Nothing to Lose

Romance Series 509

Kami berdua meluncur ke kastil Mr Michael. Sesampainya di kamarku, aku tercengang. Semua nampak berantakan...... Brenda pun sontak keheranan. Kami sedetik berpandangan namun Brenda segera mencari barang barangnya yang semula ia gunakan.
"Masih lengkap, " ucapnya melihat kotak berwarna biru yang tadi aku serahkan ke dia sebelum kami pergi.
Segera Brenda memakai baju bajunya. Ia sedikit cemas terjadi sesuatu. "Kamu kehilangan sesuatu Tuan? "tanyanya perhatian.
"Aku tidak yakin. " Bagas menjawab sambil matanya cermat mengamati isi tasnya berikut berkas berkas yang ia bawa tadi, yang akan ia serahkan Pak Michael. Dalam pikirannya hanya satu, jika bukan Pak Michael, berarti anak buah Tuan Tanum sedang mengawasi siapapun yang pergi dengannya.
"Brenda saya ingin memindai ruangan ini. Bisa kamu duduk sebentar?" Dan Brenda pun mengangguk. Bagas mulai menutup semua pintu dan jendela. Dan kemudian lelaki tampan itu mengeluarkan semacam lampu namun seperti warna XRay. Sinarnya mulai disebar ke seluruh ruangan. Ada satu titik yang merespon lampu di alat yang Bagas pegang. Titik itu diletakkan cukup tersembunyi. Dan harus menggeser tempat tidur yang berdempetan dengan meja, baru alat penyadap itu ketemu. Bagas mengulurkan tangan mengambil alat tersebut dan sengaja ingin mengecoh si penjahat, sehingga alat itu kemudian dikantonginya.
"Bertemu sesuatukah Tuan?"
Bagas tersenyum simpul. "Semua beres. " jawabnya.
"Okay Brenda jangan lupa pesanku ya. Jaga kesehatan semoga selalu semangat."
"Terimakasih banyak Tuan. Aku pasti ikuti nasihat Tuan Bagas." Brenda mengedipkan satu mata. Dan sambil bersalaman ia berkata, "Saya pamit dulu Tuan. Sekali lagi terimakasih untuk makan siangnya. See you"
"Ayo kuantar ke depan"
Mereka berjalan bersisian dan detik yang sama penjemput Brenda sudah berada di depan Kastil.
Setelah Brenda berlalu, Bagas menuju dapur besar dimana anak buah bu Amy bekerja mempersiapkan hidangan untuk para tamu. Bagas bersiul siul menuju dapur, seolah olah berada di rumahnya. Sampai di depan pintu rupanya sepi tak ada orang. Bagas menepuk jidat ia baru ingat ini jam tiga siang saatnya istirahat. Buru buru Bagas masuk dan menuju ke sudut dapur sebelah lemari besar yang bersisian dengan lemari es.Segera ia ambil sesuatu dari kantung dan ia tempelkan di sudut yang tak bisa diketahui orang. Setelah rapi dan diperkirakan aman, ia pun berlalu dan ketika membuka pintu akan keluar dapur, ia bertabrakan dengan Bu Ami.
"Nak Bagas!!!??......eh maaf.... Tuan Bagas."
'Bu Ami sekali lagi panggil aku Nak' pikir Bagas.
"Maaf ya Bu saya haus tadi jadi masuk ke dapur"
"Aduuhh maaf Ibu belum kirim air ya ke kamar. " Buru buru Bu Ami mengambil satu paket minum ke kamar kamar dan dengan sigap melangkah ke kamar depan. Menyusul di belakang Bagas.
"Terimakasih Bu." Bagas cuek ketika Bu Ami merapikan kamarnya sekaligus. Di mata Bagas perlakuan Bu Ami padanya memang nampak berlebihan. Meskipun alasan Bu Ami bahwa service Tuan Michael pada semua tamunya harus excellent, rasanya ini lebih dari standard. Tapi Bagas tak mau ambil pusing. Saat ini dia hanya ingin fokus saja bekerja dan memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Selesai bekerja, Bu Ami segera pergi dari kamar.

Dalam waktu dua puluh menit kemudian, tiba tiba terdengar suara ledakan keras dari arah dapur. "Buuuummmmmm.......!!!! "
Bagas yang sedang mandi, terlonjak kaget, dan buru buru keluar dari bathtub. Ia mengguyur badannya dengan shower dan segera mengenakan handuk dan meloncat keluar kamar mandi.

Serpihan bahan bahan makanan berserakan dimana mana. Area sekitar pusat ledakan terbakar dan bahkan dinding belakang lemari es pun ikut gosong. Bu Ami masih gemetar. Ia shock dan merasa aneh karena ruangan dapur ada korsleting listrik sampai terjadi ledakan. Ya, semua orang termasuk bu Ami menganggap hal itu kecelakaan biasa. Bagas pun ikut memeriksa dapur bertepatan dengan kehadiran policeman dan Tuan Michael. Kesimpulan sementara, dan tidak perlu ada penyelidikan adalah korsleting listrik karena kabel yang dimakan tikus. Sedangkan Bagas yang merasa aneh tiba tiba teringat sesuatu, ia mengerenyitkan keningnya, dan mulai menduga duga. 'Ada seseorang yang ingin membunuhku.' batinnya dan itu membuat tubuhnya seketika sangat lemas.

Sementara itu di sebuah tempat berjarak belasan kilometer, seorang lelaki tinggi besar sedang menatap monitor. Tangannya terkepal menahan marah. Setelah memaki, ia menggebrak meja. Membuat anak buahnya terlonjak.
"Kalian ini dibayar untuk KERJA!!! Bukan untuk main main."
"Siaap Salah Boss"
"Lalu kenapa orang itu masih hidup!?!!!! Atau kalian saja yang harus dipecat!! "
"Ja... jangan Boss..... maafkan kami Boss...." anak buah Tuan Tanum tergagap meminta maaf karena merasa bersalah.
"Dasar kalian tak bergunaaaa!!!!??!"
Tuan Tanum nampak sangat marah mengetahui targetnya meleset. Benda itu tidak sesuai sasaran awal. Selain sebagai perekam juga bisa sebagai peledak ringan. Mungkin karena dipindah ke samping lemari es yang lama kelamaan memicu panas, akhirnya alat itu meledak. 'Untung tidak membuat Mr Michael curiga.' pikir Tanum dengan wajah yang nampak masam. Dia terus saja berpikir mengapa sampai anak buahnya tidak berhasil padahal mereka semua adalah preman terlatih. Dan baru kali ini mereka gagal. Sehingga kesimpulan Tuan Tanum hanya satu. Relasi Mr Michael ini tidak bisa dianggap enteng. Ia bukan orang sembarangan. Tentu saja, karena kakek dari ayah Bagas adalah seorang jenderal bintang empat. Namun tentu saja tidak ada dalam cerita, disamping karena personilnya meninggal muda, Bagas juga tak pernah tahu. Tetapi cara berpikir yang penuh kewaspadaan, mitigasi resiko, keberanian, bukankah hal hal prinsip seperti itu ada dalam DNA seseorang? Yang diturunkan ke anak cucunya tentu saja.

Bagas masih termenung dalam kamarnya di rumah Tuan Michael. Ia cukup paham apa yang terjadi. Tuan Tanum (siapa lagi yang akan dia curigai) sudah menabuh genderang perang padanya. Artinya semua gerak geriknya sudah menjadi pemicu apapun yang akan terjadi. 'Kalau begitu aku tak usah ikut campur persoalan Ranon dan Brenda. Saat hari itu tiba maka aku akan datang namun aku tak berharap. Biarkan aku murni menolong mereka, itupun jika mereka mau. Tapi jika tidak, aku tak ada beban untuk itu.' Bagas hanya berusaha memutuskan hal hal yang menurutnya aman dan tidak mengorbankan dirinya sendiri dan keluarga nya. Sesudah itu ia akan fokus pada pekerjaannya. Lain tidak.

Brenda yang tiba di markas, langsung ditarik tangannya oleh pengawal Tuan Tanum.....
"Aaahhhh sakiittt sakiiittt Tuaann. Tolong lepaskaannn!!!"
"Laporkan dulu tugasmu!"
Brenda kemudian dilemparkan begitu saja di hadapan kursi Tuan Tanum yang mirip singgasana raja, dan Brenda yang bertubuh kecil akhirnya terjatuh persis di karpet tebal di depan Tuan Tanum. "Ceritakan pertemuanmu dengan orang itu!!!" perintah Tuan Tanum dengan suara berat.

Keep in touch with me at IG hana_ame51

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience