mas.. Mas.. Mas.." panggil bu Amir.

"Waduh orangnya masih hidup." Arif ketakutan.

"Mas.. Mas.. Mas.."

"Tuh lihat ibu itu di tabrak sama orang."

"Yuk kita kesana yuk sekarang."

"Iya yuk kita sana dan kita tolongin."

"Mas.. Mas.. Mas.."

"Waduh ada warga, ibu itu panggil warga lagi, waduh bagaimana ini? Kabur...." Arif melarikan diri.

*Flashback Off*

"Kanjeng ibu.." panggil Paijo.

"Nggih jo." jawab kanjeng ibu.

"Bu Amir kenapa?" tanya Paijo.

"Nggak tau saya jo." jawab kanjeng ibu lagi.

"Maaf ya bu, bu Amir kenapa?" tanya kanjeng ibu.

"Oh jadi kamu yang menabrak saya tadi pagi. Saya sudah minta tolong sama kamu, kamu malah kabur. Bukannya menolong saya malah kabur. Tidak ada tanggung jawabnya, bagaimana nanti ketika saya sudah tua pasti nanti kamu juga tidak bertanggung jawab juga dengan mengurus ku di hari tua nanti." kata bu Amir yang menolak untuk mengadopsi Arif.

" Waduh itu kan ibu yang tadi pagi, mati aku. " kata Arif di dalam hati yang ketakutan saat bertemu dengan bu Amir di rumah pak Daffa.

Bu Amir tidak jadi mengadopsi Arif sebagai anaknya. Kemudian datanglah Gendis si tukang jamu kerumah pak Daffa dan yang membuat kami terkejut adalah Gendis berdandan seperti anak kecil sambil membawa boneka.

"Nggak, enggak.." kata bu Amir yang tidak jadi mengadopsi Arif.

"Yes.. Yes... Akhirnya.." Daffa kesenangan karena Arif tidak jadi di angkat sebagai anak oleh bu Amir.

"Ekhemm.. Akhirnya apa Daffa?" tanya kanjeng ibu.

"Akhirnya tender menang lagi kanjeng ibu, padahal mah saya senang kalau Arif tidak jadi di adopsi oleh bu Amir.

"Oh.." seru kanjeng ibu.

"Tunggu sebentar kanjeng ibu, saya izin bertanya sebentar saja pada bu Amir boleh?" tanya Paijo.

"Oh ya tentu saja pareng jo." kanjeng ibu mengizinkan Paijo untuk bertanya pada bu Amir.

"Maaf sebelumnya bu Amir, maksudnya enggak apa ya?" tanya Paijo penasaran.

"Maksudnya saya enggak mengadopsi Arif yang menabrak saya untuk menjadi anak saya. Mendingan saya cari anak yang lain saja hmm.* jawab bu Amir.

"Mama.. Mama.. Ini aku mah, anak mama." kata Gendis yang membuat semua yang ada di ruang tamu bingung.

"Itu siapa jo? Oh apa jangan-jangan kamu lagi ya rif bawa pacar ke rumah ini. Sudah tau peraturan di rumah ini tidak boleh ada yang membawa pacar sebelum menikah."

"Boten mangertos kanjeng ibu."

"Kula ugi boten mangertos kanjeng ibu."

"Ngapusi kanjeng ibu." kata Daffa.

"Boten kanjeng ibu, nanging menawi Arif, kula boten mangertos." Paijo menjelaskannya pada kanjeng ibu dan Daffa.

"Mami.. Mami.." panggil Gendis yang bertingkah seperti anak kecil.

"Ih.. Siapa sih, enggak kenal saya. Sudah lah saya mau pulang." keluh bu Amir.

"Ih.. Mami terus aku bagaimana?" tanya Gendis.

"Tau ah.. Saya pamit ya kanjeng ibu, mas Paijo, mari.."

"Nggih.." seru kanjeng ibu, Arif, Paijo dan Daffa bersamaan.

"Assalamu'alaikum." bu Amir memberikan salam.

"Wa'alaikumussalam." semua yang ada di ruang tamu menjawab salam.

"Terus ini siapa dong?"

"Eh sebenarnya kamu ini siapa sih?"

"Tunggu sebentar kanjeng ibu. Lah ini mah si Gendis."

"Gendis?"

"Nggih kanjeng ibu."

"Gendis si tukang gado-gado."

"Eh salah jo bukan tukang gado-gado."

"Emang salah ya mi?"

"Nggih jo."

"Terus yang benar apa mas jo?"

"Yang benar tukang gorengan."

"Itu juga sama saja Joya." keluh kanjeng ibu.

"Hehe.."

"Terus yang benar apa dong?"

"Ih tuan papi masa nggak tau sih, yang benar tuh tukang jamu."

"Nah iya itu benar."

"Yang benar adalah tukang jamu. Nah betulkan."

"Iya benar...."

Gendis pun akhirnya menceritakan semuanya pada kanjeng ibu, bahwa Gendis di suruh Darmi menjadi anak kecil agar bisa menjadi anak angkat seperti Arif.

Darah Biru 2 sudah terbit ya kak

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience