Tiba-tiba dari arah dapur terdengar suara orang terjatuh. Bram bergegas menuju asal suara tersebut, aku mengikut di belakangnya. Terlihat Mang Paes sudah tergeletak di lantai. matanya melotot, keringatnya bercucuran. Kucoba untuk mengangkatnya. Tapi badannya panas sekali. Lantas bram menggendongnya seraya merebahkannya di atas kasur. Aku bergegas menuju mobil untuk mengambil obat-obatan yang tersedia. Ketika aku kembali ke kamar dengan membawa sekotak obat. Bram terduduk di lantai. Badannya menyandar ke dinding yang dingin. Mukanya tegang menyiratkan ketakutan dan kehampaan. Seketika aku melihat tubuh orang tergeletak, dengan mulut mengeluarkan darah sudah tak bernyawa.
“Jean.. dia sudah mati…” Suara Bram berhembus parau.
Terpaan sinar matahari pagi datang dengan bijaksana untuk membangunkan seluruh penghuni alam yang masih terlelap. Berbondong-bondong orang desa berlalu lalang di depan kuburan ini. Sekedar memberi penghormatan terakhir meninggalnya mang Paes secara misterius. Menurut warga desa, Akhir-akhir ini mang Paes selalu gelisah, jarang bicara dan terlihat lunglai. Desas-desusnya, mang Paes meninggal karena Ilmu hitam.
Mang Paes dikenal memiliki sebuah kotak kayu yang disimpan di kamarnya. Katanya kotak kayu itu dibuat dari kayu pohon cemara di dalam hutan angker kawasan gunung Sewu yang letaknya tak jauh dari rumah kakek. Mang Paes berjalan berhari-hari melintasi hutan-hutan rimba, yang konon katanya pohonya bernyawa dan dapat berpindah-pindah. Orang yang miskin ilmu ghaib dapat terkatung-katung dibuatnya. Bahkan sudah banyak orang yang tidak kembali lagi. Terdengar kabar bahwa mereka dikawini oleh dedemit-dedemit hutan.
Sepertinya mang Paes memerlukan kotak itu untuk menyimpan suatu benda pusaka. Keris, badik, mata tombak aku tak yakin. Hutan cemara di daerah gunung Sewu memang menjadi suatu tempat sejarah yang masih diragukan kebenarannya sampai saat ini. Konon dahulu ketika pasukan kerajaan Sunda melewati daerah itu. Mereka di jegal kawanan perampok yang mempunyai anak buah raksasa-raksasa haus darah. Seketika pasukan itu takluk dalam satu serangan. Kemudian mayat-mayatnya menjadi santapan pohon-pohon cemara hidup. Aku memang tak terlalu percaya pada cerita rakyat macam itu. Hanya saja membayangkannya menjadikan diriku agak bergidik dihantui ketakutan yang tidak pasti.
Di luar, udara malam cukup dingin. Orang-orang bernyawa sudah tewas dimakan tempat tidurnya. Sudah lewat tengah malam aku masih terjaga. terduduk di depan perapian hanya untuk menciumi buku-buku kakek. Bau debu sudah seperti melati, menusuk ke dalam indera penciuman berganti menjadi aroma kenangan.
Share this novel