Meski bandel, Bagas tak ingin berkhianat pada istrinya. Tapi itu di awal. Dalam keadaan tidak terjepit. Saat ini semua godaan ada di depan mata. Bahkan Boss Michael sendiri yang mencoba menggoyahkan pertahananku. 'Aaahhhh aku merasakan sia sia mempertahankan apa yang seharusnya aku pertahankan.' Dalam hati aku merasa sangat sedih. Namun aku penasaran. Apa betul ada perempuan penjaja yang bersegel? Dan rela hati menyerahkan diri? 'Sangat tidak masuk akal' batinku.
Siang hari yang kedua aku berada di rumah Boss Michael. Ditemani seseorang yang lumayan manis. Bukan asli Indonesia, bahkan menurutku ia ada keturunan China tapi juga ada Melayunya. Kulitnya mulus. Benar benar bersih. Rambutnya yang lurus lebat tak tertata menandakan ia masih sedemikian lugu. Aku pusing sendiri menatapnya.
Masih ingat kejadian pagi itu. Aku masih berada di kamar ketika pagi itu pintu kamarku diketuk oleh Bu Ami. "Mr Bagas, permisi ada yang mau saya sampaikan."
Bagas pun membuka pintu. Pandangannya membulat melihat apa yang dibawa Bu Ami. Namun kemudian ia memicingkan mata.
Bu Ami berusaha menjelaskan bla.... bla.... bla.... namun aku menyelanya, "Bu kenapa harus seperti ini? Pak Michael bener bener ya... Aku hanya bercanda"
"Mr Bagas, please..... Pak Michael hanya ingin memberi kesan baik saja. Tolong diterima ya."
Bagas terdiam. Ia bimbang. Tapi demi menghormati Michael ia mengangguk. Detik berikutnya Bu Ami menyuruh Ranon, nama perempuan itu, masuk kamar.
"Saya permisi Mr Bagas." Bu Ami tersenyum. Dan detik berikutnya membalikkan badan melangkah meninggalkan mereka berdua yang canggung.
Ranon kusuruh duduk di sofa.
"Tunggu sebentar aku mau mandi"
Perempuan itu mengangguk. Dilihat usianya nampaknya belum ada dua puluh tahun. Hanya saja tubuhnya tinggi dan punya body yang indah. Ya, daya tariknya ada di bodynya. Wajahnya oriental namun karena ia hanya berbahasa Inggris, sepertinya mustahil ia pernah ke Indonesia.
Selama aku mandi aku benar benar berpikir berat. 'Sofia, bagaimana ini.' Bagas nampak stress namun ia juga merindukan istrinya. Dan itu tidak lagi mudah digantikan oleh orang lain. Saking stressnya Bagas sampai membubuhkan shampoo dua kali pada rambutnya.
Bayangannya sudah merajalela. Meskipun ia nampak kalem. Overthinking telah membuatnya seperti kesurupan. Setelah satu jam ia pun keluar kamar mandi.
Menggunakan handuk yang membalut pinggang ke bawah membuat bagian dadanya terekspose dan itu membuat Ranon tersenyum dan kemudian menunduk. Bagas mengikuti dari sudut matanya bahwa nampak sekali Ranon tersipu sipu melihatnya.
Namun Bagas tak peduli ia segera ganti baju. Ia sengaja mengenakan kemeja rapi dan terakhir menambahkan parfum di sisi tubuh kanan kirinya. Selesai itu ia beranjak keluar mengajak Ranon.
Ada kilatan bingung di mata Ranon.
"Sudahlah yang penting kamu sudah temani aku kan? " Bagas memandanginya. Wanita itu ketakutan.
"Tapi aku diminta menghangatkan Tuan."
"Gampang. Itu nanti saja. Sekarang kita pergi sarapan lalu jalan jalan."
"Baik Tuan."
Kepolosan anak itu tak bisa ditutupi. Bagas heran wanita seusia Ranon menjadi penjaja hidung salur. Seharusnya ia kuliah.
Berdua mereka mengendarai supercar milik Mr Michael dan meninggalkan rumah pinggir pantai Big Boss itu.
Bagas mengendarai mobil dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya. Ketampanannya paripurna. Komplit dengan attitude nya yang juga mulia. Ranon yang semula hanya mencuri pandang jadi terpikat ke wajah di sampingnya. Tanpa berkata namun matanya bicara.
"Ehmmm..... " tiba tiba Bagas berdehem. Ranon salah tingkah dan menatap ke depan.
"Kamu asli mana?" tanya Bagas.
"Saya dari Thailand, Mr."
"Lalu kenapa kamu di Dubai? Dari umur berapa kamu disini? "
"Saya tidak ingat kapan berada di Dubai. Saya merasa dari kecil ada di sini. Bersama Tuan Tanum. Saya juga tidak tahu bagaimana rupa orang tua saya. Karena kata para perawat saya dipungut saat ada bencana alam dan orang tua saya tidak selamat. "
Bagas hanya menggeleng geleng. Ia tahu betul prosedur human traficking seperti apa dan bagaimana, karena ada kawannya reserse yang pernah bercerita tentang kasus yang tak pernah terungkap itu.
"Tuan tidak percaya? "
Kaget, Bagas merespon, "Oh eh saya, bukan itu maksudnya, Saya percaya. Hanya saja saya kasihan kenapa gadis seusia kamu tidak kuliah tapi jadi gadis penjaja."
"Saya tidak punya pilihan Tuan"
Ranon menunduk dalam dalam.
"Apa kamu tak ingin memperjuangkan hidupmu?"
"Apakah bisa, Tuan?"
Ranon tiba tiba ganti bertanya. Wajah polosnya mendadak sendu.
Bagas terdiam. Ia tak tahu juga jalan keluarnya harus bagaimana. Dengan logika yang baik, dia bukan siapa siapa gadis itu. Membantunya? Ada yang lebih bisa dibantu. Satu satunya kebaikan adalah menjaga hubungan baik dan tidak meninggalkan noda sama sekali. Bagas mengangguk angguk lagi. Tangannya terkepal memegangi dagunya. Sesekali ia pegang setir mobil. "Kita makan dulu ya"
Tak lama supercar berwarna biru metalik itu melipir ke sebuah resto pinggir laut yang nampak classy.
Jam menunjukkan pukul 10.00 pagi saat Bagas menepi bersama perempuan muda yang menemaninya.
"Silakan dimakan Ranon. Semoga kamu suka" Bagas tersenyum setelah menu yang mereka pesan telah datang.
Selesai makan, Ranon bertanya lagi. "Tuan, menurutmu apakah aku masih bisa mengejar cita citaku?"
"Berapa usiamu? "
"Dua puluh satu Tuan."
"Masih" Bagas menjawab singkat.
"How? " kejar Ranon. "Aku tak punya ide bagaimana keluar dari rumah Tuan Tanum. " Mata Ranon nampak berkaca kaca.
"Semua orang yang berusaha lari dari sana pasti tidak selamat Tuan"
Bagas nampak berpikir.
"Kalau kamu mau aku bisa membantumu."
Bagas kemudian mengambil gambar Ranon. Lurus dari depan. dan juga dari samping.
"Untuk apa Tuan? "
"Kamu betul mau dibantu? "
Ranon mengangguk.
"Aku akan buatkan identitas baru. Tapi kamu harus punya keberanian untuk pergi dari sini. Mau ke Indonesia? Kamu ketemu kawan saya disana dan kamu aman sampai selesai kuliah. Setelah itu terserah kamu mau kemana. Kamu punya tabungan? "
"Ada Tuan, tiga ribu dollar"
"Baik. Dengarkan aku ya. Kamu nanti jangan katakan apapun. Bersikaplah biasa. Seolah tidak terjadi apapun. Dua minggu lagi kita bertemu di tempat kamu turun nanti dekat rumah Tuan Tanum. Tempat kamu merasa aman bertemu saya."
"Tapi bagaimana kalau Tuan Tanum mencari saya?"
"Percayalah padaku, itu tak akan terjadi"
Bagas tersenyum pada Ranon. "Percayalah aku hanya ingin membantumu"
Ranon nampak gelisah. Dia tak percaya dengan niat lelaki di hadapannya ini. Namun dari caranya bersikap sopan dan sedemikian menghargai rasanya memang ia betul betul baik.
'Aku memang ingin lepas dari Kek Tanum tapi aku tak ingin bergantung pada siapapun. Kita lihat saja nanti Tuan Tampan' pikir Ranon.
Mereka berdua sudah duduk lagi di rumah Tuan Michael. Sebelumnya Ranon sudah menandai lokasi dia dijemput dua minggu lagi dengan waktu yang ditentukan.
Mr Michael tersenyum senyum memandang mereka berdua. Sengaja Bagas merangkul Ranon supaya seolah olah sesuatu terjadi.
"All is well, I am satisfied" Bagas tersenyum memndang Ranon.
"Ha ha ha, kamu bisa panggil dia lagi kalau mau. " Michael mengangguk angguk.
"Kita lihat nanti, " kata Bagas.
Tak lama Bagas berpamitan ke kamarnya.
"Ranon see you" Bagas mengedipkan satu mata. Dalam pandangan Michael anak buahnya itu sudah jatuh cinta dengan pasangan kencannya.
Hai hai ikuti IG aku ya di hana_ame51 ya
Share this novel