Paijo Sang Pejuang (Special HUT RI)

Romantic Comedy Series 630

Pagi ini saya dan para abdi dalem yang lainnya di liburkan kecuali Jumiati yang tidak di liburkan dan kami juga mengikuti latihan drama untuk menyambut HUT RI (Ulang Tahun Republik Indonesia).

Dan yang melatih kami adalah kanjeng ibu, sedangkan saya, Abdul Latif, Arif dan Aiman sebagai Gerilyawan RI, sedangkan pak Daffi sebagai Meneer Van De Kock. Dan yang sebagai istri dari Meneer Van De Kock adalah ibu dari Jumiati.

"Gimana pak rt dapat baju Gerilyawan RI nya ?" tanya kanjeng ibu.

"Kenging atuh kanjeng ibu." jawab pak rt.

"Pak rt ngomong basa endi ta ?"

"Basa sunda kanjeng ibu, basa mantan pacare Titah." jawab Daffi.

"Oh.." seru kanjeng ibu.

"Inggih kanjeng ibu.." sambung Daffi.

"Ampir wae abdi oge poho, ieu kanjeng ibu anggoan Gerilyawan RI na. Emang na eta anggoan Gerilyawan RI untuk saha sih kanjeng ibu ?"

"Haduh.., ngomong apa meneh ta pak rt, Daffi ?"

"Inggih kanjeng ibu.."

"Panjenengan ngertos artine mboten ?"

"Mboten ngertos kanjeng ibu."

"Ealah.., kula kinten ngerti taunya mboten.." keluh kanjeng ibu.

"Inggih, angel mboten ono Titah neng omah, kan piyambake sing mangertos kabeh basa." keluh Daffi juga.

"Inggih bener panjenengan Daffi, cuma Titah ingkang ngerti kabeh basa duko iku basa njaba negeri ataupun dalam negeri." kata kanjeng ibu.

"Inggih kanjeng ibu leres.." sambung Daffi lagi.

"Lho kok dadi bahas iku, Daffi.." keluh kanjeng ibu.

"Inggih kanjeng ibu, enten menapa ?" tanya Daffi.

"Saiki panjenengan panggil Joya, Aiman, Arif lan Abdul Latif gih untuk mencoba rasukan Gerilyawan RI iki." jawab kanjeng ibu.

"Siap kanjeng ibu, abarjoman." panggil Daffi.

"Haaaaa.." kanjeng ibu dan pak rt kaget saat mendengar Daffi memanggil Paijo, Ainan, Arif dan Abdul Latif dengan singkat nama mereka.

"Singkatan kanjeng ibu, pak rt.." kata Daffi.

"Oh.." sambung pak rt dan kanjeng ibu.

"Ya sudah lanjutkan lagi sampai mereka datang menghadap kita di sini." pinta kanjeng ibu.

"Siap kanjeng ibu, abarjoman." panggil Daffi lagi.

"Inggih.." jawab para abdi dalem.

"Aya naon Daffi ?" tanya Aiman.

"Ing timbali kanjeng ibu.." jawab Daffi.

"Oh.." seru para abdi dalem.

"Inggih, wau sampeyan timbali kulo menapa, Daffi ?" tanya Daffi.

"Muhun pak.." jawab Aiman.

"Sampun kendhel panjenengan nggih ? Hmm.." tanya Daffi yang kesal pada Aiman.

"Hampura pak Daffi, maksud abdi pak Daffi gitu pak.." Aiman membela diri.

"Enten menapa kanjeng ibu ?" tanya Paijo.

"Niki rasukan Gerilyawan RI, kostum kalian cobi riyen." jawab kanjeng ibu.

"Nggih kanjeng ibu." kata para abdi dalem patuh.

"Ya sudah kalau gitu kita mulai saja drama babak pertamanya ya. Sebentar saya lihat dulu naskahnya, oh iya saya lupa yang menjadi Meneer Van De Kock nya siapa ?"

"Pak Daffa saja kanjeng ibu.."

"Tidak bisa pak rt, kan Daffa lagi di Turki."

"Gimana kalau pak Daffi saja kanjeng ibu ?" tanya Paijo yang memberikan ide pada kanjeng ibu.

"Ah.. Iya tuh jo ide bagus, Daffi.." kata kanjeng ibu yang setuju dengan ide dari Paijo.

"Tidak usah di lanjutkan kanjeng ibu, saya paham kok jadi Kapten Belanda kan, Meneer Van De Kock kan ?" tanya Daffi memastikan.

"Iya dan kostumnya. Lho kok hmm pak rt.." jawab kanjeng ibu yang kaget saat melihat kostumnya kurang.

"Iya kanjeng ibu.."

"Kostum meneer Belanda nya mana sekalian sama kostum buat istrinya ya ?"

"Siap kanjeng ibu, saya akan cari lagi ?"

"Iya pak rt.." jawab Daffa, kanjeng ibu, dan para abdi dalem bersamaan.

"Cepat cari.." pinta kanjeng ibu.

"I i i iya kanjeng ibu, laksanakan.." kata pak RT patuh.

"Ya sudah kalian sana, Daffi.."

"Iya kanjeng ibu.."

"Baca naskah nya dulu nih.." kata kanjeng ibu yang memberikan naskah skenario pada Daffi.

"Jagi kanjeng ibu." kata Daffi patuh.

Setelah kami mencoba baju Gerilyawan RI dan di lihat oleh kanjeng ibu. Kanjeng ibu menyuruh kami untuk latihan sendiri-sendiri terlebih dahulu sambil menghapalkan naskah yang di berikan oleh kanjeng ibu.

Kami memutuskan untuk latihan di dapur, sesampainya di dapur saya melihat ibu dari Jumiati yang sedang mencuci piring dan kami pun di siram air karena sudah membuatnya kesal.

"Dul.." panggil Aiman.

"Inggih mang.." jawab Abdul Latif.

"Kawas na ieu enggon anu cocok untuk urang latihan perang-perangan deh.." kata Aiman.

"Dul.." panggil Paijo.

"Inggih lik.." jawab Abdul Latif lagi.

"Opo jarene Aiman, dul ?" tanya Paijo.

"Jare ne bebasan ne pawon adalah nggon sing cocok untuk kita latihan perang-perangan lik jo." jawab Abdul Latif lagi.

"Omong ke Aiman, kulo setuju." pinta Paijo.

"Oke.." kata Abdul Latif patuh.

"Dul.."

"Nggih mang"

"Kata Paijo naon ?" tanya Aiman.

"Kata lik jo, lik jo setuju." jawab Abdul Latif lagi.

"Oke, kita mulai. Dari lik jo.." kata Abdul Latif.

"Oke, duar.. duar duar duar.. Ada budhe tuh ibunya Jumiati kesana yuk." kata Paijo.

"Yuk.." seru Aiman.

"Duar.. duar duar duar.." sorak para abdi dalem yang sedang latihan perang-perangan di dapur.

"Budhe.." panggil Paijo.

"Apa jo ?" tanya ibu Jumiati.

"Mati dong budhe, kan kulo tembakin mau.." jawab Paijo.

"Eh jo denger nggih, kulo masih gelem urip tau. Kenopo ing suruh mati ?" keluh ibu Jumiati yang kesal pada Paijo.

"Yah budhe.." keluh Aiman.

"Opo panjenengan omong man barusan budha, budhe, budha, budhe. Emange kapan kulo rabi karo pakde panjenengan kapan ?"

"Yah angel nih kalo ngomong podo kemiri Belanda, budhe kita iku kan lagi latihan drama budhe, untuk menyambut HUT RI budhe. Dadi.."

"Ora drama drama an, drama opo ?"

"Serang saja lah yuk.." ajak Paijo.

"Duar.. duar.. duar.." sorak para abdi dalem lagi.

"Masih di lanjutkan, rasakan iki." ibu Jumiati menyiram air pada Aiman, Paijo, Abdul Latif, Arif.

"Brep, Brep, Brep.." sorak Abdul Latif.

"Eh ketumbar Belanda kok Brep, Brep, Brep sih kan harusnya duar, duar, duar.. ?"

"Kan senapan kita kena air jadi nya Brep, Brep, Brep dong lik.."

"Oh iya, ya benar juga jo.." kata Aiman.

"Hmm.." keluh Paijo.

----

"Nah jadi seperti itu Daffi babak pertamanya dan sekarang, oh ya Paijo, Aiman, Arif dan Abdul Latif mana ?" tanya kanjeng ibu.

"Assalamu'alaikum." para abdi dalem memberikan salam.

"Wa'alaikumussalam." Daffi dan kanjeng ibu menjawab salam dari abdi dalem.

"Berdiri kalian di sana." pinta kanjeng ibu.

"Dimana kanjeng ibu ?" tanya Paijo.

"Di situ.." jawab kanjeng ibu.

"Di sini kanjeng ibu ?"

"Bukan di situ, tapi di sana man, jo.."

"Di sana, mana kanjeng ibu ?"

"Di sampingnya Daffi lho."

"Oh.." seru Paijo.

"Bilang dong kanjeng ibu biar jelas." keluh Paijo.

"Sudah, ini adalah babak kedua."

"Maaf kanjeng ibu, saya potong pembicaraannya karena ada yang ingin saya tanyakan begitu kanjeng ibu bolehkan ?"

"Ya silahkan."

"Kita bagian babak ke berapa ya kanjeng ibu ?"

"Babak kedua Joya.."

"Jo.." panggil Daffi.

"Iya pak Daffi." jawab Paijo.

"Jangan di potong dulu dong dengarkan dulu arahan sutradara kita." kata Daffi.

"Iya pak Daffi.." seru Paijo.

"Eh sudah, sudah.. Di babak kedua ini Gerilyawan RI melihat Kapten Meneer Van De Kock yang tidak berada di bentengnya, lalu Gerilyawan RI melihat istri dari Kapten Meneer Van De Kock yang akan keluar benteng. Gerilyawan RI kemudian menculik istri.. Loh iya lupa saya yang jadi istrinya Kapten Meneer Van De Kock siapa ?"

"Bagaimana kalau Titah saja kanjeng ibu kan Titah bisa bahasa Belanda." kata Daffi memberikan saran pada kanjeng ibu.

"Lho Daffi, kamu lupa ya kan Titah dan Daffa sedang liburan ke Turki untuk bulan madu. Ya mudah-mudahan saja cucu nambah lagi gitu. Hehe.." sambung kanjeng ibu lagi.

"Oh iya ya lupa saya kanjeng ibu."

"Aha.. Bagaimana kalau istrinya pak Saleh saja kanjeng ibu ?"

"Haaa.., pak Saleh ?"

"Pak Saleh yang mana ?" tanya Aiman.

"Itu lho pak Saleh yang di gang komplek sebelah Aiman." jawab Paijo.

"Haduh.." keluh kanjeng ibu.

"Kenapa kanjeng ibu ?"

"Ketuaan, kan Daffi masih muda jo.."

"Lho kan sekarang lagi musimnya yang muda sama yang tua kanjeng ibu. contohnya bu RT dan bu RT. Kanjeng ibu.."

"Pak RT dan bu RT kan tidak begitu terlalu jauh usianya. Lah ini kan Daffi dan siapa tadi ? Istrinya pak Saleh beda jauh, usianya jauh tiga puluh lima tahun jo.."

"Nenek-nenek dong kanjeng ibu. Ih ogah.." keluh Daffi.

"Terus siapa dong ?"

"Iya ya, siapa ya ?"

"Nayla saja gimana ?"

"Kemudaan.."

"Iya ya.." seru Daffi.

"Gimana kalau Gendis ?" tanya Abdul Latif.

"Gendis, logatnya medok gitu ya susah.." jawab Daffi sembari mengeluh dan menolak saran dari Abdul Latif.

"Iya juga ya.." seru Abdul Latif.

"Jumiati saja.." kanjeng ibu menyarankan untuk Jumiati yang akan berperan sebagai istrinya Kapten Belanda Meneer Van De Kock.

"Yah Jumiati.." para abdi dalem dan Daffi mengeluh saat nama Jumiati di sebut oleh kanjeng ibu.

"Lho kenapa ?"

"Kalau Jumiati yang jadi istri Meneer Belanda jangan ah kanjeng ibu. Gerilyawan RI kesel nantinya."

"Lho kenapa kan bisa kita arah kan jo panggil Jumiati ke sini.." pinta kanjeng ibu.

"Dul.." seru Paijo memberikan kode pada Abdul Latif.

"Apa lik ?" tanya Abdul Latif.

"Kamu saja deh yang panggil Jumiati." jawab Paijo.

"Nggak mau ah lik, belum apa-apa sudah kesel duluan aku nya nanti." tolak Abdul Latif.

"Ya sudah man, kamu.." sambung Paijo.

"Nggak mau ah, sama saya bisa tiga hari." tolak Aiman.

"Kamu masih mending man, saya bisa satu bulan sediri." sambung Paijo.

"Saya nggak mau tau tolong kalian panggil Jumiati kesini."

"Ah nggak mau kanjeng ibu, nggak mau.."

"Nggak ada alasan, atau honor kalian saya potong cepat panggil Jumiati kesini.."

"I i iya.." seru Paijo.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience