Setelah menghabiskan seporsi makan malam ingin rasanya aku memejamkan mata, namun suak karena pertanyaan dari Bunda.
"kamu benar tidak ingat teman-temanmu?". Aku melayangkan pandangan ke jendela yang tidak jauh dari tempat tidurku.
"Sama sekali tidak," jawabku dengan pelan. Aku segera membuang pandanganku ke arah pintu dimana Ayah sudah berdiri tegap di sana, namun ia tampak berbeda dari sebelumnya kini ia terlihat bermuram durja.
Sedangkan yang aku ingin mereka tetap bahagia.
"Ayah, pasti butuh istirahat mukanya kusut, mending sekarang Ayah sama Bunda istirahat, besok pagi Shilla mau Ayah sama Bunda nemenin Shilla jalan-jalan di luar kamar." semoga aku berhasil membujuk Ayah yang terlihat menyunggingkan senyumannya itu. Aku tidak mendengar jawaban dari bibirnya, hanya anggukkan yang ku terima darinya.
"Yaudah Shilla juga tidur ya, biar cepet sembuh total," ujar Ayah.
beberapa menit berlalu, rasanya sulit sekali untuk terjaga. Aku melirik kedua orangtuaku yang sepertinya sudah terlelap, dengan perlahan aku turun dari ranjang dan berjalan menuju jendela, aku melihat seorang laki-laki berdiri di depan bunga-bunga mawar itu. sekali lagi aku melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 22:00.
"Dia benar-benar kurang kerjaan," gumamku. Aku memilih untuk segera beristirahat rasanya tidak sabar menunggu besok pagi.
******
Sang kirana yang menembus sela-sela tirai kini berhasil membangunkanku, suara kicauan burung-burung yang berlalu lalang di depan jendelaku memperindah suasana pagi ini. Aku menampak ke arah Ayah dan Bunda yang masih terjaga, tidak sampai hati rasanya jika harus membangunkan mereka, langkahku tertahan dengan seruan Bunda.
"Sudah kamu diam di situ, biar Bunda aja."
"Bun temenin Shilla ya." Bunda menganggukkan kepala seakan mengiyakan.
Aku benar-benar tidak habis pikir, saat di taman aku bertemu dengan laki-laki yang semalam aku lihat dari kaca jendelaku. aku terus menatap ke arah laki-laki yang duduk di bangku tidak jauh dariku. sesekali aku membuang pandanganku saat dia melirikku. dan itu terjadi terus menerus selama aku masih ada di rumah sakit itu, aku selalu melihat dia ada di dekat bunga itu, aku rasa dia bukan pasien hingga suatu ketika aku bertemu dengannya di lorong menuju kamarku.
"Shilla bunda mau bayar administrasi dulu ya, kamu nggak apa-apa kan kembali ke kamar sendirian?".
"Bunda tenang aja Shilla bukan anak kecil lagi."
kini aku berjalan meninggalkan Bunda, suasana saat itu seketika menjadi dingin, dari jauh aku melihat laki-laki itu berjalan berlawanan arah.
"Baru kali ini aku bertatapan muka dengannya."
Dia menyunggingkan bibir kepadaku, tidak ada yang aneh darinya dia terlihat seperti laki-laki biasa. ketika aku memasuki kamar aku melihat setangkai bunga mawar di atas nakas di samping ranjangku. siapa lagi jika bukan kelakuan Ayah.
Entah sejak kapan Ayah menyukai bunga, sehingga harus setiap pagi menghadiahiku bucket, sedangkan aku sudah melarangnya. Namun hal itu tak membuatku berpikir panjang.
"Shilla kita kemas-kemas ya Ayah sudah perjalanan ke sini."
Mendengar ucapan Bunda aku segera mengemasi barang-barangku. Aku sempat berpikir untuk membawa bunga itu tapi untuk apa hanya setangkai sudahlah biarkan saja.
Saat aku berjalan memasuki mobil aku kembali melihat laki-laki itu duduk di tempat yang sama, di bangku dekat bunga-bunga mawar itu. Tapi kini dia seakan memperhatikanku dari sana, hingga mobilku berjalan meninggalkan rumah sakit itu pun dia masih mengarahkan pandangannya kepadaku. Tapi bagiku itu bukan hal yang harus dipikirkan.
Share this novel