"Emm si Arif.." keluh Daffa saat melihat Arif yang sedang main teropong di balkon.
"Wow.." kata Arif yang sedang teropong.
"Eh Arif, kamu bukannya cuci mobil sana malah enak-enakan main teropong di sini.
Sudah sana cuci mobil." kata Daffa yang kesal melihat Arif sedang main teropong di balkon.
"Emm, emm....." Arif menggerang yang sedang mencari alasan.
"Emm ah emm emm, kenapa kamu?" tanya Daffa.
"Anu pak Daffa." jawab Arif dengan gugup.
"Anu punapa?" tanya Daffa lagi.
"Saya sedang.." jawab Arif masih mencari alasan yang tepat.
"Sedang apa kamu?" tanya Daffa yang semakin penasaran menunggu jawaban dari Arif.
"Lagi ngintip orang mandi, pak.." jawab Arif yang menemukan alasan yang tepat.
"Haa.. Orang mandi, sekarang sana kamu mandi." kata Daffa yang terkejut saat mendengar jawaban Arif yang terakhir.
"Kok mandi sih pak? Saya kan sudah mandi tadi." tanya Arif.
"Eh iya ya, maksud saya kamu cuci mobil sana." jawab Daffa.
"Iya pak.." seru Arif.
"Ya sudah sana, ngintip orang mandi wow.. Lihat ah.. Loh kok?" Daffa kaget ternyata yang di intip oleh Daffa adalah laki-laki.
"Woi kamu ngapain ngintip ya?" tanya orang yang di intip oleh Daffa, lalu kemudian menyiram Daffa.
"Waduh.." Daffa disiram oleh laki-laki yang di intipnya.
----
"Haduh.... Arif.." kata Paijo yang di tabrak oleh Arif.
"Maaf mas jo.." sambung Arif.
"Kamu ngapain sih lari-larian kaya gitu?" tanya Paijo.
"Anu mas Jo, saya di kejar oleh pak Daffa." jawab Arif.
"Hmm, pasti kamu ngerjain bapak buah ya?" tanya Paijo lagi.
"Loh kok bapak buah sih mas Jo?" tanya Arif juga.
"Ya iyalah kan kamu anak buahnya." jawab Paijo.
"Oh, eh satu pertanyaan ku." kata Arif.
"Apa itu Rif?"
"Bapak buah nya siapa?"
"Tuan papi."
"Pak Daffa dong mas jo?"
"Bukan...."
"Lah terus sapa?"
"Suaminya bu Daffa."
"Emm sama saja itu mah Jo.."keluh Arif.
"Nah mau lari kemana kamu rif?" tanya Daffa yang jengkel pada Arif, karena di kerjain oleh Arif.
"Ampun pak Daffa." Arif memohon juga ketakutan.
"Jo pegang, Jo.." pinta Daffa.
"Pegang tuan papi?" tanya Paijo.
"Iya.." jawab Daffa.
"86.." seru Paijo.
"Eh jo kok saya sih yang di pegang.." keluh Daffa.
"Oh emang salah ya tuan papi?"
"Iya, seharusnya Arif tau yang di pegang."
"Tuan papi juga yang salah."
"Kok saya?"
"Iya seharusnya tuan papi bilangnya pegang Jo pake Arif dong.."
"Oh.., iya.." seru Daffa.
"Iya sekarang tuan papi pergi sana." Paijo mengusir dan menendang Daffa.
"Iya, eh Jo. Kamu kurang ajar ya, sini kamu Jo, sini.." Daffa mengejar Arif dan Paijo.
Gendis si tukang jamu datang ke rumah meminta bantuan ku untuk mencari anak untuk di adopsi dan aku menerimanya.
"Jo, Joya.." panggil Gendis.
"Gendis tuh, apaan ndis?" tanya Paijo.
"Yang di arep-arepin jedul juga ya kamu." jawab Gendis.
"Hah jedul apaan?"
"Jedul itu artinya menampakan diri."
"Kamu kira saya setan pake penampakan diri segala." protes Paijo.
"Eh salah, keluar kandang."
"Kamu kira saya wedus pake keluar kandang segala." protes Paijo lagi.
"Aah.., pokoknya itu lah.." keluh Gendis.
"Ada apaan kamu kesini sampe dua kali. Kan setau saya. Kanjeng ibu sudah minum jamu mu, oh ya ada titipan jamu ya buat kanjeng romo? mana sini serahkan saja ke saya, nanti kalau pulang saya kasih ke kanjeng romo." kata Paijo.
"Bukan itu Joya." sambung Gendis.
"Terus?"
"Jadi gini Jo. Saya lagi cari anak untuk di adsorpsi."
"Haaaa.... Adsorpsi? Adsorpsi apaan ndis?"
"Itu loh Jo, kalau orang ingin punya anak tapi belum di kasih dan mau angkat anak."
"Oh itu adopsi kali.., adsorpsi" kata Paijo membenarkan perkataan Gendis.
"Nah iya itu.." seru Gendis.
"Oh kalo masalah itu gampang lah nanti saya bantu cariin."
"Oke.. Saya tunggu ya informasi dari kamu Jo."
"Tapi.." kata Paijo yang akan menanyakan upahnya pada Gendis.
"Oh ya kalo masalah itu tenang saja nanti saya kasih komisi." sambung Gendis.
"Oke.." seru Paijo.
Aku pun mencarikan anak untuk di jadikan anak angkat, dan Arif lah yang akan di jadikan anak angkat oleh pak Amir. Kemudian aku mencari Arif, ternyata Arif berada di dapur sedang di marahi oleh tuan papi karena sudah mengerjai nya sehingga tuan papi menjadi kesal pada Arif.
Di saat Arif akan di hukum, aku menghentikan tuan papi untuk menghukumnya juga aku menjelaskan pada tuan papi kalau Arif akan di jadikan anak angkat oleh kanjeng ibu.
"Oh di sini rupanya kamu ya Rif, sekarang kamu tidak bisa pergi kemana-mana lagi. Sini kamu." kata Daffa.
"Oh eh.... Ampun pak Daffa. Ampun." kata Arif yang memohon pada Daffa.
"Enak saja, kamu sudah mengerjai saya dan ini lihat kaki saya sakit tau nggak sih hah kamu. Sekarang akan saya hukum." kata Daffa yang akan menghukum Arif.
" Haduh kemana lagi ya aku mencari keberadaan Arif. Aku sudah mencari keliling rumah yang luasnya kaya Gelora Bung Karno (GBK) nggak ketemu, di cari ke tong sampah depan rumah juga sama nggak ketemu yang terakhir saya cari ke gorong-gorong juga sama nggak ketemu. Eh tunggu itu dia si Arif." keluh Paijo yang mencari keberadaan Arif.
"Maaf pak Daffa, saya hanya bercanda doang kok." kata Arif membela dirinya.
"Apa bilang cuman bercanda, wajah saya di siram sama orang kamu masih bilang cuman bercanda enak saja sekarang sini ikut saya." kata Daffa yang menjewer Arif.
"Aww.... Ampun pak Daffa, ampun.." kata Arif yang kesakitan karena dijewer oleh Daffa.
"Eh.... Eh.... Tuan papi.." kata Paijo menghentikan Daffa yang sedang menjewer telingga Arif.
"Kenapa Jo ?" tanya Daffa.
"Asalkan tuan papi tau ya kalau sebenarnya Arif itu.." jawab Paijo yang terpotong perkataannya oleh Daffa.
"Arif itu apa Jo ?" tanya Daffa lagi yang memotong perkataannya Paijo.
"Anak angkatnya kanjeng ibu, tuan papi." jawab Paijo.
Aku pun akhirnya membawa Arif pergi dari hukuman tuan papi. Sementara itu tuan papi mengajak diskusi kanjeng ibu agar membatalkan mengangkat Arif sebagai anaknya.
"Kenapa Daffa ?" tanya kanjeng ibu.
"Ngapunten kanjeng ibu, wonten ingkang kerso tanyakan. Kenging ?" tanya Daffa juga.
"Kenging Daffa, punapa punika ?"
"Punapa kasinggihan kanjeng ibu punika mundhut Arif dumados lare kanjeng ibu ?"
"Inggih kasinggihan kenging punapa emangnya Daffa ?"
"Ngapunten kanjeng ibu, punapa kenging ing ganti kemawon mawi abdi dalem ingkang liya kemawon kanjeng ibu ?"
"Keputusan saya tidak bisa di ubah Daffa."
"Nanging kanjeng ibu.."
"Tidak ada tapi-tapian."
Kanjeng ibu pun menolak saran yang diberikan oleh tuan papi. Sementara itu aku sudah selesai mendandani Arif seperti anak kecil dan tak beberapa lama kemudian datanglah seseorang yang bernama bu Amir.
Ternyata bu Amir lah yang ingin mengadopsi anak, akan tetapi bu Amir batal mengadopsi Arif sebagai anaknya. Karena bu Amir lah yang Arif tabrak tadi pagi.
"Oh ini yang mau mengadopsi anak ?" tanya Paijo.
"Iya.." jawab bu Amir singkat.
"Kalau boleh tau dengan siapa ya saya berbicara ?"
"Saya bu Amir, suami saya ketua rw di komplek ini."
"Oh kalau begitu saya panggilnya bu rw saja ya." kata Paijo.
"Terserah kamu saja. Oh ya bisa saya bertemu dengan kanjeng ibu ?" tanya bu Amir.
"Bisa, tapi.." jawab Paijo.
"Tapi apa mas ?"
"Tapi nanti ketika bertemu dengan kanjeng ibu itu harus sungkem terlebih dahulu maklum keturunan darah biru."
"Oh ya sudah tidak apa." kata bu Amir.
"Oke.." seru Paijo.
----
Darah Biru 2 sudah terbit ya kak
Share this novel