Malam itu sungguh membuatku bercucuran keringat dingin, lagi-lagi ada sebuah teka-teki yang belum bisa aku pecahkan. Aku melihat laki-laki itu datang ke arahku dengan sekotak cincin berlian dan bunga mawar, tapi yang mebuatku bertanya-tanya ada apa antara aku, dia dan pohon besar itu.
"Aku ingin menikahimu," ucapan itu yang terus menghantui diriku. Semenjak delusi itu datang aku semakin sering bertatap iras dengannya setiap kali bertemu, kami seakan semakin dekat namun tanpa sepatah kata pun keluar. Atau sebenarnya dia itu laki-laki bisu yang ingin mendekatiku dengan caranya sendiri.
Sampai suatu ketika, tiba-tiba saja aku teringat dengan cerita Alya tentang mahasiswa yang tewas 7 bulan yang lalu. Aku tak bermaksud untuk mengungkit-ungkit sekotak cincin dan mawar yang tergeletak tidak jauh dari jenazahnya. Dan jawaban Alya itu membuatku tergemap, bibirku seakan membatu dan perasaan gelisah. Apa yang Alya ceritakan sama persis dengan apa yang aku mimpikan malam itu. kemudian aku bertanya kembali dimana lokasi laki-laki itu terpental namun sayang Alya hanya mengetahui tubuh perempuan itu tergeletak di bawah pohon dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya.
Perlahan ada sebuah kolase bayangan-bayangan kecelakaan itu terjadi, semakin dalam aku mengingat semakin sakit yang aku rasakan dan aku melihat semua menjadi gelap erang. Aku terbangun dengan infus yang membenam di tangan kiriku dan bantuan oksigen melekat di hidungku. Perlahan aku menggerakkan jari-jemariku, aku mencium aroma mawar itu sangat pekat. ku buka pelan kedua mataku samar-samar aku melihat seorang laki-laki berbaju hitam berdiri di samping ranjangku. Dia tersenyum ke arahku, kini aku benar-benar bisa mengenalinya, Cakra iya dia adalah Cakra Pramuditya laki-laki yang ku anggap sebagai hidup dan matiku, laki-laki yang tulus mencintaiku, betapa bahagianya aku laki-laki yang aku tunggu-tunggu selama ini telah hadir ke dalam duniaku lagi.
Namun, ada yang tak aku mengerti dari perkataannya,
"Shilla, senang bisa melihatmu mengenaliku lagi."
"kamu kemana saja selama ini? apa kamu tidak tahu aku mencari dan menunggumu?"
"Aku tidak kemana-mana, aku ada bersama kamu, bahkan hampir setiap hari kita bertemu, hanya saja ingatanmu saat itu belum sepenuhnya pulih. Ada suatu hal yang ingin aku sampaikan, aku beruntung bisa bertemu denganmu bahkan aku bersyukur kamu bersabar menungguku selama itu, dan aku lega mendengar jawaban dari perasaan yang bertahun-tahun aku pendam, Sampai detik ini pun aku masih mencintaimu aku hanya berharap kamu bisa lebih menerima jika kamu tidak akan pernah melihatku ada dalam hari-harimu lagi. aku minta maaf jika suatu saat aku harus pergi."
"kamu," hanya air mata yang bisa mengekspresikan kesedihanku saat ini.
"Jangan berkata seperti itu, apa kamu janji akan selalu ada dalam hari-hariku?"
Hanya sunggingan bibir yang bisa ku lihat darinya.
"Akan aku usahakan, sudah istirahat, aku ingin melihatmu sembuh besok," ujarnya dengan mengelus keningku.
Entah kenapa ada rasa lapang dalam diriku, setelah mendengar dan melihatnya kembali, setelah entah berapa lama aku tak bertemu dengannya.
Beberapa hari kemudian Nafisa dan Alya datang menjengukku, mereka berdua terlihat bermuram durja menatapku.
"Aku nggak perlu tatapan seperti itu," gumamku. Mereka berdua berjalan mendekatiku, aku melihat air mata yang menggenang di wajah mereka.
"Shilla, maafin kita, karena kita kamu jadi kayak gini," rengek Nafisa. Aku semakin tidak mengerti dengan perkataan mereka, tidak lama kemudian Bunda keluar dari balik pintu. Otakku benar-benar ditumbuhi banyak tanda tanya.
"Shilla, Bunda sudah dengar cerita yang sebenarnya!", pada awalnya Bunda menyalahkan dirinya atas apa yang membuatku tak sadarkan diri hingga beberapa hari, Bunda berniat memindahkan kuliahku dari kampus sebelumnya karena aku tak dapat menjawab pertanyaan Dokter Boy dan Dokter Benny mengenai siapa temanku dan dimana aku menempuh pendidikan, dan Bunda berpikir jika penyebabku kecelakaan karena pembullyan, namun aku terkesiap saat Nafisa dan Alya berkata bahwa laki-laki yang selama ini aku temui adalah Cakra teman seangkatan Alya. Dia meninggal di tempat sesaat setelah melindungiku dari bus yang melaju kencang di depanku hingga aku terbentur hebat ke portal yang berada tepat di bawah pohon besar di seberang kampus,
dan Cakra terpental sedikit jauh dariku, aku ingat betul saat itu hari ulangtahunku dan dia terpaksa memintaku bertemu di depan kampusnya karena beberapa jam lagi dia akan berangkat ke luar kota untuk studi banding. dia bilang hanya akan memberikan kadoku di luar dugaan dia memintaku untuk menikah dengannya, dia membawa sekotak cincin dan bunga mawar yang belum sempat aku terima,
Dia dilarikan ke rumah sakit yang sama denganku untuk proses autopsi, sayang sekali kami harus berpisah di hari ulangtahunku. Baru aku ingat laki-laki yang ku lihat dari jendela kamarku adalah Cakra, dan laki-laki yang ku temui di lorong dia adalah Cakra, laki-laki yang selalu tersenyum saat bertemu denganku di kantin, perpustakaan, dan bahkan saat bersisipan jalan pun dia adalah Cakra, jadi bukan karena dia adalah laki-laki bisu atau laki-laki yang pendiam tapi karena hanya aku yang bisa melihatnya, dia benar selama ini dia selalu ada di sekitarku dia tak kemana-mana, kini rasa penyesalan mendiami diriku.
Sejak saat itu aku ingin bisa bertemu kembali dengannya, itu sebabnya aku selalu menunggunya di ruang tunggu berharap dia akan datang seperti sedia kala, saat aku bertatap iras dengannya di tempat ini. Bahkan aku memilih untuk menuruni anak tangga dari pada lift. demi bertemu dengannya Namun beberapa kali aku mencoba aku tak kunjung menemukannya hingga suatu saat aku melihatnya di antara mereka. Aku benar-benar lega bisa melihatmu lagi sebenarnya ada yang ingin ku sampaikan hingga detik ini aku masih mencintaimu, biarkan aku simpan bayangan kita di masa lalu untuk ku ingat di masa depan. Terimakasih untuk kamu yang mencintaiku tanpa sebab, hingga titik penghabisanmu pun hanya demi diriku yang lemah. walau kini kamu hanya sebatas bayangan aku tetap merasa damai di dekatmu.
Biarkan aku mengukir segalanya dalam-dalam. Bisa melihatmu dari jauh pun aku tenang. Walau raga kita tak saling menyentuh tetapi atma kita masih menyatu erat.
Share this novel