9. Tak Paham

Romance Series 9529

Riswan mencoba memejamkan matanya, namun gagal. Dia membuka ponselnya lalu melihat foto-foto almarhum istrinya Annisa. Riswan tersenyum tipis.

"Sayang aku merindukanmu." ucap Riswan pada foto istrinya dengan mata berkaca-kaca. Riswan mencium foto tersebut. Annisa wanita sholeha adalah teman Riswan semasa kuliah dan Riswan sangat mencintainya.

Annisa mengalami pendarahan saat melahirkan bayi Melati secara cesar. Peristiwa itu membuat Riswan sangat terpukul dan hampir kehilangan semangat hidup. Namun dia harus kuat karena ada Melati yang harus dia jaga. Riswan merasa sangat bersyukur karena wajah Melati sangat mirip dengan Annisa.

"Semoga Allah memberimu surga istriku." gumam Riswan lagi sambil mencium foto istrinya lalu tertidur.

Tok..tok..
"Pak, shubuh." panggil Ros dari balik pintu membangunkan Riswan.

Ini hari ketiga di rumah tanpa Bik Momo karena anaknya masih dirawat.

Tak ada jawaban dari dalam. "Pak." panggil Ros lagi demgan suara sedikit dikeraskan.

Sambil perlahan membuka pintu kamar, Betapa kagetnya Ros, saat melihat wajah pucat Riswan masih terbaring di tempat tidur. Ros menghampiri ranjang Riswan dan memegang kening majikannya itu dengan ragu.

"Ya ampun Bapak demam? Badan Bapak panas sekali." ucap Ros panik.

Riswan masih merintih sakit seluruh badannya ngilu dan kepalanya tidak bisa diangkat karena sakit luar biasa.
Ros berlari ke dapur untuk mencari obat dan menyiapkan air kompresan.
Bergegas Ros kembali ke kamar dan memberikan obat kepada Riswan.

"Ini Pak, obatnya." ucap Ros
"Sini saya bantu duduk, maaf ya Pak." dengan sigap Ros mengangkat pundak belakang Riswan untuk membantunya minum obat. Riswan menurut, memasukkam obat ke dalam mulutnya, lalu minum air hangat yang diberikan oleh Ros.

Riswan kembali merebahkan tubuhnya, kepalanya masih sangat sakit jika duduk lama. Ros dengan cekatan mengompres kening Riswan.

"Oeekk...oeekk..." bayi Melati menangis cukup kencang. Ros keluar dari kamar Riswan lalu mengangkat Melati. Ros bingung harus bagaimana. Ia mengambil ponselnya lalu menelepon seseorang.

"Hallo Dokter Dewi, maaf shubuh-shubuh mengganggu, ini tuan saya sedang sakit, Dok. Apakah bisa ke rumah saya sekarang? saya bingung." ucap Ros sambil menggendong Melati dengan kain.

Sepuluh menit Ros menunggu kedatangan Dokter Dewi. Yang tidak lain adalah tetangga satu blok Riswan. Bik Momo yang memberikan nomor telepon dokter tersebut, berjaga-jaga saja kalau tiba-tiba ada yang sakit.

"Permisi." seru seseorang dari balik pagar rumah Riswan. Bergegas Ros membuka pintu rumah lalu pintu pagar.

"Dokter Dewi, saya Ros. Mari masuk, Dok." Ros tersenyum ramah, mempersilahkan Dokter Dewi untuk masuk dan memeriksa Riswan.

Ros memperhatikan Riswan yang sedang diperiksa oleh dokter tersebut degan seksama. Hatinya pun gelisah, jangan sampai majikannya ini sakit yang parah.

"Kalau dilihat dari gejalanya sih, ini thypus, Mba. Jadi harus dirawat baik-baik ya, ini obat sementara, yang ini resep obat yang harus di beli di apotek pagi ini. Tidak boleh makan yang keras-keras, hanya boleh bubur nasi." jelas Dokter Dewi.

"Jika sampai besok masih panas naik turun dan tidak bisa bangun seperti ini, saya sarankan dibawa ke rumah sakit saja."

"Baik, Dok. Terimakasih atas bantuannya." ucap Ros mengangguk paham sambil memberikan amplop berisi uang kepada Dokter Dewi. Lalu mengantarnya sampai pagar.

"Nak, hari ini jangan rewel yaa, baik hati ya sayang, Bude mama harus mengurus ayah yang lagi sakit." ucap Ros bicara kepada Melati saat masuk ke dalam kamar Riswan dan meletakkan di dalam box.

Sayup-sayup, Riswan mendengar ucapan Ros kepada anaknya. Namun ia tidak mampu membuka mata.

Ros ke dapur membuat teh hangat dan bubur nasi. Dia membaca petunjuk memasak bubur di group cookpad. Dua puluh menit berada di dapur, Ros kembali ke kamar Riswan dengan nampan berisi bubur ayam serta teh hangat.

Dengan sangat hati-hati menaruh namoan tersebut di meja samping kamar Riswan.

"Pak, sarapan dulu ya, ini obatnya diminum, saya mau mandikan Melati sebentar." Ros lalu mengangkat Melati dari box dan keluar dari kamar Riswan.

Ros memandikan Melati dengan cepat, tidak seperti biasa yang mengajaknya banyak bicara. Pagi ini, Ros menjadi khawatir dengan keadaan Riswan. Sehingga semua pekerjaan ia ingin lakukan dengan cepat.

"Cayang Bude mama sudah harum, sekarang ayo kita nen" Ros berbisik pada Melati yang tersenyum lucu menatap wajah Ros. Baru lima belas menit menyusu, Melati sudah pulas. Biasanya Ros perlu waktu satu jam untuk membuat Melati tidur kekenyangan dengan asinya.

"Wah anak bude cepat sekali kenyangnya, ya udah bobo yaa." ucap Ros mengecup pipi bulat Melati sambil merapikan baju atasannya lalu menempatkan bayi Melati di tengah kasurnya, yang dikelilingi bantal dan guling.

Tok..tok..
"Pak, maaf saya masuk mau ambil piring bubur." ucap Ros pelan.

Ternyata buburnya belum dimakan begitu juga dengan tehnya yang belum tersentuh.

Riswan masih dalam posisi tiduran dengan mata sayu berkata " kepalaku sakit, aku ga bisa bangun untuk makan ." ucap Riswan lirih

"Ya sudah sini saya suapin pak." ucap Ros tak tega melihat Riswan yang benar-benar kepayahan.

Sepertinya Melati sangat paham ayahnya sakit sehingga dia anteng dan tidur dengan cepat.

Ros menyuapi Riswan dengan sabar tanpa berani menatap ke matanya, dia takut bos nya ini pasti marah kalau sampai Ros ketahuan memperhatikannya. Begitu juga dengan Riswan tak berani menatap Ros yang sedang menyuapinya. Ada perasaan aneh yang dirasakan oleh Riswan.

Kunciran rambutnya berantakan dan wajahnya juga kucel. Sekilas Riswan mencuri pandang ke arah Ros lalu tersenyum tipis. Dalam hatinya dia mengucapkan terimakasih atas bantuan dan perhatian Ros kepadanya.

"Pak, sekarang minum obatnya ya lalu istirahat ya.  Saya masih banyak pekerjaan, daan saya perlu mandi. Saya tidak mau bapak sampai meriang lagi karena mencium bau ketek saya yang kecut ini." ucap Ros sambil nyengir dan berjalan keluar kamar.

"Ros." panggil Riswan. "Terimakasih" lanjutnya sambil tersenyum.

Ros berbalik dan menatap Riswan. "Tak perlu sungkan Pak." sahut Ros sambil tersenyum.

****

Ros kembali dari apotek lalu masuk ke rumah, Melati masih tertidur di gendongannya. Untung saja sepagi ini sudah ada apotek yang buka tidak jauh dari komplek perumahan mereka.

Ros meletakkan Melati di kamarnya, kemudian ia pun bergegas ke kamar Riswan  untuk membantu Riswan meminum obatnya.

Panas badan Riswan masih naik turun, Ros seharian ini bolak balik mengompres. Tak ada keluhan, dia melakukannya dengan senang hati. Ros sudah menganggap Riswan dan Melati adalah keluarganya. Meskipun perlakuan Riswan berbanding terbalik saat ia sakit beberapa hari yang lalu.

Ting...ting..ting...

Ponsel Riswan berbunyi.

Mama

Ros mengintip siapakah yang menelepon. Lelaki itu tidak sadar jika ponselnya berdering karena tidur terlalu nyenyak sehabis minum obat. Ros dengan ragu mengangkat telpon dari ibu Riswan.

Hallo Assalamualaikum.

Wa'alaykumussalam, siapa ini?

Saya Ros nyonya, bapak lagi sakit baru tidur jadi saya yang angkatnya teleponnya.

Riswan terbangun mendengar suara Ros berbicara menggunakan ponselnya.
Ros menoleh ke arah Riswan.

"Mmh..mmaa...maaf, Pak. Saya lancang, ini  nyonya yang telepon, makanya saya angkat." Ros tergagap karena melihat rona tidak suka Riswan saat ponselnya dipegang Ros.

