Kicauan burung membangunkan seorang gadis cantik dari tidurnya yang sangat singkat. Karin langsung bergegas menuju balkon rumahnya, untuk melihat rumah sebelah. Ya, gadis cantik itu adalah karin. Seperti biasa, ia hanya dapat tertidur selama tiga jam semenjak kejadian itu.
Ia membuka jendela balkon yang ada di kamarnya, lalu melihat balkon rumah sebelah, berharap ia dapat berjumpa kembali dengan sang pemilik balkon. Tak terasa, air mata kembali jatuh dari mata hazelnya. Ia mengusap kasar air matanya dan membekap mulutnya untuk yang ke sekian kalinya.
Ia mulai bernyanyi dengan suara merdunya disertai Isak tangisnya yang tak dapat ditahannya.
Dimana, Kamu dimana.
Disini bukan.
Kemana, kamu kemana
Kesini bukan
Katanya pergi sebentar, ternyata lama
Tahukah aku sendiri menunggu kamu.
Jangan pergi-pergi lagi
Aku tak mau sendiri
Temani aku tuk sebentar saja
Agar aku tak kesepian
Hooohh
Katanya pergi sebentar, ternyata lama ...
"Gua kangen elo," isaknya pelan.
©®©®©
Angin membelai lembut pipi gadis cantik yang tengah berjalan seorang diri di tengah jalanan yang masih sangat sepi. Wajar saja, sekarang baru pukul 05.45 WIB. Jadi jalanan masih sangat sepi, tanpa adanya kendaraan yang berlalu lalang.
Gadis itu berjalan dengan wajah datar, tanpa pandangan, dan menggunakan masker yang senantiasa bertengger manis di wajahnya. Gadis itu menggendong tas ransel birunya yang sudah tampak kumuh. Dengan santai dan pandangan yang kosong, ia terus melangkahkan kaki jenjangnya menuju sekolah.
Akhirnya, ia sampai ketempat dimana ia menuntut ilmu. Ya, sekolahnya. Ia bersekolah di SMA tunas bangsa. Sekolah yang cukup elit dan hanya bisa dimasuki oleh kalangan orang yang berkecukupan.
Kakinya melangkah dan membawanya menuju kelasnya yaitu XII IPA1. Sesampainya di sana, dia melangkahkan kakinya kembali ke bangku favoritnya. Bangku paling pojok di dekat jendela yang dapat memperlihatkan taman belakang sekolah secara langsung.
Suasana kelas yang sangat sepi, membuat gadis itu menelungkupkan wajahnya di atas meja, lalu memejamkan matanya. Detik terus berlalu, dan begitu juga dengan menit yang ikut berlalu seiring berjalannya jarum pendek pada jam, kelas pun semakin ramai. Semua orang menjalankan aktivitas mereka. Ada yang bergosip, ber-selfie, main game, ada yang membaca buku, dan ada juga yang tengah bersenda gurau tanpa memperdulikan gadis itu. Ini bukanlah hal yang asing bagi gadis yang akan menginjak usia 17 tahun itu. Gadis yang selalu memakai masker, tak pernah berbicara atau pun berinteraksi dengan orang lain. Gadis itu bernama, Karina Gunaikes Advendita Radenia Saputri. Gadis yang dulunya kerap disapa Karin itu adalah sosok wanita yang anti sosial semenjak kejadian itu.
Gadis itu menoleh ke jendela, dibalik masker yang selalu bertengger di wajahnya, ia tersenyum dan bergumam,
"Andai saja," gumamnya lemah.
Share this novel