Malam ini Melati rewel sekali dan badannya sedikit hangat. Tepat setelah satu bulan kepergian Ros.
"Bik, apakah Melati sudah diberikan obat penurun panas?"
"Sudah, Pak. Tetapi masih anget dan rewel banget," sahut Bik momo sambil terus berusaha menenangkan Melati.
"Maaaaamammaa...mmaaammmaa...," celotehan Melati terdengar jelas.
Bik Momo tertunduk menghapus air matanya, ia tahu kalau Melati sangat merindukan Ros. Sedangkan Riswan hanya bisa diam, ia pun sama merindukan Ros, bahkan dadanya terasa penuh bila kembali mengingat saat-saat kepergian Ros.
"Sini, Bik! Biar saya bawa ke kamar Ros, sambil liatin video Ros," ujar Riswan sambil mengambil alih Melati dari gendongan Bik Momo.
"Bibik tidur saja duluan, siapa tahu nanti malam kita harus gantian menjaga Melati." Bik Momo mengangguk paham, lalu berjalan ke belakang menuju kamarnya. Sedangkan Riswan menggendong Melati masuk ke dalam kamar Ros terdahulu. Dengan mata berkaca-kaca, Melati mendengarkan suara nyanyian riang dari ponsel Riswan, suara yang sangat ia rindukan. Riswan meletakkan Melati di atas ranjang, lalu menayangkan video Ros di depan Melati.
Riswan bergegas ke dapur, mengambil kotak obat. Ia baru ingat, jika dahulu Ros pernah memberikan plester demam pada Melati. Setelah menemukannya, Riswan kembali masuk ke kamar.
"Melati merindukan Bude mama ya, Nak?" tanya Riswan, sambil berbisik kepada Melati. seolah mereka sedang berkeluh kesah bersama. Dengan perlahan dan hati-hati ia menempelkan plester penurun panas pada Melati.
"Papa juga sangat merindukannya," gumam Riswan lalu memeluk Melati erat. Riswan ikut berbaring di samping Melati yang kini tengah duduk menonton video Ros.
Bik Momo yang tanpa sengaja melewati kamar tersebut dan melihat adegan itu, air matanya kembali berderai, dengan setengah berlari masuk ke dalam kamarnya. Diambilnya ponsel lalu mencoba menghubungi Ros kembali, namun tetap saja tidak tersambung.
****
Sementara itu di kampung, Ros pun tengah mengalami demam dan sakit kepala. Sudah tiga hari ia tidak bisa bangun dari tempat tidur di kamarnya. Menurut dokter, Ros terkena penyakit thypus, dan disarankan untuk rawat inap saja. Namun Ros tidak mau, ia memilih beristirahat di rumah saja.
"Tidur, Ros. Baru turun panasnya, udah begadang lagi," suara Bu Lastri, ibu dari Ros menegur Ros. Bu Lastri yang masih terjaga, memang sengaja untuk melihat keadaan Ros.
"Sebentar lagi, Bu," sahutnya lemah. Masih berbaring menatap langit-langit kamar.
"Dari kemarin kamu mengigau memanggil nama Melati, siapa Melati?" tanya ibunya.
"Masa, Bu?" Ros tersenyum tipis, merasa kurang yakin dengan apa yang barusan dikatakan ibunya.
"Iya, malah sambil nangis. Ada air matanya," terang Bu Lastri lagi.
"Mmm... anak majikan Ros, Bu. Dari bayi sampai enam bulan Ros yang urus, jadi pasti kangen berat." Ros menahan air matanya.
"Kamu susui juga?"
"Iya, Bu."
Bu Lastri memijat kaki Ros. "Trus kenapa kamu berhenti?"
"Majikan saya mau nikah, Bu. Dia duda."
"Kamu cemburu? Kamu suka juga dengan majikan kamu? Trus kamu pergi karena tidak percaya diri, gitu?" cecar Bu Lastri pada anaknya. Membuat Ros terheran, tidak biasa ibunya banyak bicara seperti ini.
"Kok ibu tahu? Ibu bisa nerawang ya?" Ros terkekeh.
"Udah ketebak. Kamu ingat tidak? waktu kamu kelas satu SMP, ada kakak kelas yang kamu suka, pas tahu dia udah punya pacar. Kamu sakit juga kena thypus. Pas SMA juga gitu, kamu naksir ketua OSIS, eh orangnya malah pindah sekolah, kamu nangis semaleman. Besoknya thypus."
"Ha ha ha...," Bu Lastri menertawakan anaknya. Sedangkan Ros hanya bisa menyeringai sambil menahan sakit kepala.
"Jadi, kalau kamu sakit thypus pasti karena baru saja patah hati."
"He he he... ibu benar," sahut Ros sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ibu berdoa kamu agar istiqomah seperti ini, sholat dan mau puasa senin kamis. Tidak perlu balik lagi bekerja dengan Kojek. Mencoba hidup lebih baik, agar nanti ketemunya juga lelaki baik. Kalau kamu masih bekerja di sana, maka yang kamu temui adalah lelaki yang tidak baik juga." Ros hanya mengangguk paham. Ia memang sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak akan kembali ke kafe Kojek.
Setelah ibunya kembali ke kamar, Ros mengambil ponsel. Lalu memperhatikan layar depan ponselnya yang terpasang foto Melati yang sedang digendong oleh Riswan. Kembali Ros meneteskan air mata, "sampai kapanpun kalian berdua adalah keluargaku. Semoga bapak dan Melati selalu sehat," ucapnya pelan sambil memeluk ponselnya. Jiwa dan raganya seakan benar-benar sedang memeluk erat dua orang yang sangat ia rindukan saat ini.
"Ya Allah, betapa aku kangen," gumamnya. Lalu meletakkan kembali ponselnya. Ros memilih keluar kamar, lalu berwudhu. Semoga setelah berwudhu, ia bisa lebih tenang.
****
Riswan membawa Melati kembali ke rumah sakit bersama dengan Bik Momo, karena panas badannya tidak kunjung turun. Untung saja hari ini dokter anak di rumah sakit tersebut tidak terlalu ramai. Sehingga mereka tidak terlalu jauh mendapat nomor antrean. Bik Momo masih dengan setia menggendong Melati sambil memutar suara Ros. Cukup hanya memperdengarkan suaranya, Bik Momo tidak berani jika terlalu sering memperlihatkan Melati video Ros, karena mengkhawatirkan kesehatan mata Melati.
"Riswan ya?" suara seorang wanita memanggil nama Riswan, membuat lelaki itu menoleh. "Iya, saya Riswan. Mbak siapa ya?" tanya Riswan heran, alisnya pun ikut bertaut.
"Itu Melati? Duh, lucu banget!"
"Maaf, Mbak. Mbak siapa?"
"Saya Daren temannya Ros."
"Oh, berarti Mbak tahu di mana Ros?" tanya Riswan tiba-tiba semangat.
"Hah? Bukannya Ros kerja sama kamu? Justru itu saya mau tanya, Ros tidak bisa dihubungi. Sudah satu bulan, biasanya dia suka curhat."
"Ros berhenti," sahut Riswan datar.
"Hah? Kok berhenti. Katanya dia cinta sama kamu dan Melati. Kenapa malah dia pergi?" ujar Daren dengan suara sangat jelas. Membuat Riswan membelalakkan matanya.
"Barusan Mbak bilang apa?" tanya Riswan lagi, hatinya berdebar kencang.
"Ck, ga peka sih kamu. Ros itu sayang sama kamu dan Melati, juga bibik. Tapi dia minder. Katanya kamu mau nikah, jadi dia lebih baik mundur. Tapi dia ga bilang kalau mau berhenti secepat ini,"
"Ros itu cinta sama kamu, sama anak kamu. Tapi kamunya nggak, kamunya cuek, kamu ga peka, karena dia cuma wanita sampah. Kami memang dari lingkungan tidak baik tapi bukan berati kami tidak punya hati tulus untuk mencintai seseorang."
"Permisi." Dengan air mata bercucuran, Daren pergi meninggalkan Riswan yang masih tergugu.
****
Maafkan saya baru bisa update lagi. Apa kabar teman-teman semua? semoga selalu sehat wal afiat ya. Novel Menjadi Susu Ibu, kini sudah tersedia versi di google play store. Tak sabar dengan keseruan kisah cinta Ros dan Riswan, silakan mampir di play store ya.
Share this novel