Ros mengembalikan ponsel itu ke tangan Riswan, lalu keluar dari kamar Riswan.

"Iya, Mah. Sudah mendingan kok, cuma masih pusing dan meriang." ucap Riswan

"Iya, ga papa ada Ros yang membantu saya." ucap Riswan lagi.

"Ya, Mah. Wa'alaykumussalam." Riswan menutup telponnya, lalu lanjut berbaring.

Malam sudah larut, Melati sudah tertidur di boxnya sedangkan Riswan masih menggigil dan panas tinggi.

Ros menengok ke dalam kamar Riswan, dia terperanjat karena badan Riswan bergetar menggigil.

"Ya allah, Pak. Panasnya naik lagi." Ros panik memegang dahi Riswan yang panas dia lalu mengompres kembali dan menyelimutinya.

Suara tangisan Melati terdengar dari kamar Ros, Ros dengan cepat berlari dan menghampiri. Ia kebingungan sendirian, Melati dan Ayahnya sama-sama perlu bantuannya.

Box tidur Melati digeser masuk ke dalam kamar Riswan, Ros memutuskan untuk tetap berada di dalam kamar bosnya beserta Melati sampai panas bosnya turun.

Melati sudah tidur kembali setelah menyusu setengah jam. Badan Ros terasa sangat pegal, dia memiringkan kepalanya ke kanan dan kekiri, lalu menghampiri Riswan yang masih menggigil.

"Mmhh...Pak, ada yang bapak butuhkan?" tanya Ros pelan.

"Tolong ...peluk saya." ucap Riswan pelan sambil menggigil.

"Aa..apa?" tanya Ros kaget mendengar jawaban bosnya.

"Cepat tolong saya, tenang kamu akan saya bayar." ucap Riswan.

Mata Ros berkaca-kaca lalu duduk mendekati Riswan dan membuka selimutnya, dengan ragu dan kaku Ros memeluk Riswan dari samping.

"Sekalinya pelacur tetaplah pelacur, tetap akan diperlakukan sebagai pelacur." jerit hati Ros yang sangat menyakitkan, dia tak pernah sesakit ini sebelumnya mendengar ucapan orang tentang dirinya, tapi hari ini Riswan memperlakukannya seperti dirinya memang pelacur yang dibayar setelah memuaskan pelanggannya. Padahal ia tulus dan ikhlas membantu Riswan yang sedang sakit, tidak mengharapkan imbalan apapun.

Lama mereka berpelukan yang ada hanya suara Ros menarik air hidungnya yang basah karena menangis, wajahnya dia palingkan di balik bahu kanan Riswan tak ingin melihat wajah Riswan. Ros sadar diri di sini dia hanyalah pesuruh yang dibayar untuk melakukan apapun yang dikehendaki tuannya.

Apalagi memang kondisi Riswan sedang sakit. Ros pasrah dia sudah habis tenaga dari kemarin mengurus Riswan dan Melati bergantian.
Ros merasakan tubuh Riswan kini tak terlalu menggigil namun terasa lebih berat. Ternyata Riswan tertidur dipelukan Ros. Ros menidurkannya lalu menyelimuti dan melanjutkan mengompres kepalanya.

"Bapak tau, tak semua yang saya lakukan harus bapak bayar dengan uang. " gumam Ros bangkit menghampiri box Melati.

"Anak cantik bude, hari ini sangat pintar. Mmmuuaachh."  Ros mengecup pipi Melati. Lalu duduk di samping kasur Riswan sambil lima belas menit sekali mengganti kompresannya.

Adzan shubuh berkumandang. Pelan Riswan membuka mata, kepalanya terasa ringan dan saat melihat sekeliling betapa kagetnya Riswan mendapati Ros tertidur di sampingnya dengan handuk kompres di tangannya.

Riswan memperhatikan wajah polos Ros tanpa riasan, Ros cantik dengan daster maroon yang dipakainya, meskipun dalam keadaan berantakan seperti itu. Riswan mengulum senyum.

Ros terbangun, buru-buru Riswan memejamkan mata lalu berpura-pura masih tidur. Ros memeriksa dahinya.

"Alhamdulillah sudah tidak panas." gumam Ros. "Sehat ya pak." Ros berkata pelan sambil menepuk tangan Riswan.

"Ooeekk...ooeekk..."Melati terbangun.

Ros bergegas mengangkat Melati dan menyusuinya di kursi dekat kaca hias dengan posisi membelakangi Riswan yang masih berpura-pura tidur.

****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience