Absurd

Romance Completed 426

Aku mengisi hari-hariku dengan monoton, tidak ada perubahan setiap harinya, sama saja seperti di rumah sakit. Aku ingin sesuatu yang berbeda, namun ada sedikit yang berbeda dengan malam-malamku, selalu dan selalu saja aku bermimpi tentang mawar. Setelah aku menceritakan semua kepada orangtuaku akhirnya Ayah dan Bunda memutuskan untuk memasukkanku ke salah satu Universitas di tahun ajaran baru nanti. Siapa tahu saja ketika kembali berbaur dengan orang-orang semua akan berubah.

Hari ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu yaitu hari pertamaku masuk kuliah di jurusan Ilmu Politik. bertemu dengan teman-teman baru, suasana baru, dan dunia baru. Selesai jam kuliah aku berniat untuk berkeliling kampus menghapal kelas-kelas dan ruangan-ruangan yang nantinya akan sering aku pakai.

"Hai Shill, kenalin aku Nafisa, temen sekelas kamu, aku yang duduk di pojok kiri kamu," Nafisa adalah teman pertamaku, dia adalah gadis cantik dan berbehel. Suaranya khas sekali, dia memiliki badan yang tinggi, tinggi badan idealku pun masih tumbang darinya. kadang aku sedikit minder saat berjalan dengannya.

Dan kabar baiknya dia tinggal tidak jauh dari komplekku. Dia baru saja pindah ke kotaku beberapa bulan yang lalu, karena parasnya yang cantik, banyak sekali laki-laki yang jatuh hati kepadanya. Walaupun seperti itu tidak sedikit juga laki-laki yang mencoba untuk mendekatiku, itu justru membuatku terganggu. Bukan aku kelainan tapi akan ada masa dimana aku akan bertemu dengan pasanganku.

Dia memiliki seorang kakak perempuan yang juga menempuh pendidikan di sana, namanya Alya mereka sama-sama cantik. tidak jarang kami selalu menghabiskan waktu bersama entah di kampus atau di luar kampus. Kami bagaikan amplop dan perangko, mereka pun saling berbagi pengalama kepadaku dari yang lucu hingga menegangkan, dari kisah keluarga hingga percintaan mereka. Sepertinya aku berhasil membuat hidupku berubah. Tidak jarang mereka bercerita tentang sesuatu hal yang berbau mistis, jujur saja aku memang tipe-tipe orang yang bisa dibilang "I don't care about this"

Sampai suatu ketika tiba-tiba saja Alya berdengking kearahku, itu berhasil membuatku bergidik aku bertanya-tanya dalam manikku.

"Apa aku membuat kesalahan yang tidak aku sengaja?"

"Pamali, pamali," Dia terus mengucapkannya. Aku semakin bingung dibuatnya.

"Dulu pernah ada yang kesurupan waktu mengaca di bawah pohon ini," rasanya sedikit lapang perasaanku, namun jantungku masih belum bisa berdegup normal karenanya.

Aku hanya menghela napas dan menyimpan kembali mirat itu ke dalam tas hitamku. Jelas saja setiap mereka bercerita tentang hal-hal seperti itu tidak ada satupun yang ku percayai. Tapi setelah kejadian itu aku ada beberapa hal absurd yang sulit di jelaskan dengan logika. Namun aku berusaha tenang dan tetap berpikir positif aku yakin itu bukan karena aku bercermin di bawah pohon itu.

Drrrttt-Drrrrttt-Drrrttt

Bunyi ponsel itu membangunkan diriku yang baru saja terjaga. Rasanya berat sekali untuk membuka mataku, tapi dering ponsel itu terus menyeruak hingga ke ubun-ubun.

"Akh, shit! mengganggu saja," eluhku dengan menatap layar ponsel.

"Haaaa," isi pesan itu membuatku terjingkat dan tiba-tiba saja rasa lelah itu hilang. Aku segera bergegas merapikan diri, dan aku harus merelakan sarapan pagiku karena aku benar-benar sudah terlambat. Dengan napas tersengal-sengal akhirnya sampai juga di lantai 5 aku tercangak-cangak mencari kelas yang akhirnya ku temukan, namun aku sedikit heran kenapa hanya ada 3 temanku saja di dalam kelas bahkan si cerewet Nafisa pun tak terlihat.

"Mana Nafisa dia bilang aku sudah terlambat, ternyata dia mengerjaiku, awas saja kamu." aku mulai membuka suara kepada mereka dengan pertanyaan namun hanya gelengan kepala yang aku dapatkan. Mereka terlihat berbeda sekali mungkin karena mereka terlalu lelah mengerjakan tugas semalaman yang memang itu menyulitkan. Secara tidak sengaja aku menjatuhkan spidol dari meja dosen alih-alih ingin mengembalikannya, aku menemukan hal yang janggal. ketika membungkukkan badan aku tidak melihat kaki ketiga temanku itu, aku kembali berdiri aku pikir mereka telah pergi tanpa sepengetahuanku, tapi ternyata salah mereka masih duduk membatu di sana dgngan tatapan kosong. Hanya untuk memastikan saja aku kembali membungkuk dan aku masih belum menjumpai kaki-kaki mereka.

Dengan tidak merubah posisiku aku berjalan mundur secara perlahan. seluruh tubuhku kini menggegar hebat, dingin yang bisa ku rasakan. Sedingin ketika bertemu dengan laki-laki aneh di rumah sakit itu. Aku segera berlari ketika sudah mendekati pintu dan aku berhasil meloloskan diri dengan perasaan campur aduk.

"Loh Shil, kamu ngapain di sini, dosen udah dateng loh, dari tadi aku nungguin kamu," suara Nafisa itu membuatku bergidik dua kali.

"Sialan! kaget tahu."

Nafisa berdecap ketika melihat wajahku yang berantakan, dan tidak enak dilihat.

"Sini ikut aku, biar terlihat sedikit fresh," dia menarikku menuju kamar mandi yang cukup jauh dari kelas. ketika dalam perjalanan sungguh tidak disangka-sangka jika aku akan bertemu dengan laki-laki aneh itu lagi. Dia menatapku dengan senyuman yang sama. Yang ada dalam pikiranku saat itu dia laki-laki yang kuat ingatan. Sesampainya di kamar mandi aku berjalan menghampiri kaca besar yang melekat di dinding kamar mandi. Aku turut prihatin dengan wajahku mata sembab dengan lingkaran hitam hasil begadangku, tapi ada hal lain yang membuatku takï angkat kaki dari kaca itu perlahan wajahku berubah dan kini aku melihat wajah lain dari cerminanku.

Dan itu membuatku bersiah keluar tanpa sadar aku meninggalkan Nafisa yang masih di dalam toilet. Urusan Nafisa pikir belakang saat ini aku memilih menunggunya keluar tidak jauh dari kamar mandi. Benar saja beberapa memit kemudian dia keluar dengan wajah murkanya.

"Nafisa maaf," entah terbuat dari apa hatinya aku yang sudah meninggalkannya pun masih di maafkan.

"Payah, ya sudahlah ayo kita ke kelas."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience