CEWEK PERMEN [5:PERMEN KEDUA]

Romance Series 792

Happy reading ^^

°°°-°°°-°°°

|Permen Kedua|

Malam yang semakin larut itu kelima laki-laki bintang SMA Cendrawasih menginap di rumah Fajar. Bertepatan kedua orangtuanya tengah keluar kota. Sang tuan rumah mempersilakan tamunya masuk dan duduk di sofa yang tersedia.

Tuan rumah pergi ke dapur membuatkan sesuatu untuk tamunya. Di ruang tamu, keempat cowok ini tampak tegang, hingga tak ada yang buka suara. Pikiran masing-masing berkelana menerobos dimensi waktu.

"Gue cuman pandai bikin ini," ujar tuan rumah mendekati mereka. Mereka sedikit terkejut dan menetralisir keadaan. "Ngapain lo repot-repot." ucap Rizky berbasa-basi.

Nampan yang ditangan Fajar diambil alih oleh Rizky dan diletakkan di meja kayu dengan ukiran khas di keempat kakinya. Sebuah mangkuk besar, tumpukan mangkuk kecil, gelas, sendok, dan seteko air putih adalah isi dari nampan tadi.

"Gak tau rasanya enak atau nggak. Makanlah."

Rizky yang memang lapar sedari tadi sore menyikat makanan dihadapannya, disusul Bintang dan Genta. Ragil yang melihat antusias makan teman-temannya pun ikut andil makan. Sejenak mereka semua mengesampingkan masalah yang ada.

"Masalahnya kita pikirin besok aja. Lagian ini udah malam. Kita butuh istirahat," ujar Genta

***

Sinar fajar sudah menyingsing, membangunkan penghuni bumi yang asik bergelut manja dengan guling. Ayam jantan pun berkokok sebagai alarm alami. Di dalam kamar bercat dominan putih itu, jam beker berbunyi nyaring bahkan suaranya menggema. Seorang gadis berambut panjang berbaju sponsbob terlonjak kaget. Ia menyibak selimut yang dipakai lantas menghentikan bunyi jamnya. Matanya melotot melihat jam.

"Astaga! Kenapa nyetel jam 7 sih?!" gerutunya. Secepat kilat ia lari untuk mandi. Tiga menit kemudian ia keluar kamar mandi dengan pakaian pertandingannya. Ia menyambar tas raket yang tergantung di dinding kamarnya dan ransel hitam kecil di atas meja belajarnya. Saking tergesa-gesanya ia hampir terpeleset diambang pintu.

Di ruang makan ayah-ibunya tengah sarapan bersama teman-temannya. "Kalian di sini?" Kedua temannya mengedikkan bahu dan lanjut sarapan setelah saling bertatapan sekian detik.

Melihat jarum panjang di jam dinding membuat gadis berambut panjang diikat itu panik. "Aduh.. ayo berangkat! Dah mau telat!" Ia menarik kedua temannya keluar, tak lupa menyalam kedua orangtuanya yang terlihat bingung, dan meminta restu. Beberapa lembar roti tawar ia ambil dan kembali menyusul kedua temannya.

Ketiganya bergegas ke sekolah sebelum terlambat. Di jalan, kedua temannya tiada henti mengomeli dirinya. Bodo amat, batinnya.

Setibanya di parkiran sekolah, gadis berambut panjang diikat itu berlari meninggalkan kedua temannya. "Gue duluan! Lo berdua nyusul cepat!" teriaknya. Bel sudah berbunyi beberapa detik yang lalu. Kedua temannya hanya bisa mengumpatinya.

Napasnya terengah-engah saat sampai di dekat lapangan pertandingan. Seseorang dari OSIS mengabsen peserta pertandingan. "Dwi Cakraatmadja, perwakilan XI IPA 3," panggilnya.

"Di sini," ucapnya. Absen pun berjalan hingga peserta terakhir.

Ketua OSIS membuka pertandingan hari ini. Sorak-sorak dan riuhnya tepukan penonton menjadi penyemangat peserta.

"Hari ini giliran bulu tangkis tunggal putri yang bermain. Siapakah peserta yang akan lolos babak selanjutnya? Mari kita saksikan!" serunya.

Peserta yang bertanding pertama kali masuk ke lapangan, wasit memulainya dan pertandingan berlangsung sengit. Masing-masing pendukung semakin heboh kala bola berbulu itu menerobos pertahanan.

Silih berganti pemain telah berjuang, kini perwakilan kelas XI IPA 3 yang harus menunjukkan kemampuannya. "Selanjutnya, perwakilan XI IPA 3 melawan perwakilan XI IPS 2. Dwi Cakraatmadja melawan Vanesa Mukty!" Sorakan penonton lagi-lagi menggema dengan penuh semangat.

Kedua peserta memasuki lapangan bulu tangkis dan pertandingan dimulai dengan penuh teriakan histeris para pendukung kedua kubu. Apalagi saat bola nyaris out, hampir dibobol dan banyak lagi.

***

Ragil bersama dengan keempat lainnya—Fajar, Rizky, Genta dan Bintang—menerobos kerumunan siswa yang memenuhi koridor. Banyak dari kalangan mereka memilih menonton dari depan kelas, terlebih kelasnya yang dekat dengan lapangan pertandingan. Sedangkan kelas yang berada agak jauh atau lumayan jauh dari radar lapangan memilih memadati sekitaran lapangan.

Kelima cowok itu hendak ke kelas mereka yang berada di lantai 2. Dengan sedikit kesusahan mereka berjalan diantara padatnya penonton. Berulang kali untaian kata permisi menyisihkan ruang untuk mereka lewati.

"Sialan, padatnya udah kaya mau demo ke DPR aja." Bintang mendudukkan bokongnya ke salah satu kursi di barisan depan kelas mereka. Tak perduli dengan siapa pemilik kursi itu dan barang-barang apa yang ada di sana.

Lain hal dengan Ragil yang memilih duduk di kursinya sendiri sedara menyandarkan kursinya ke dinding. Posisi duduknya di barisan paling belakang memang topcerr. Biasanya orang-orang mengatakan barisan kursi paling belakang adalah paling legend.

Memang, Ragil lebih sering menjahili sekelasnya tanpa ketahuan langsung oleh guru selain keempat kunyuk yang tak lain sahabatnya. Genta, Rizky dan Fajar memilih duduk di kursi masing-masing.

"Masih pagi udah heboh aja njir." Fajar menyuarakan pendapatnya setelah penonton di luar sana berteriak kencang dengan hebohnya. Arah pandang Rizky bergantian ke luar melalui fentilasi dan kembali pada Fajar. "Namanya juga mendukung. Emang kaya lo, gak ada yang dukung jadian."

"Ampas lo!" maki Fajar.

Ragil memejamkan matanya kepala dan badannya menyandar pada kursi yang menempel ke dinding. "Bising woi!" pekiknya.

"Woi bentar lagi Dwi tanding nih, nonton yok." Bintang memandang teman-temannya dengan antusias setelah melihat sesuatu dari benda pipih berwarna hitam di genggamannya. Mata Ragil sontak membuka, ia tahu apa maksud Bintang mengatakan demikian.

"Kuylah!" Rizky bangkit dan berjalan ke depan kelas. Dia menarik paksa tangan Genta yang duduk di kursi miliknya kemudian beralih mengajak Fajar dan Ragil. Mereka semua sangat antusias mengingat cekutukan Rizky tempo hari yang mengatakan kalau teman mereka yang satu ini cocok dengan Dwi. Tentu, Genta merasa ogah-ogahan dengan tarikan Rizky.

"Gil! Ayo cepat!" Fajar berteriak dari ambang pintu kelas. Suaranya akan teredam dengan suara teriakan penonton jika berkata dengan pelan. Ragil menganggkat tangannya mengisyaratkan 'sebentar' yang mana kemudian bangkit. Teman-temannya sudah berjalan duluan tapi Ragil tersandung dengan kaki meja, akibat dari tergesa-gesa.

Susunan mejanya yang bergeser itu mencuatkan sedikit wujud dari sebuah benda berwarna. Rasa penasaran dan heran Ragil timbul seketika setelah melihat benda itu mencuat dengan tak sengaja. Kedua alisnya terangkat dan mengambil benda itu dari dalam lacinya.

Sebuah kertas berwarna merah dan permen.

Benda itu dipegangnya dengan heran. Sedetik kemudian timbul kerutan di sekitar dahinya. Karena penasaran, Ragil membuka lipatan kertas itu dan membaca pesan kaleng yang tertulis di dalamnya.

Semangat! Jangan mau kalah sama curut yang udah nantangin lo. Buktikan kalau lo gak selemah yang dia bayangkan. Begitulah rentetan kata yang tertulis dari lipatan kertas berwarna merah itu. Matanya beralih memandangi permen yang ditemukan berbarengan dengan kertas itu. Entahlah, Ragil merasa tak aneh dengan permen yang di pegangnya saat ini. Terasa familiar.

Berikutnya bunyi notifikasi dari saku celananya terdengar berbarengan dengan getaran yang menyadarkan pikirannya. Dengan cekatan dia membuka handphonenya dan melihat pesan dari si pengirim.

Genta Mahessa
Lo dimana nyet?!

Ragil hanya membaca pesan dari saudaranya itu tanpa berniat membalasnya saat itu juga. Permen dan surat kaleng ini kembali dia masukkan ke laci mejanya dan bergegas menghampiri teman-temannya, sebelumnya dia menanyakan keberadaan mereka pada Genta.

"Nyet, gak semangatin calon isteri yang lagi tanding?" Rizky menyikut Genta yang menatap datar ke arah lapangan. Fajar dan Bintang asyik bertepuk tangan dan berseru menyorakin pemain cewek di lapangan sana. Sangat antusias.

Ragil berakih menatap kedua temannya, tidak, tepatnya pandangannya jatuh pada Genta. Cowok itu tak bergeming sedikitpun, dia hanya bersidekap dan memandang lurus ke lapangan.

"Woi! Ngapa sih lo? Bukannya dia yang selama ini lo lirik?" Ragil bertanya mendekatkan bibirnya pada telinga saudaranya itu dengan berbisik kecil. Sedetik setelahnya Ragil mendapat tatapan maut dari Genta seolah-olah dia siap menguliti Ragil saat ini juga.

"Okay, gue biarin lo beraksi dengan cara lo sendiri." Ragil mengangkat kedua tangannya seolah kepergok polisi melakukan tindakan kriminal. Barulah setelahnya Genta mengendorkan pandangannya dan beralih pada seseorang yang lihai memainkan raket.

Sekelebat asumsi menusuk pikiran cowok berparas menawan itu tanpa mengendorkan tatapan datarnya. Entah apa rencananya untuk menaklukkan sang pujaan hati.

Hingga ronde ini selesai mata Genta tak lepas dari sosok itu. Melihat bagaimana reaksi senangnya Dwi saat pukulan smash terakhirnya membawa dirinya pada babak berikutnya membuat seulas senyum terbit di bibir Genta. Tanpa sadar bahwa keempt kutu kampret mengawasinya secara diam-diam.

"Ciee.. Si akang senyum-senyum sendiri." Rizky berkata heboh sambil menunjuk-nunjuk Genta dengan jarinya membuat pasang mata Fajar, Ragil dan Bintang tak lepas darj Genta. Bahkan beberapa penonton diantara mereka diam-diam melihat kelima orang berparas oke ini.

"Apa sih bangsat." Genta menganti senyuman itu secepat kilat dengan mimik marah yang ia tujukan pada Rizky. Jika tidak mengingat makhluk jadi-jadian di sampingnya ini adalah sahabatnya maka dipastikan sosok itu tinggal nama.

"Halah babi! Malu-malu kucing lo. Ketara banget, setan!" Fajar ikut memojokkan Genta dengan ucapannya yang mengumpat.

"Akuin aja kali, Ta." Ragil pun menyambung dengan nada tenang, pandangannya mengedar pada sekeliling mereka. Sepintas terlihat jika Ragil ingin menertawakan Genta yang dilanda cinta monyet. Tapi berhubung Genta adalah saudara Ragil maka dia mengurungkan niat jahatnya itu saat ini.

Dengan lancarnya Genta menoyor kepala Ragil hingga terhuyung sedikit ke belakang. "Sialan lo! Sepupu laknat!" Mendengar kekesalan sepupunya saja membuat Ragil merasa senang bukan kepalang. Jarang-jarang bisa mengusili Genta bukan?

"Woi! Woi! Doi nengok ke sini tuh!" Fajar berujar dengan senangnya dan menepuk-nepuk bahu Genta dari belakang. Posisi duduknya yang berada di sebelah kiri Rizky membuatnya sulit menjangkau cowok itu.

Bak memiliki magic yang sangat kuat Genta langsung tertarik dengan ucapan Fajar, menautkan pandangannya dengan Dwi yang tersenyum gembira di lapangan. Sayangnya, sadar dengan pandangan Genta buru-buru dia melepas kontak mata itu dan keluar dari lapangan.

"Gila! Doi natap langsung cuii!" Bintang yang duduk di sebelah Fajar bersuara dengan siulan-siulan ampasnya, guna menggoda Genta yang tak bergeming kala itu sampai akhirnya tersadar kembali setelah beberapa saat.

***

Sang surya sudah menyembunyikan wujudnya yang menyilaukan itu dan berganti dengan benda antariksa yang menjadi satelit bumi yang tak seterang surya. Benda langit yang tampak berukuran kecil di langit itu pun tak kalah eksistensinya dengan rembulan yang terang. Kerlap kerlip bintang menambah cahaya di langit gelap.

Kedua penerang malam itu di pandang dengan lekat dari tempat duduknya. Menyandarkan punggungnya pada kursi belajar yang menghadap jendela dan tangan bersidekap di depan dada, pikirannya menelisik pada siang hari tadi.

Helaan nafas terdengar mengisi keheningan kamarnya itu. Tangannya terulur mengambil benda dari dalam tasnya yang terletak di atas meja belajar di depannya. Kertas merah dan permen dia letakkan dengan asal.

Apa maksudnya surat kaleng ini?

Lipatan yang membentuk persegi panjang itu dibukanya kembali. Matanya bergerak selaras dengan untaian kata yang dibaca. Siapa dia? Tantangan? Pikiran Ragil terbersit pada kejadian tempo lalu, saat orang itu menantang dirinya.

"Dari mana orang ini tahu tentang tantangan itu? Waktu itu hanya ada The Blues dan komplotan ampas itu."

"Gue yakin ini bukan dari pengagum gue. Gue harus cari tahu orang ini secepatnya."

TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience