Tatapan nanar Sarah tertuju kepada Damar, Sarah jengkel kepada adiknya itu karena berani-beraninya membongkar rahasianya di depan sang suami.
"Tidak usah melihat ke arah Damar, kewajibanmu hanya menjawab apa yang aku tanyakan kepadamu!" hardik Budi.
"Emmm itu, anuu..!"bingung Sarah mau menjawab apa, bahkan kata-katanya hanya terhenti kepada itu dan anu saja.
Mulutnya bergerak ke sana kemari tapi tak jual mengeluarkan kata-kata yang bisa didengar.
"Jawab Sarah...!"kata Budi lebih tegas dari tadi.
"Kamu itu apaan sih Budi? Kalau menanyai istrinya itu yang baik-baik, jangan dengan nada yang tinggi seperti itu!" protes Pratiwi tak terima anaknya diintimidasi seperti itu.
"Budi mohon Bu, kali ini saja jangan ikut campur urusan rumah tangga kami! cukup selama ini Ibu terlalu memanjakan anak Ibu ini!" kata Budi yang tak mengalihkan pandangannya ke arah Sarah menuntut jawaban.
Sarah pun menunduk sedangkan Bu Pratiwi tak bisa berkata apa-apa lagi, selama ini menantunya tersebut selalu diam meskipun diperlakukan seperti apapun, tapi kali ini seolah Bu Pratiwi menyaksikan sisi lain dari seorang Budi menantu yang dianggapnya tak berguna selama ini.
"Iya mas...!"akhirnya kata-kata itu lolos juga dari bibir Sarah dan membuat Budi menarik nafasnya secara kasar.
"Untuk apa? Apakah kamu bisa memberikan perinciannya?" Tanya Budi masih dengan nadanya yang datar.
"Tidak tahu mas!" jawab sarah tergagap tak mau jujur dengan apa yang dilakukannya.
"Jujurlah Sarah, atau sekarang juga Kamu bayar sendiri hutang kepada Damar, tapi jika kamu mau menjawabnya secara jujur, maka aku akan melunasi hutangmu yang banyak itu!" tekan Budi sekali lagi.
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Sarah memilih untuk menjabarkan ke mana saja uang yang senilai puluhan juta itu ia habiskan, gaya hidupnya yang hedon dan suka mentraktir kawan-kawannya yang katanya sosialita itu membuat Sarah terlilit hutang yang sangat banyak.
Bagaimana bisa seorang istri yang suaminya hanya berprofesi sebagai tukang ojek bisa terlilit hutang sampai puluhan juta, setiap harinya dia pun menerima uang nafkah yang tak sedikit dari suaminya tersebut meskipun hanya sebagai tukang ojek.
"Baiklah kalau begitu, aku akan membayar semua hutangmu, tapi aku memiliki syarat, jika kamu mau menurutinya, detik ini juga aku akan melunasinya!"kata Budi yang berhasil membuat mata sarah terbelalak kaget.
Ia tak menyangka jika suaminya memiliki uang sebanyak itu, yang dia tahu suaminya hanyalah seorang tukang ojek yang hasil hariannya sudah habis diberikan kepadanya, lalu dari mana sang suami memiliki uang lebih yang sama sekali tak diketahuinya, ia pun merasa sayang jika uang tersebut langsung diberikan kepada Damar.
"Sialan mas Budi, punya tabungan segitu banyaknya malah disimpan sendiri, daripada uang itu dikasihkan kepada Damar, mending aku pakai buat shopping atau membeli emas untuk takut pamerkan kepada teman-temanku!"pikiran culas Sarah mulai bekerja meskipun yang dia curangi itu adalah adiknya sendiri.
"Mana uangnya? Biar aku saja yang memberikan kepada Damar!"kata Sarah yang mulai berani dan lupa dengan kemarahan suaminya tadi.
"Tak semudah itu Sarah, aku akan membayar hutangmu yang tak sedikit itu, tapi kamu harus menyetujui syarat dariku lebih dahulu! jika tidak, silakan kamu pikirkan sendiri bagaimana membayarnya! aku angkat tangan!"kata Budi yang berhasil mengingatkan Sarah akan kesalahannya dan kemarahan suaminya kali ini.
"Aku akan mengikuti semua syarat darimu, tapi untuk membayar biarkan uang itu lewat aku saja bukan langsung darimu!"kata Sarah mengalah, pikiran liciknya berkata jika nanti semua sudah selesai dia bisa mengelak dengan apa yang baru saja disetujuinya.
Untuk sementara ini biarkan dulu dia akan mengalah kepada sang suaminya tersebut.
"Tunggu sebentar!"setelah mengatakan itu Budi pun masuk ke kamarnya lalu tak lama keluar lagi dengan membawa pulpen dan kertas di mana di atas kertas tersebut ada sebuah materai tertempel di sana.
Kening Sarah pun mengernyit bingung dengan apa yang akan dilakukan oleh suaminya, dia masih memperhatikan langkah apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu.
"Tulislah pernyataanmu di sini, lalu tanda tangani di atas materai!"kata Budi yang semakin membuat Sarah bingung.
"Menulis apa mas?"Tanya Sarah bingung.
"Tuliskan janjimu di sini bahwa kamu tidak akan melakukan hal yang sama lagi, tulis juga kalau kita akan pindah dari sini dan jauh dari ibu, isi poin ketiga tulis juga kalau setiap masalah rumah tangga kita ibu tidak boleh ikut campur! poin terakhir jika semua yang kamu tulis dan kamu tandatangani itu kamu langgar, maka saat itu juga jatuhlah talak ku kepadamu!"jelas Budi yang membuat Sarah melongo kaget tak percaya.
"Maksudnya apa mas? Kamu sudah nggak mau hidup bersamaku lagi? Kenapa harus ada poin perjanjian itu? Lagi pula ibu kan ibuku, kenapa dia tidak boleh ikut campur dengan urusan rumah tangga kita?"Protes Sarah yang tak mau mengikuti keinginan suaminya tersebut.
"Semua keputusan ada di tanganmu, aku tidak memaksa, kalau kamu mau melakukannya, silakan! dan jika tidak pun silakan juga!"kata Budi tegas.
"Aku sudah lelah menuruti semua keinginanmu yang tak jelas, meskipun begitu kamu masih juga memiliki hutang yang sangat tinggi nilainya, untuk kali ini aku akan memberikan kesempatan sekali lagi, tapi jika kali ini pun kamu masih bisa untuk membodohiku, jawabannya tentu kamu sendiri bukan?"Penjelasan Budi benar-benar membuat Sarah tak berkutik.
dan pada akhirnya Sarah pun menulis poin-poin perjanjian yang disebutkan oleh Budi tadi.
Bu Pratiwi sempat protes dengan apa yang diminta oleh Budi, tapi dirinya pun tidak bisa berbuat apa-apa tatkala Putri tersayangnya tersebut menyetujui apa yang diminta oleh sang suami.
"Ibu tolong ikut lah membubuhkan tanda tangan ibu di sana, kini sudah saatnya aku akan menata rumah tanggaku sebelum lebih berantakan lagi! anak kami sudah besar Bu sudah beranjak remaja! itu artinya sudah cukup lama Ibu ikut campur dalam rumah tangga kami!"permintaan Budi yang menohok benar-benar menyentil hati kecil seorang Pratiwi.
Setelah proses perjanjian itu selesai, Budi pun mengutak-atik handphone miliknya kemudian melakukan transaksi transfer ke rekening milik Damar, yang sebelumnya sudah diminta terlebih dahulu olehnya.
Angka 75 juta tertera di notifikasi milik Damar, dan semua itu benar-benar membuat Damar merasa bahagia karena sudah bebas dari masalah yang menghimpitnya, uang kompensasi untuk istri dari kantor yang diminta oleh pihak kantor benar-benar membuatnya tak bisa berkutik.
"Syukur Alhamdulillah aku tidak jadi turun jabatan menjadi OB, aku harus menemukan Nadine, enak saja uang itu mau dinikmati Nadine sendiri! saat aku bertemu dengannya nanti uang itu harus kembali kepadaku!"batin Damar dalam hatinya.
Damar benar-benar menutup mata dengan talak 3 yang sudah dijatuhkannya, itu berarti bahwa dirinya sudah tidak bisa kembali lagi kepada Nadine, kecuali jika suatu saat Nadine menjanda untuk yang kedua kalinya, barulah kesempatan untuk mereka kembali itu ada.
Damar benar-benar buta dengan nafkah yang selama ini tak diberikannya kepada Nadin yang merupakan hak mutlak untuk Nadine, justru dia ingin memanipulasi keadaan dengan mengambil kembali uang yang akan diterima Nadine nanti.
Share this novel