Tinggalkan jejak sebagai pembaca ^-^
Mahkota sangat mengharapkan apresiasi para pembaca.
Happy reading ^^
°°°-°°°-°°°
|Permen pertama|
"Gil! Kantin!"
Ragil yang sedari tadi mendengarkan musik sambil bermain game di handphonenya menoleh pada suara yang lantang itu. Dia, Genta. Anggota The Blues yang hobinya bermain drum.
Ragil yang mendengar ajakan Genta yang berdiri di depan papan tulis bersama ketiga anggotanya menyahut, "Nanti gue nyusul! Lo pada duluan aja!"
Genta, Fajar, dan Bintang, serta Rizky keluar kelas setelah mendengar ucapan Ragil, Ketua mereka. Sepanjang jalan, terutama di koridor kelas XI banyak pasang mata menatap mereka seolah-olah mereka berempat adalah santapan lezat di jam istirahat ini. Mereka sudah biasa dengan hal itu. Menjadi bintang sekolah memang seperti itu bukan? Oh ya, jangan lupakan pekikan girang dari cewek-cewek yang ada di koridor. Serasa jalan di red carpet mereka.
"Rizkyy!!! Aaahhh!!" teriak fansnya Rizky. Mendengar namanya dipanggil, Rizky menoleh dan tersenyum sekilas. Jeritan heboh menambah kuat membuat sakit telinga mereka. Fajar yang risih dengan teriakan fans-fans Rizky menggeplak kepala Rizky. "Ngapa senyum sih lu setan?! Sakit nih kuping gue!" seru Fajar. Kedua tangannya menekan cuping telinganya untuk meredam suara-suara cempreng.
"Jadi orang jangan sombong dong, Jar. Sekali-sekalilah gue notice tuh fans-fans gue. Biar makin banyak fans gue." katanya dengan bangga. Cengiran lebar tersungging dibibirnya. "Sarap lo!" ketus Fajar.
Genta dan Bintang saling berpandangan dan menghela napas seolah-olah sedang telepati, 'udah biarin aja' kira-kira begitulah arti pandangan mereka berdua. Kini, keempat cowok dengan gelar Bintang Sekolah SMA Cendrawasih itu berbelok ke kanan meninggalkan koridor kelas XI.
Sementara itu, Ragil yang masih di kelas dengan musik dan gamenya. Posisi duduknya sudah berubah. Kedua kaki diatas meja dengan kaki kanan dipangku kaki kirinya. Bangkunya disandarkan kedinding, menciptakan posisi yang benar-benar pas untuknya.
"Raaaggiiilll...." suara yang nyaring dan cempreng menurut Ragil itu mengusiknya. Tanpa memandang orang dengan suara itu Ragil tahu ia siapa. Ragil memilih mengabaikan teriakan dari orang itu yang tak lain adalah cewek bernama Kyra. Kyra duduk dengan centilnya di bangku kosong samping Ragil.
Ia memeluk lengan kiri Ragil dengan manja. "Kenapa kamu gak nyaut sih sayang tiap kali aku manggil?" tanya Kyra dengan bibir yang dimanyun-manyunkan.
Ragil masih tak bersuara atau sekedar mengedikkan bahunya. Bahkan Ragil enggan menatap cewek yang ada disampingnya. Ragil menyudahi aktivitasnya bermain game dan mendengarkan musik. Ia melepaskan pelukan tangan Kyra dilengan kirinya, berlalu dari hadapan gadis itu. Dapat Ragil dengar kalau Kyra memekik kesal padanya. Biarlah gadis itu, toh Ragil tidak akan pernah menoticenya.
Ragil berjalan di koridor kelas XI. Sama seperti keempat temannya, ia pun menarik jeritan histeris kaum hawa yang ada disana. Sudah biasa Ragil dengan hal ini. Dengan cepat Ragil berjalan ke kantin dimana teman-temannya menunggu.
Kantin SMA Cendrawasih dipenuhi oleh murid-murid yang menabung perut atau hanya sekedar duduk menikmati jam istirahat. Meja dan kursi yang disediakan tak ada lagi yang kosong.
Dari depan kantin saja Ragil sudah melihat meja yang biasa gengnya tempati. Meja yang ada disudut kantin. Genta, Fajar, Bintang, dan Rizky tampak bercengkrama seperti biasanya.
"Hoi!" kejut Ragil. Keempat temannya terkejut dengan suara Ragil, bahkan yang duduk didekat mereka pun ikut terkejut. Dengan santai Ragil duduk disamping Genta.
"Ngagetin aja lo, setan!" seru Rizky. Ia melempar kulit kacang yang menggunung diatas meja kearah Ragil. "Gak kena, bweek.." ejek Ragil. Jadilah mereka lempar-lemparan kulit kacang.
"Gue ikutan ya?" Fajar mengambil kulit kacang Rizky dan melemparnya ke Genta dan Bintang. Tak mau kalah, Genta dan Bintang pun ikut melempari teman-temannya. Perang kekanak-kanakan pun dimulai. Pasang mata banyak yang menyaksikan kehangatan pertemanan mereka berlima. Tatapan kagum, tak suka, risih, dan lainnya tengah memandangi mereka berlima.
"Udah... Udah... Aduuuhhh... Kalian ini buat ibu capek aja. Siapa itu yang bakalan beresin kulit kacangnya? Kumaha sih kalian ini? Ganteng-ganteng bikin kotor wae ahh.." Omelan Bu Siti menyudahi perang kekanak-kanakan mereka. "Ya maap, Bu. Habisnya Aa' ganteng ini hilap." sahut Rizky dengan pedenya. Bu Siti yang membawa pesanan mereka pun meletakkannya diatas meja dan menghela napas, mencoba memaklumi tingkah kelima anak muda dihadapannya ini.
"Kali ini gak boleh ada yang ngutang! Siapa suruh buat kotor!" kata Bu Siti kemudian meninggalkan mereka berlima.
"Lu sih, Ky! Jadi gak bisa ngutang kan gue! Pokoknya nanti lo yang bayarin pesanan gue!" sunggut Fajar kesal. "Tau nih Rizky. Kayak bocah." timpal Bintang membela. Dasar gak sadar diri. "Enak aja lo pada. Siapa suruh ikut-ikutan. Bayar-bayar sendirilah." katanya.
"Udah woi udah! Biar gue yang bayarin." kata Genta menengahi. "Gue bayar sendiri aja, Ta." kata Ragil yang mengerti maksud ucapan Genta. Sementara Bintang, Fajar, dan Rizky menatap Genta dengan mimik bahagia. "Tapi besoknya lo harus bayar ke gue. Minimal traktir gue bakso 2 mangkok perorang." lanjut Genta.
Sialan! Raut wajah Bintang, Fajar, dan Rizky berubah datar seketika. "Lo belum pernah dicium sama kaos kaki gue ya, Ta?" kata Rizky. "Sini lo gue gampar pake dollar, biar gak medit-medit amat." Fajar menimpali.
Ragil sudah menyantap pesanannya duluan sambil menyimak perdebatan unfaedah ini, diikuti dengan Bintang yang sudah tidak perduli dengan dunia perhutangan. Dunia percacingan perut yang mendemo lebih penting bossku.
***
Ragil heran bagaimana bisa ia memiliki teman-teman seperti Fajar dan Rizky yang otaknya setengah-setengah. Hobinya buat fans-fans mereka klepek-klepek. Contohnya kayak sekarang, keduanya merayu cewek-cewek yang tampak cantik menurut mereka.
"Hai, Lisa. Nanti Abang telpon ya!" gombal Rizky dengan gaya menelpon pakai jarinya.
"Neng, Wiwid, ck!" Fajar menjentikkan jarinya sambil mengerling ke Wiwid. Seperti tembakan cinta. Wiwid pun tertawa hambar menanggapi Fajar, tak mau menjadi korban PHP.
Ragil yang melihat tingkah modus kedua temannya berinsiatif menghentikan modus mereka. Ia menarik kepala keduanya dan membenturkannya sedikit keras. Lalu kabur menyelamatkan diri, mengabaikan teriakan dan pekikan kesakitan keduanya. Dasar, jiwa-jiwa psikopat!
***
Sepuluh menit bel bunyi,Ragil baru masuk kelas. "Ragil, darimana kau?" tanya Pak Guntur, guru matematika yang hobinya ngitung mulu. Heran.
"Eh, anu, Pak. Saya abis boker." alibi Ragil dengan tangan menepuk-nepuk perutnya. Pak Guntur yang menerima alibinya membiarkan Ragil masuk.
"Awas lo ya Gil. Sakit pala gue lo jedotin ama si bisul anoa." kata Rizky. Ragil cekikikan mengingatnya.
"Ragil! Baru masuk udah cekikikan macem kuntilbapak aja kau ini." tegur Pak Guntur. "Apa Pak? Kuntilbapak? Bapak melihara kuntil? Wah.. Bahaya si bapak."
"Menjawab aja kau ya!" emosi Pak Guntur. Ia menghampiri meja Ragil dan menjewer telinganya. Ragil mengaduh kesakitan dan minta-minta ampun. "Lebih kenceng lagi Pak jerewannya." kompor Genta. "Eh! Diam kau jambu bol!" Seisi kelas tertawa melihat Genta yang mengompori tapi malah ia yang digas Pak Guntur.
"Aduh pak.. Tolong lepasin dong. Kan gak lucu kalo kuping saya caplang sebelah." mohon Ragil. "Bapak ganteng deh kalo lagi baik. Cius.." rayunya. "Apalagi kalo ulat bulu yang dibawah hidung bapak lebih pendek." lanjutnya. Kembali seisi kelas tertawa dengar penuturan Ragil.
"Apa kau bilang?! Ulat bulu?!"
"Eh nggak Pak. Maksudnya kumis, pak. Typo saya."
"Kali ini kau kumaafkan." Pak Guntur melepaskan jewerannya dan berjalan kedepan melanjutkan pelajaran. Bintang dan Fajar yang duduk dibangku sebelah kirinya cekikikan tanpa suara melihat Ragil kena omel. Begitupun Genta yang duduk dua bangku di depan Ragil. Tak lupa Rizky yang lebih cekikikan sambil mengucapkan "mampus" tanpa suara. Teman sialan.
Ragil merogoh lacinya untuk mengambil buku tapi tangannya memegang sesuatu yang aneh. Diambilnya benda itu. Permen? Ia bingung. Mengapa ada permen lolipop disini? Ia melihat isi lacinya dan mendapati kertas origami biru muda yang terlipat rapi. Dibukanya lipatan itu dan ada tulisannya.
Lama tak jumpa, Ragil. Aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi.
Dibolak-baliknya kertas itu mencari nama si pengirim tapi ternyata tak ada. Tak mau ambil pusing, ditaruhnya lagi kertas itu ke laci dan memakan permennya sembunyi-sembunyi.
Paling dari fans gue.
Share this novel