BAB 1

Horror & Thriller Completed 272

Klik!
Aku mengarahkan kamera pada seseorang yang terbujur kaku dengan keadaan mengenaskan. Tubuh orang itu hancur, tidak berbentuk. Kepalanya hampir pecah, tulang kakinya patah, bahkan salah satu jarinya hilang. Polisi menduga bahwa orang ini telah melakukan aksi bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 15 gedung apartement. Diduga, jari orang ini patah setelah menghantam aspal dan terlempar jauh. Polisi saat ini masih mengevakuasi TKP (Tempat Kejadian Perkara) untuk mencari potongan jari yang hilang. Bohong jika kukatakan aku tidak mengenal orang ini. Dia adalah Alvin, seorang pria yang bekerja sebagai staff administrasi di perusahaan garment. Aku mengenalnya dua hari yang lalu di sebuah supermarket saat kehilangan dompet. Di tengah kebingungan memikirkan bagaimana cara membayar belanjaan, Alvin datang membawakan dompetku yang jatuh di depan pintu masuk supermarket.

Sebagai rasa terima kasih, aku mengajaknya pergi ke kedai kopi terdekat untuk kutraktir kopi sambil berbincang. Awalnya dia menolak, namun saat kukatakan ini sebagai wujud persahabatan dan penghargaan karena di dunia ini masih ada orang yang jujur seperti dirinya, akhirnya dia bersedia.

“Kau dengar tentang kasus pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini?” Ucapnya saat kami tengah menikmati kopi hangat arrabicca dan beberapa batang rokok. Sebuah asap putih mengepul dari asbak di hadapanku.

“Pembunuhan tragis dengan salah satu anggota tubuh yang hilang?” Dia mengangguk. Tangannya meraih sebatang rokok milikku dan menempelkannya pada rokok miliknya yang terselip di bibir. Tidak lama, sebuah asap putih mulai mengepul dari bibirnya.

“Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh pembunuh itu.”

“Bagian mana yang tidak kau mengerti? Bukankah itu hal wajar mengingat betapa kerasnya hidup. Orang akan menghalalkan segala cara untuk bertahan, belum lagi segala kebutuhan tidak terjangkau karena harganya melambung tinggi. Bayangkan saja, para ibu rumah tangga banyak mengeluh akibat harga cabai yang terus melambung sedangkan pemasukan tidak bertambah sedikitpun.” Aku kembali menghisap rokokku kemudian menghembuskan asap putih melalui bibir.

“Wajar bukan, mengingat jaman sekarang hidup begitu keras. Seperti hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang.” Lanjutku. Alvin menautkan alisnya, menghisap rokoknya lagi kemudian terkekeh. Mungkin dia baru sadar akan perkataanku.

“Haha bertahan hidup? Maksudmu bertahan hidup dengan merebut kekuasaan? Atau bertahan hidup dengan menjatuhkan seseorang untuk mendapat kekuasaan?” Tanyanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience