Abil Shidiq Arsalan

Drama Series 6565

Disinilah aku, disebuah penjara suci yang telah ku tempati sekitar 10 tahunan lebih dan saatnya kini aku harus kembali pulang ke rumah karena kuliahku disini sudah selesai, disebuah Fakultas Kedokteran.

Memang sih, aku disuruh oleh abah kyai untuk mengabdi dipenjara suci ini, namun umi juga menyuruhku agar setelah selesai kuliah aku harus pulang ke rumah. Tak bisa dipungkiri akupun sudah rindu dengan keluarga baruku, ya keluarga baru karena aku hanyalah anak angkat dikeluarga umi Fatimah dan abi Faiz dan kakak angkat untuk si imut Fia, ah masih imut kah dia, hehehe.

Aku sebenarnya hanyalah anak yang diasuh oleh seorang nenek disebuah panti asuhan, hanya saja ketika umi Fatimah dan abi Faiz melihat kecerdasanku menjadi ingin mengabdosiku yang pada waktu itu umi dan abi sedang menjadi donasi untuk panti asuhan kami. Betapa senangnya hatiku, namun entah sampai sekarang aku belum pernah sama sekali bertemu dengan keluarga asliku. Kata nenek Sa'diah-pengasuh panti asuhan- aku ditemukannya didepan gerbang panti asuhan diwaktu malam hari, saat itu usiaku baru saja menginjak 1 minggu, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kondisiku waktu itu yang malam itupun tengah terjadi hujan deras dan kata nenek Sa'diah pula sewaktu aku ditemukan tubuhku sangat dingin dengan bibir yang membiru, namun Allah Maha Baik sehingga sampai kini aku bisa terselamatkan.

"Lan ... kapan anta pulang?," ucap Rizky-teman sekamar dipondokku- mengagetkanku yang tengah asik bernostalgia.

"Astaghfirullah! Anta nih ngagetin aja, nanti satu hari lagi Riz," jawabku dengan pandangan yang masih lurus kedepan taman yang penuh dengan berbagai bunga, termasuk bunga dandelion bunga kesukaan Fia, ah masihkah dia menyukai bunga unik itu.

"Ouh ... satu hari lagi toh, lha terus lamaran ukh Riska gimana?," ucap Rizky kembali membuatku kaget namun segera ku normalkan lagi.

"Entahlah Riz, sebenernya ana belum pengen cepet-cepet nikah, ana pengen bahagiain orang tua ana dulu," ucapku lemah.

"Hei ... kan bisa sama-sama ngebahagiaan orang tua ketika udah menikah, gak masalah bukan?," ucap Rizky terus memojokkanku.

"Hufhhh, tapi ana ngerasa belum siap aja," gumamku sambil menundukkan kepalaku.

"Terus nanti anta mau bilang apa sama ukh Riska tentang lamarannya?," tanya Rizky kembali.

"Ya ana tinggal bilang, kalo kita memang gak berjodoh," jawabku santai.

"Ya udahlah, terserah anta aja yang penting anta selalu bahagia ... eaaaa," ucap Rizki kembali kemudian kami tertawa bersama.

Sekarang aku masih duduk dihalaman taman yang penuh dengan bunga, karena hari ini adalah hari-hari terakhirku dipondok jadi abah kyai dan bu nyai memperbolehkanku untuk hanya sekedar berjalan-jalan diluat pondok sedangkan Rizky sudah meninggalkanku sejak tadi. Ponsel pintarkupun sudah bebas bisa kupegang karena memang setiap dipesantren pasti ada waktu tersendiri untuk bermain ponsel, akupun berniat untuk mengirim pesan kepada umi.

Abil Shidqi Arsalan:
Assalamu'alaikum umi

Umi Fatimah Tuzzahra:
Wa'alaikumussalam banggg.

Setelah membaca balasan dari uminya yang tiba-tiba cepat tak seperti biasanya, Abil merasa agak aneh apakah ini uminya atau adeknya?.

Abil Shidqi Arsalan:
Ini umi atau adek?

:Umi Fatimah Tuzzahra
Adek bang hehehe????

Abil Shidqi Arsalan:
Noh kan bener, udah abang tebak dek??, terus umi mana?

Umi Fatimah Tuzzahra:
????, lagi ke pasar bang ih nyariinnya cuman umi doang lah adeknya gak dicariin...abang Abil juahaddd????

Lah tuh kan kumat lagi lebaynya. Batin Abil seraya terkekeh melihat balsan dari adeknya.

Abil Shidqi Arsalan:
Ciee yang mau nikahhh??????

Goda Abil dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya, Abil mengetahui rencana pernikahan adiknya yang akan dilangsungkan satu minggu lagi. Dan satu hari yang lalu juga Fia sudah menceritakan tentang khitbahan temannya kepada uminya, dan akhirnya uminyapun setuju dan terjadilah pertemuan antar dua keluarga.

Umi Fatimah Tuzzahra
Ih apaan sih bang, kok malah seneng sih???

Abil Shidqi Arsalan
Lah kan adek mau nikah, masa abang harus sedih?

Umi Fatimah Tuzzahra
Ya sedih lah bang, kan nanti udah jarang ketemu abang, adek kan harus tinggal dirumah mertua...abang juga baru pulang kan nantinya??

Setelah selesai berchatingan dengan adiknya, Abil segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pesantren. Abil ingin beristirahat senentar seraya menenagkan pikirannya.

***

"Hati-hati ya dijalan, jangan lupa sama kita lho," ucap Rizky ketika kami telah sampai distasiun untuk mengantarku, sedangkan Kyai dan Nyai tidak ikut mengantar karena sedang ada keperluan penting dipesantren.

"Ya gak lah, mana mungkin ana lupain teman baik ana," jawabku dengan senyum tulus, suara pemberitahuan bahwa kereta yang dinaiki Abilpun sudah berbunyi. Mereka bertiga saling berpelukan, bukan hanya Rizky yang mengantar Abil melainkan juga dengan Ihsan, adik kelasnya dipesantren.

"Fii amanillah *Semoga (engkau) selalu dalam lindungan Allah," ucap Rizky seraya menepuk bahuku pelan, sedangkan Ihsan hanya menatapku dengan mata berkaca-kaca. Ah pasti dia sangat sedih, bagaimana tidak, diapun sudah ku anggap sebagai adikku sendiri.

"Aamiin, in syaa Allah ... ya sudah, ana pulang dulu ya, ingat! tetap jaga hafalan kalian, Wassalamu'alaikum," ucapku seraya tersenyum dan memasuki kereta yang akan mengantarku hingga stasiun dikotaku.

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka berdua dengan Ihsan yang menganggukan kepala.

Huff, memang tak mudah meninggalkan orang yang sudah kita anggap sebagai saudara sendiri apalagi telah bertahun-tahun bersama pasti sangat sedih ketika harus meninggalkannya. Tapi, aku usahakan agar tetap tegar dan jangan lupa, aku juga sebentar lagi akan bertemu dengan keluarga yang sudah lama mengasuhku hingga aku menjadi seperti ini, in syaa Allah calon dokter!.

###
(TBC)

komennya kecilnya jangn lupa:)
[belum direvisi]

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience