Persami

Horror & Thriller Completed 1946

Hari ini adalah hari persami. Jauh-jauh hari Naura berpesan kepadaku bahwa dia akan menjemputku, namun aku kira benar-benar dia yang akan datang menjemputku, ternyata bukan Naura yang ku temui melainkan Ricko.

Aku bukan tipe orang yang hobi mempersulit masalah, tanpa pikir panjang aku segera mengemas barang-barangku.
Sesampainya di sekolah, aku segera menghampiri Naura dan memakinya.

"Bukan begitu maksudku tapi Ricko sendiri yang minta, bahkan dia ikut persami ini demi kamu," ujar Naura.

Ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan Ricko, aku segera meninggalkan Naura dan mempersiapkan keperluan persami dengan pengurus pramuka lainnya. Bahkan sepanjang acara aku mengacuhkan Ricko.

Persami akan kita mulai dengan duduk melingkari api unggun yang sudah kami siapkan di aula. setelah itu jurit malam akan kami lakukan di sekitaran tugu yang tidak jauh dari sekolah.

Sebenarnya dari awal acara aku sudah merasa tidak nyaman, dan semakin larut aku semakin cemas. Saat kami menaiki panggung untuk sambutan sekaligus pembagian kelompok jurit malam, aku merasa aneh dengan suara langkahku yang sedikit aneh, panggung di aula memang tidak terbuat dari kayu. Seperti ada ruangan kosong di bawah sana. Ini adalah potongan puzzle baruku.

Setelah semua kelompok keluar, aku mencoba untuk mencari akar dari potongan puzzle yang baru saja aku temukan. Benar saja aku melihat celah kecil dan aku mencoba menjatuhkan bolpen ke dalamnya, suara itu menandakan bahwa ada ruangan lain di bawah sana.

"Ke, apa yang kau lakukan?" ujar Ricko.

"Dasar kurang kerjaan," sahut Naura.

Aku segera beranjak dari sana, sebelum mereka berdua mulai mencurigaiku.

00:00
Aku dan Ricko menjaga di pos yang berbeda dengan Naura, sebenarnya Ricko bukan anggota OSIS atau bahkan pramuka, dia hanya sekedar ikut-ikutan. Aku berada di pos ke 3 yang berada di tugu dan Naura di pos 1 yang berada di pintu gerbang sekolah.
Brakk-brakk-brakk.
Samar-samar aku mendengar suara hentakan kaki itu, entah hanya aku atau mereka juga mendengarnya, suara hentakan yang semakin lama semakin dekat.

Aku mulai mencari-cari pusat suara, dan aku menemukan pemandangan yang tak masuk akal, sebaris tentara tanpa kepala. reflek aku menggenggam erat tangan Ricko, yang mulai mencemaskanku.

"Ke, kamu kenapa? tanganku dingin?"

Bibirku membatu, aku bahkan tak bisa menggerakkannya sedikitpun. Dan kali ini aku yakin sekali hanya aku yang melihat dan mendengarkannya.
Aku membalikkan badanku dan berusaha menyembunyikan wajahku pada dada bidang Ricko, bahkan aku bisa merasakan detak jantungnya.

Entah apa yang dia rasakan saat ini, tapi yang jelas aku sangat ketakutan. Setelah aku tak lagi mendengar hentakan itu, aku segera menjauh dari Ricko. Bodoh sekali beberapa pasang mata kini terpusat kearahku.

"Sorry, tadi aku melihat sesuatu yang membuatku sedikit takut," aku segera benar-benar menjauhi Ricko yang masih memusatkan pandangannya kepadaku.

Bodoh sekali, hal apa yang akan kalian lakukan jika ads di pososiku, berteriak-teriak? menangis? atau bersembunyi pada salah satu teman yang dekat dengan kalian? jika harus memilih mungkin aku akan memilih bersembunyi.

Aku sangat ingin menyudahi jurit malam ini, karena aku benar-benar sudah merasa tak nyaman, sesekali aku mencium bau anyir darah yang sangat menyengat, dan beberapa kali aku melihat bayangan mayat yang berserakan.

Bahkan pandanganku selalu mengarah ke arah tugu dan di sekitar kolam itu, seakan ada sesuatu yang memanggilku.

"Permisi, bisa aku tinggal sebentar aku mau cek kelompok yang barusan?"

"Iya Ke silahkan."

Dengan langkah pasti aku berjalan ke arah bundaran kolam itu, bau anyir itu semakin kuat hingga aku harus menutup hidungku. Sesekali aku memdemgar teriakan dari Gedung balai kota yang tak jauh dari tugu, aku benar-benar merasakan perasaan yang campur aduk.

Napasku sedikit sesak, dan pusing yang teramat, sekelebat aku melihat mayat yan berserakan, bahkan ada ratusan mayat yang terpendam di bawah tugu dan kolam itu, dan aku yakin semua ini ada sangkut pautnya dengan pembangunan tugu yang memakan banyak korban, dan aku yakin pada saat itu Belanda tak setuju dengan pembangunan tugu itu, sehingga orang-orang yang menentang Belanda segera di binasakan dengan kejam. Itu membuatku sangat sedih.

"Kamu nangis?" ujar Ricko mengejutkanku, aku bahkan tidak tahu jika Ricko membuntutiku. Aku memilih untuk pergi tanpa menjawab pertanyaannya.

Dan setelah acara jurit malam selesai, aku bahkan tak mengucapakan sepatah katapun pada Ricko, dan keesokan harinya aku meminta kepada Naura untuk mengantarku pulang.

Dua minggu kemudian
Tiba-tiba Aldo dan kawannya Andika berlari dengan sangat histeris ke arah ku dan Naura.

"Kalian denger baik-baik ya aku dan Andika sudah menemukan jalan menuju ruang bawah tanah itu," dengan wajah tanpa rasa takut itu dia mengikrarkannya.

Sontak aku tercengang ketika mendengar ajakan Aldo untuk berwisata ke ruang bawah tanah itu. Dan mereka akan melakukannya besok.

"Gimana kalian mau ikut nggak? pasti kalau rame-rame bakalan seru, siapa tahu aja kita bisa bemuin samurai, atau paling nggak senjata shootgun kan lumayan ya nggak?" ujar Aldo tanpa dosa.

"Terus lek sing kok temokno mayet piye jal? (Lalu kalau yang kamu temui mayat bagaimana?)" Sahut Ricko.

"Halah yo tinggal lari yo, kan kita nggak jauh-jauh ya ndik! piye melok opo ora? (bagaimana ikut apa tidak?) kalau nggak ya kita berangkat sendiri berbuu harta karun," Timpal Aldo dengan senyum kebahagiaan.

"Aku nggak mau ambil resiko deh, yang penting kita sudah kasih larangan sama kamu, bye," pekikku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience