Diklat Horor

Horror & Thriller Completed 1946

BREK-BREK-BREK-BREK

Suara hentakan itu terdengar lagi, hal itu terjadi berulang-ulang, dan di waktu yang sama. Semenjak keluargaku pindah ke kota bunga ini karena pekerjaan Ayah, aku memang sangat sering merasakan hal-hal yang Absurd. Di tambah lagi rumah tua yang konon sudah ada sejak tahun 1947 yang ku tinggali saat ini, menambah kesan angker.

Namun ketika aku berusaha meyakinkan keluargaku, mereka hanya menganggap semua itu halusinasi. Namaku Keynaya "keke" saat ini aku menempuh pendidikan di sebuah sekolah peninggalan Belanda yang tidak jauh dari rumahku, pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1931 sekolah ini bernama HBS (Hoogere Burger School) yaitu sekolah tinggi negara, dan AMS (Algeemene Middlebare School) sekolah menengah (umum).

Meskipun sekolah ini sudah berdiri cukup lama namun masih terjaga sampai saat ini, bahkan bangunannya pun masih bangunan khas Belanda, mungkin hanya merombak sedikit di bagian tertentu.
Sekolah ini cukup unik bagiku karena dalam satu kompleks terdiri dari 3 gedung sekolah.
Yaitu SMA 1, SMA 3, SMA 4.

Hari ini adalah hari diklat Paskibra. Aku harus mengikuti diklat Paskibra yang sudah merupakan kewajiban bagi setiap calon anggota Paskibra agar resmi untuk masuk organisasi.

"Ke, ini udah jam 8 loh, diklatmu itu jam berapa?" Ujar Mama berjalan ke arahku.

"Jam 9 ma, kan udah ada di selebarannya, nggak mama baca ya?" Erangku dengan nada malas.

"Kenapa nggak semangat gitu, ayo dong kamu kan calon paskibra harus punya semangat lebih," celotehnya.

Aku hanya menyunggingkan bibir ke arahnya, jelas saja aku merasa gamang hari ini aku harus uji nyali di sekolah angker itu, dari 100 mungkin aku hanya bisa mengumpulkan 5 nyali. Entah apa yang akan terjadi nanti, bayangan-bayangan menakutkan itu mulai melayang-layang dalam benakku.

Sesampainya di sekolah, 21:00.

"Ke." Teriak Naura teman paskibra yang juga satu kelas denganku.

Aku berjalan menghampirinya dengan berat ekor.

"Flat gitu muka kamu? Kenapa? Gugup?"

Rasa takut itu benar-benar menyeruak kesekujur tubuhku hingga aku tak bisa berumpat, sampai acara inti di mulai.

Halaman sekolah, 00:00

"Baik, anak-anak sesuai dengan agenda diklat, kalian akan berkeliling sekolah di tengah malam, hanya dengan membawa 1 lilin dan 3 batang korek api. Kalian harus naik ke lantai 2 sendiri dan masuk ke dalam salah satu kelas," Ucapan pembina itu membuat rasa takutku semakin menjadi-jadi. Tubuhku benar-benar dingin,
Beruntungnya aku yang ada di urutan ke-40 dari 70 calon, berbeda jauh dengan Naura yang berada di urutan ke-12, wajahnya yang tadi periang saat ini berubah muram.

Seiring berjalannya waktu kini terdengar teriakan seorang perempuan dari lantai atas. Semua mata mencari-cari asal suara, beberapa senior yang bertugas di bawah pun terlihat berlarian menaiki tangga. Namun seingatku peserta yang baru saja naik adalah laki-laki.

"Naura, ada yang aneh nggak?"

"I...iya deh ke, yang barusan naik kan Aldo anak IPS."
Aku merasakan betul dinginnya tangan Naura. Hanya satu menit dari perbincanganku dengan Naura, aku merasakan dingin yang teramat.

"Naura, kok tiba-tiba dingin banget ya," ujar ku menggigil.
Aku tak mendengar sepatah kata pun dari bibir Naura, dan saat aku memastikan keadaanya, entah sejak kapan dia menatapku dengan tatapan penuh amarah dan mata melototnya. Sekelebat wajahnya berubah menyeramkan seperti sosok yang bertaring.

"AAAAAAK?KKKHHHHHH!"
teriakanku memecahkan keheningan, beberapa anak ikut berteriak dan berlarian menjauhiku.

"Ada apa ini?" Teriak seniorku.

Suasana semakin ricuh saat Naura berlari dan mencekikku. Suara jeritan dimana-mana. Entah apa yang merasukinya, kenapa dia seakan dendam kepadaku.

Tidak! aku tidak boleh takut dengannya, derajatku lebih tinggi dari bangsanya. Dengan sekuat tenaga aku melepaskan cekikan Naura. Di bantu dengan beberapa seniorku untuk menyadarkannya.

"Don't touch me," teriakku begitu kencang.
Dia tetap memusatkan pandangannya ke arahku.

"Dek, sebaiknya kamu menjauh dari dia, biar senior-senior itu yang membantu."

Siapa sangka dia akan berlari sangat cepat ke arahku, aku yang masih mengatur napas, harus kembali merasakan sesak yang teramat karena cekikannya. Namun dalam sekejap tubuhnya jatuh terduduk.

Aku masih was-was untuk membantunya, siapa tahu saja saat aku membantunya dia akan menyerangku dengan bengis.
Setelah senior-senior itu membopongnya ke salah satu kelas, aku baru yakin bahwa dia pingsan.

"Keynaya!" Panggilan itu membuatku tergemap.
Itu pertanda giliranku telah tiba.
Dengan langkah lunglai dan sedikit menyeret aku menghampiri pusat suara.

"Kamu Keynaya dari kelas IPA 1. Baik nanti kamu harus naik ke lantai 2 dan masuk ke salah satu kelas, di atas sudah ada senior-senior kamu yang bertugas. Jangan khawatir semua akan baik-baik saja."

Bagaimana mungkin semua akan baik-baik saja sedangkan hal mengerikan baru saja terjadi di depan banyak mata. Seakan irasku yang pucat tak tampak di hadapan mereka.

Aku hanya menganggukkan kepala mengiyakan ucapan mereka. Entah apa yang akan kalian lakukan saat ada dalam posisiku saat ini, berjalan sendiri dalam gelap hanya menggunakan satu lilin sebagai penerangan.

Kini aku telah jauh dari mereka, hanya terdengar suara binatang-binatang nokturnal dan langkah kakiku yang menggema. Aku benar-benar merasakan dinginnya malam itu, dengan tubuh yang bergetar aku mulai menaiki tangga.

"AAAKKKHHH!" betapa terkejutnya diriku melihat sosok berbalut pakaian putih yang ternyata hanya seniorku.

Yah mungkin mereka memang di tugaskan berada di pojok-pojok ruangan. Besar sekali nyali mereka berdiam diri di satu tempat yang gelap, berpencar pula untuk beberapa jam. Mungkin mereka sudah terbiasa dan bahkan berteman dengan "Hantu".

Dan setelah lolos melewati tangga, kini saatnya aku harus memasuki salah satu kelas yang tertutup itu, aku mulai membuka pintu pertama namun gagal, ketika akan membuka pintu kedua tiba-tiba saja lilinku padam dengan sendirinya.

Apa boleh buat aku harus menghentikan langkahku sejenak untuk menghidupkannya kembali, sialnya lagi satu korek terjatuh saat aku merogoh-rogoh kantung celanaku dan hanya tersisa satu batang saja. Ketika aku berusaha menghidupkannya sekelebat aku melihat bayangan putih melewatiku begitu saja.

Rasanya tubuhku bergidik hebat, setelah lilin itu kembali menyala, aku segera mengarahkan lilin itu memastikan jika itu hanya ulah para senior. Namun aku tak menemukan siapa-siapa selain bayangan diriku.

Aku kembali melanjutkan langkahku menuju pintu kedua, saat aku mengarahkan pandanganku ke jendela, aku hanya bisa melihat ruang kelas yang gelap dan sunyi. Kini aku berada tepat di depan pintu, dengan keyakinan yang menyurut aku berhasil membuka pintu kelas itu dengan sambutan yang sangat tidak di duga-duga, sosok pocong kini berdiri beradu kening denganku.

"Aaaaaaaakk?kkkkkkkkhhhhhhh," teriakan menyayat itu membuat beberapa senior segera berlarian menemuiku.

Dan setelah kejadian malam itu, bisaku katakan awal dari segalanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience