Pantas saja kotak kayu itu di simpan di atas lemari kamarnya yang tinggi. Aku sudah melihatnya tadi. Iya kotak kayu cemara itu, coklat kusam dengan serat-serat kayunya yang memutar melingkar. Tapi nyali ini belum sempat berkobar liar untuk membakar rasa ketakutanku. Kuurungkan niatku untuk membuka kotak itu. Sebuah kotak kayu cemara dengan sejuta kemisteriusan menyimpan sesuatu yang amat berharga di dalamnya.
Pagi ini kuniatkan untuk berangkat ke makam kakek di pekuburan desa. Dulu kakek meninggal terkena serangan jantung. Para warga berkata, kakek tidak pernah keluar rumah selama sebulan, seperti melakukan suatu ritual yang amat penting di kamarnya. Mang Paes juga tidak tahu menahu tentang kegiatan kakek kala itu. Waktu itu aku sedang ujian di kampus. Lantas aku beserta Ibu dan Bapak langsung bergegas menuju desa. Kami tidak percaya kakek akan pergi jauh tanpa diduga-duga. Aku masih penasaran apa yang dilakukan kakek di akhir hidupnya.
Sebelum berangkat kusempatkan untuk melihat kotak itu. Kuturunkan pelan-pelan dari atas lemari. Aku tak menduga ternyata kotak itu sangat ringan. Benda macam apa yang ada di dalamnya, aku semakin penasaran. Kuperhatikan di sekitar kotak. Nampak sebuah kertas putih yang ditempel, tertulis sebuah kalimat:
“Milik Bastian Sutedjo, segala yang berharga akan tetap berharga jika dimanfaatkan secara baik-baik, hartaku yang amat kucintai”.
Ternyata kotak ini punya kakek. Aku terdiam sejenak, apa yang harus kulakukan. Membuka dengan ketidaksiapan, atau meletakan kembali ke atas seakan tidak pernah kulihat sebelumnya. Lantas kotak tidak bertuan ini akan dilupakan seiring waktu yang berjalan.
“buka saja.”
“oh ternyata kau Bram.” Aku terhentak kaget
“Jangan takut Jean. Kadang hal-hal yang kita khawatirkan tidak selalu sesuai dengan kenyataan, ingat itu.”
“t tapi.. Bram.”
“Mang Paes tewas karena terkena pes, Jean. Aku sudah menduganya dengan melihat kondisi fisiknya waktu itu. Jadi bukan karena ilmu hitam. Aku perlu lebih banyak bukti untuk mendukung kesimpulanku. Dan tadi pagi saat aku berkeliling rumah, kulihat banyak tikus-tikus berkeliaran. Kondisi rumah kakekmu sangat mendukung tertularnya penyakit itu Jean.”
“Ternyata memang benar cerita itu hanya bualan belaka.” Aku bernafas lega.
Share this novel